Lima terdakwa kasus korupsi proyek Monumen Islam Samudera Pasai divonis bebas. Jaksa penuntut umum menyiapkan kasasi.
Oleh
ZULKARNAINI
·4 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Lima terdakwa perkara tindak pidana korupsi Monumen Samudera Pasai di Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh, divonis bebas. Jaksa penuntut umum tidak menerima putusan itu dan akan mengajukan kasasi.
”Kami akan susun memori kasasi setelah menyatakan kasasi pada waktunya,” kata Teuku Muzafar, Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Utara, Kamis (16/11/2023). Dalam kasus tindak pidana korupsi, jika terdakwa divonis bebas, jaksa penuntut umum dapat menerima ataupun menolak dan mengajukan kasasi.
Sidang pembacaan putusan perkara korupsi dalam perkara Monumen Samudera Pasai berlangsung pada Rabu (15/11/2023) di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh. Majelis hakim menjatuhkan vonis bebas terhadap semua terdakwa. Sidang itu dipimpin ketua majelis hakim Hendral dengan dua hakim anggota, Sadri dan Deddy Haryanto.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan semua terdakwa tidak terbukti secara hukum melakukan tindak pidana korupsi sehingga atas dasar tersebut, para terdakwa dinyatakan bebas demi hukum. "Dakwaan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum tidak terbukti, gagal bangunan tidak ditemukan," kata Sadri, Humas PN Tipikor Banda Aceh. Kenyataannya sesuai pemeriksaan setempat, lanjut Sadri, kondisi Monumen Samudera Pasai masih berdiri kokoh.
Pembangunan Monumen Islam Samudera Pasai di Aceh Utara dimulai sejak 2012 hingga 2017. Namun, Kejaksaan Negeri Aceh menduga dalam proses pembangunan terjadi tindak pidana korupsi.
Kejaksaan Negeri Aceh Utara menilai pembangunan tidak sesuai dengan perencanaan sehingga memicu kerugian negara. Pada 2021, kasus tersebut resmi diproses hukum.
Kelima terdakwa yang divonis bebas adalah Fathullah Badli sebagai kuasa pengguna anggaran pada pekerjaan lanjutan konstruksi fisik tahap I sampai V tahun anggaran 2012-2016. Terdakwa lainnya, Nurliana sebagai pejabat pembuat komitmen tahap I sampai VI tahun anggaran 2012-2017, Teuku Maimun selaku Direktur PT Lamkaruna Yachmoon, rekanan proyek tahap II tahun 2013, tahap III tahun 2014, tahap V tahun 2016, dan tahap VI tahun 2017. Ada pula Teuku Reza Felanda, Direktur PT Perdana Nuansa Moely yang merupakan rekanan proyek tahap I tahun 2012 dan tahap IV tahun 2015. Terakhir, Poniem, Direktris CV Sarena Consultant selaku konsultan pengawas proyek.
Erlanda Juliansyah Putra, kuasa hukum Fathullah Badli, mengatakan, putusan majelis hakim sudah tepat dan sangat adil bagi terdakwa. Menurut dia, sejak awal kasus ini bergulir di persidangan sampai dengan putusan hari ini, tidak ada satu pun alat bukti yang dapat menjadi petunjuk untuk menyatakan para terdakwa bersalah sehingga putusan tersebut sangatlah tepat.
”Kami sangat bersyukur keadilan didapatkan oleh semua terdakwa,” kata Erlanda.
Erlanda menambahkan, pembangunan telah sesuai dengan perencanaan dan tidak ada aturan yang dilanggar. Bahkan, pada putusan sela, Juli lalu, para terdakwa juga divonis bebas. ”Putusan ini sudah tepat sekali karena sudah dua kali klien kami dinyatakan bebas,” ujarnya.
Menurut Erlanda, dalam sidang lapangan pada Selasa (29/8/2023) di Desa Beuringen, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara, ahli konstruksi bangunan dari Politeknik Lhokseumawe menyatakan tidak ditemukan kejanggalan dalam konstruksi Monumen Samudera Pasai.
”Hal ini menjelaskan bahwa putusan hari ini sudah sangat tepat,” kata Erlanda.
Menurut Erlanda, putusan bebas tersebut tidak hanya memberikan keadilan bagi terdakwa, tetapi juga memberikan kejelasan masa depan pembangunan Monumen Samudera Pasai. Pasalnya, sejak kasus itu bergulir, bangunan itu terbengkalai dan tidak terawat.
Sebagai informasi, perkara dugaan tindak pidana korupsi Monumen Samudera Pasai telah berjalan sejak tahun 2021.
”Proyek pembangunan Monumen Samudera Pasai kita dorong agar dilanjutkan karena bangunan ini nantinya dapat menjadi ikon Kabupaten Aceh Utara. Ini akan jadi kebanggaan bagi anak-cucu kita. Nantinya mereka bisa mengetahui sejarah tentang kejayaan Islam melalui Samudera Pasai,” kata Erlanda.
Dihubungi secara terpisah, Koordinator Masyarakat Transparansi Anggaran (MaTA) Alfian mengatakan, dalam kasus itu, sejak awal konstruksi tuntutan yang dibangun oleh kejaksaan sangat lemah sehingga dia tidak terkejut jika vonis bebas.
”Kami sudah memberikan masukan kepada kejaksaan agar memperkuat konstruksi tuntutan, terutama pada perhitungan kerugian negara tidak melalui BPK atau BPKP, justru oleh dosen,” katanya.
Alfian menambahkan, perkara tersebut menjadi pengalaman paling buruk upaya penegakan hukum dalam memberantas korupsi di Aceh.
Monumen Islam Samudera Pasai dibangun untuk mengenang kejayaan Kerajaan Samudera Pasai pada abad ke-13 hingga ke-16. Bangunan terdiri atas tiga lantai, yang masing-masing difungsikan sebagai ruang pameran, ruang latihan, penelitian, kantin, dan sekretariat pengelola.
Monumen itu dibangun menggunakan anggaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebesar Rp 49 miliar. Berada di Gampong (Desa) Beuringen, Kecamatan Samudera, Aceh Utara, proyek pembangunannya dilakukan periode 2012-2017 dan diresmikan tahun 2019.