Pengusaha Jatim Menilai Kebijakan Retensi Devisa Hasil Sumber Daya Alam Kontraproduktif
Pengusaha di Jawa Timur menilai kebijakan retensi devisa hasil ekspor sumber daya alam kontraproduktif karena berpotensi membebani biaya ekspor di tengah kinerja perdagangan luar negeri yang defisit.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Pemerintah terus berupaya meningkatkan kinerja ekonomi dalam negeri dengan menerbitkan peraturan tentang devisa hasil ekspor sumber daya alam. Namun, pengusaha di Jawa Timur menilai kebijakan itu kontraproduktif karena berpotensi membebani biaya ekspor di tengah kinerja perdagangan luar negeri yang mengalami defisit.
Ketentuan baru tersebut adalah Peraturan Pemerintah 36 tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari kegiatan pengusahaan, pengelolaan dan pengolahan sumber daya alam (SDA). Bank Indonesia terus menyosialisasikannya kepada pelaku usaha melalui berbagai kegiatan.
Salah satunya dalam acara Capasity Building dan Bincang Bareng Media Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Timur, 14-16 November 2023, di Magelang, Jawa Tengah. Dalam acara itu, Assistent Manager Departemen Pengelolaan Kepatuhan Laporan Bank Indonesia Mahardynastika Nindyah Hapsari mengatakan, DHE SDA juga diatur melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor 7 Tahun 2003 tentang Devisa Hasil Ekspor dan Devisa Pembayaran Impor.
”Tujuannya antara lain agar DHE menjadi sumber dana yang berkesinambungan bagi pembangunan ekonomi nasional dan mendukung terciptanya pasar keuangan yang lebih kuat serta stabilitas ekonomi makro, dalam hal penempatannya dilakukan melalui sistem keuangan Indonesia,” ujar Nindyah.
Adapun untuk menjaga kesinambungan pembangunan nasional, mendukung peningkatan dan ketahanan ekonomi nasional, serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam yang dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, pemerintah telah menerbitkan kebijakan mengenai pemasukan dan penempatan DHE yang berasal dari kegiatan pengusahaan, pengelolaan, dan atau pengolahan sumber daya alam ke dalam sistem keuangan Indonesia.
Oleh karena itu, kata Nindyah, diperlukan pengaturan yang dapat memastikan pemasukan, penempatan, dan pemanfaatan DHE SDA dalam sistem keuangan Indonesia. Juga memastikan akurasi pelaporan serta efektivitas pelaksanaan pengawasannya.
Salah satu poin yang digarisbawahi, eksportir SDA yang memiliki DHE dari ekspor SDA dengan nilai ekspor paling sedikit 250.000 dollar AS atau ekuivalennya untuk memasukkan DHE tersebut ke dalam rekening khusus DHE SDA pada LPEI dan atau bank.
DHE SDA yang telah dimasukkan ke dalam rekening khusus valuta asing wajib tetap ditempatkan paling sedikit sebesar 30 persen dalam sistem keuangan Indonesia selama jangka waktu paling singkat tiga bulan sejak pemasukan.
Eksportir SDA menempatkan DHE SDA dalam instrumen berupa rekening khusus di LPEI atau di bank yang sama. Selain itu, juga bisa ditempatkan di instrumen perbankan, instrumen keuangan yang diterbitkan oleh LPEI, atau instrumen yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.
Ketua Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur Adik Dwi Putranto menilai, kebijakan terkait kewajiban pengendapan atau retensi devisa hasil ekspor sumber daya alam sebesar 30 persen selama tiga bulan akan menghambat kinerja ekspor nasional maupun Jawa Timur. Padahal, kondisi kinerja ekspor saat ini sedang tidak baik-baik saja karena dampak perang di Timur Tengah dan Rusia-Ukraina.
”Dampaknya cukup besar. Pertama, mengganggu cashflow perusahaan. Kedua, perusahaan akan menanggung beban biaya bunga kredit perbankan yang lebih besar. Hal itu karena eksportir mengandalkan pendanaannya dari pinjaman perbankan sehingga pembayaran bunga kredit tetap berjalan,” ujar Adik Dwi Putranto saat dihubungi, Kamis (16/11/2023).
Dia menambahkan, kebijakan pemerintah tersebut secara tidak langsung akan menambah beban biaya operasional, terutama bagi ekportir yang sumber pendanaannya berasal dari pinjaman perbankan. Pihak bank pasti akan menuntut pengusaha tetap membayar bunga kredit setiap bulan apa pun kondisinya.
Eksportir akan kebingungan mencari tambahan sumber pendanaan karena tiga bulan adalah waktu yang cukup lama. Dana tersebut seharusnya bisa digunakan untuk kegiatan yang lebih produktif, seperti menambah modal usaha dan memperlancar cashflow perusahaan.
”Dijanjikan ada insentif yang akan diberikan kepada eksportir yang mematuhi aturan. Namun, nilainya tidak sebanding dengan dampak yang ditanggung oleh pengusaha,” kata Adik.
Kadin Jatim berencana mengundang para eksportir untuk menyikapi kebijakan ini dalam waktu dekat. Adik khawatir, kebijakan tersebut justru kontraproduktif dengan upaya meningkatkan kinerja ekspor ditengah resesi global.
Ada 1.545 jenis barang yang masuk dalam aturan tersebut mulai dari sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, hingga perikanan. Adapun terkait realisasi caadangan devisa ekspor, hingga periode Oktober tahun ini mencapai 134,9 miliar dollar AS. Sementara data Badan Pusat Statistik menyebutkan, dari periode Januari-September mencapai 192,27 miliar dollar AS.
Dijanjikan ada insentif yang akan diberikan kepada eksportir yang mematuhi aturan. Namun, nilainya tidak sebanding dengan dampak yang ditanggung oleh pengusaha.
Berdasarkan data BPS Jatim semester I-2023, realisasi ekspor jatim mencapai 9,965 miliar dollar AS. Nilai itu turun dibandingkan semester I-2022 yang mencapai 11,926 miliar dollar AS.