Desa Devisa, Lokomotif Produk Lokal Jatim Menembus Pasar Global
Neraca perdagangan Jawa Timur masih defisit. Salah satu jalan mengatasinya adalah memperbesar ekspor. Caranya, memperbanyak varian produk lokal berorientasi ekspor melalui pembentukan desa devisa.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·5 menit baca
KOMPAS/RUNIK SRI ASTUTI
Perajin batik tulis Pamekasan, Jawa Timur, memamerkan karyanya di Festival UMKM Kemenkeu Satu, di Sidoarjo, Rabu (28/9/2022). Festival ini diikuti 120 pelaku UMKM binaan Kemenkeu dari berbagai daerah di Jatim.
Pemerintah Provinsi Jatim melepas ekspor produk senilai 1,46 juta dollar Amerika Serikat menuju Jepang, Belanda, Chile, dan Korea Selatan, Selasa (1/11/2022) sore.
Produk yang diekspor itu berasal dari PT Cheil Jedang Indonesia, produsen bahan pangan, sebanyak 197 ton. Selain itu 22.542 kilogram (kg) kerupuk udang dan sambel uleg produksi PT Sekar Laut, 4.534,50 kg kopi Kapal Api produksi PT Santos Jaya Abadi, serta sebanyak 14.000 kg Penta Resin 100 produksi PT Indocipri. Ada juga 1.998 ton sepeda merek Polygon yang dikirim ke Jepang dan 4.240 kg sepeda yang dikirim ke Chile. Sepeda ini produksi PT Insera Sena.
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengatakan, pelepasan ekspor senilai 1,46 juta dollar AS itu menjadi bagian dari upaya untuk menggenjot transaksi perdagangan luar negeri Jatim tahun ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor Jatim pada Januari-September 2022 mencapai 18,08 miliar dollar AS atau naik 8,45 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Nilai perdagangan luar negeri itu didominasi ekspor nonmigas sebesar 17,19 miliar dollar AS atau sebesar 93 persen. Kinerja ekspor nonmigas itu naik 11 persen dibandingkan capaian periode yang sama tahun lalu. Peningkatan kinerja ekspor menandakan potensi perdagangan global yang semakin terbuka lebar seiring membaiknya kondisi ekonomi internasional setelah pandemi Covid-19.
RUNIK SRI ASTUTI
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mencoba kendang jimbe produk kerajinan dari Kabupaten Blitar, Selasa (1/11/2022).
Namun, data BPS juga menunjukkan neraca perdagangan Jatim pada Januari-September 2022 mengalami defisit sebesar 7,208 miliar dollar AS karena nilai impornya lebih besar. Secara kumulatif, nilai impor Jatim Januari-September 2022 sebesar 25,286 miliar dollar AS atau naik 30 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Impor Jatim didominasi sektor nonmigras sebesar 18,625 juta dollar AS dan sektor migas 6,660 juta dollar AS. Produk yang diimpor kebanyakan kelompok mesin dan peralatan mekanis serta besi dan baja. Selain itu, ampas dan sisa industri makanan serta plastik dan barang dari plastik.
Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Jatim Taukhid mengatakan, defisit neraca perdagangan secara kumulatif disumbang oleh sektor migas sebesar 5,77 miliar dollar AS dan sektor nonmigas sebesar 1,44 miliar dollar AS.
”Agar neraca perdagangan Jatim menjadi suplus, tidak ada cara lain selain meningkatkan ekspor. Hal ini masih menjadi pekerjaan rumah untuk meningkatkan kinerja ekonomi regional Jatim,” ucap Taukhid.
Ekspor Jatim juga masih didominasi oleh sektor industri. Produk lokal produksi usaha mikro, kecil, dan menengah masih perlu didorong lagi agar lebih banyak yang masuk di pasar ekspor. Sejauh ini, China masih menjadi negara tujuan utama ekspor nonmigas disusul kemudian oleh Jepang dan Amerika Serikat.
Desa devisa
Menjawab tantangan tersebut, Pemprov Jatim berupaya meningkatkan transaksi ekspor nonmigas dari berbagai sektor dan komoditas. Salah satunya melalui program pembentukan desa devisa bekerja sama dengan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Saat ini, sudah ada 22 desa devisa yang eksis dan baru-baru ini jumlahnya bertambah enam sehingga total menjadi 28 desa devisa.
Saat ini, sudah ada 22 desa devisa yang eksis dan baru-baru ini jumlahnya bertambah enam sehingga total menjadi 28 desa devisa.
Peresmian enam desa devisa baru dilakukan bersamaan dengan pergelaran East Java Export Festival di Hotel Novotel Samator, Surabaya, Selasa (1/11). Adapun enam desa tersebut adalah Desa Parengan di Kabupaten Lamongan dengan komoditas ekspor tenun ikat, Desa Punjung di Pacitan dengan komoditas unggulan olahan jahe, dan Desa Minggirsari di Kabupaten Blitar dengan komoditas berorientasi ekspor kendang Jimbe.
Selain itu, Desa Ngubalan di Ngawi dengan komoditas primadona akar Jati. Ada juga Desa Margorejo dan Desa Kedungrejo di Kabupaten Tuban dengan komoditas berorientasi ekspor berupa batik tulis dan tenun gedog.
Khofifah optimistis enam desa devisa baru ini mampu meningkatkan kinerja ekspor di wilayahnya, terutama dari pengusaha yang berbasis UMKM. Dampaknya, dalam waktu yang tidak lama akan bisa meningkatkan kesejahteraan perajin.
KOMPAS/ADI SUCIPTO K
Seorang pembatik mencuci kain yang sudah dibatik di sentra kerajinan batik gedog, di Sanggar Batik Gedog Sekar Ayu milik pembatik Uswatun Hasanah, di Desa Kedungrejo, Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, Sabtu (1/11/2014). Harga setiap lembar kain batik mulai dari Rp 100.000 hingga Rp 4 juta. Batik gedog Tuban juga diminati warga negara lain, seperti Kamboja, Italia, dan Thailand.
”Alhamdulillah hari ini bertambah enam Desa Devisa di Jawa Timur. Kita berharap ini bisa meningkatkan kinerja ekpsor, sekaligus bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat, utamanya perajin,” ucap Khofifah.
Tujuan utama desa devisa adalah mengekskalasi pasar produk lokal untuk bisa masuk ke pasar ekspor. Program ini juga menyediakan mentor-mentor ahli yang akan mendampingi pelaku usaha untuk bisa meningkatkan kualitas dan mutu produknya sehingga berdaya saing tinggi di pasar global.
Program Desa Devisa, lanjutnya, merupakan bentuk nyata pemberdayaan masyarakat. Melalui program ini, bisa dipetakan dan diprioritaskan wilayah yang memiliki produk unggulan sejenis atau produk komplementer. Pemetaan ini penting untuk saling memperkuat produk lokal dan bukan saling menjatuhkan.
Ketua Umum Muslimat Nahdlatul Ulama ini minta kuota desa devisa di Jatim dari LPEI ditambah. Menurut dia, Program Desa Devisa menjadi jembatan bagi pengembangan produk lokal agar berkontribusi lebih besar dalam menggenjot laju pertumbuhan ekonomi Jatim, bahkan nasional.
”Ini ikhtiar kita bersama dalam mendukung agar bisa tercapai perluasan pasar dan peningkatan daya saing dari produk-produk UKM dan IKM kita hingga ke pasar global,” tutur Khofifah menegaskan.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Penjual batik menyusun batik yang dijualnya di Bazar Batik Tulis dalam rangka Canthing Jawi Wetan Go Global di Kantor Gubernur Jawa Timur, Kota Surabaya, Minggu (27/2/2022) malam. Pergelaran batik selama tiga hari itu bertujuan mengangkat perekonomian, khususnya perajin batik. Kegiatan diselenggarakan oleh Yayasan Kemala Bhayangkari Polda Jatim bekerja sama dengan Provinsi Jawa Timur. Selain pameran dan peragaan busana, digelar juga pentas seni.
Direktur Pelaksana Bidang Hubungan Kelembagaan LPEI Chesna F Anwar mengatakan, peluncuran desa devisa ini merupakan kegiatan pemerintah dalam mengembangkan UMKM agar bisa menembus pasar ekspor.
”Tujuan desa devisa adalah mengembangkan UMKM agar bisa tembus ekspor. Program kolaborasi hingga September 2022 yang sudah kami laksanakan adalah pelatihan kepada 604 peserta dan menghasilkan 50 eksportir baru,” kata Chesna.
Chesna menambahkan, desa devisa di Jatim adalah yang terbanyak di Indonesia. Sebelum penambahan enam desa devisa telah ada pendampingan LPEI pada 22 desa devisa di Jatim. Oleh karena itu, pihaknya optimistis penambahan desa devisa akan semakin mendorong produk lokal Jatim tembus ke pasar global.
”Ini merupakan desa devisa terbanyak di Indonesia. Dari segi pembiayaan ekspor segmen UMKM, LPEI telah menyalurkan sebesar Rp 5,4 trilliun per Juni 2022,” ujarnya.
Ikhtiar Jatim memacu perdagangan luar negeri melalui Program Desa Devisa merupakan sebuah inovasi yang layak diapresiasi. Namun, hal itu tidaklah cukup. Butuh komitmen kuat, konsistensi kebijakan, dan sinergi yang lebih luas lagi agar produk-produk lokal Jatim benar-benar mampu melesat di pasar global.