Rabies Menerobos di Tengah Kekeringan hingga Kemiskinan di Timor
Sempat bebas rabies, dua kabupaten di Pulau Timor terpapar penyakit anjing gila itu. Korban tewas mulai berjatuhan.
Sempat dinyatakan bebas rabies, dua kabupaten di Pulau Timor kini telah terpapar penyakit anjing gila itu. Rabies bakal menerobos ke seluruh daratan pulau jika tidak segera ada penanganan serius. Di tengah ancaman rabies, pemerintah daerah sedang berjuang menangani kekeringan ekstrem yang berdampak pada kemiskinan.
Kematian Antonia Olin (62), warga Desa Lemon, Kecamatan Miomafo Barat, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), pada Senin (6/11/2023) mengagetkan semua pihak. Hal ini sekaligus membawa fobia terhadap setiap anjing yang ditemui warga TTU dan Timor Tengah Selatan (TTS) karena anjing masih berkeliaran bebas di tengah masyarakat.
Maria Oliveira (10), siswa kelas V SDN Inpres Lemon, berjalan perlahan penuh kewaspadaan. Ia berharap tidak berjumpa dengan anjing. Ketakutannya wajar saja karena setiap rumah penduduk ada 1-5 ekor anjing peliharaan yang biasanya berkeliaran bebas meskipun rabies terbukti telah memakan banyak korban jiwa manusia.
Baca juga: Anjing di Timor Tengah Selatan Wajib diikat Pascatemuan Rabies
Agnesia Oliveira (45), ibu dari Maria Oliveira, yang dihubungi, Sabtu (11/11/2023), mengatakan, pihaknya sudah tiga hari terpaksa mengantar anak pergi dan pulang sekolah. Maria khawatir akan keselamatan anaknya saat dalam perjalanan. Banyak anjing yang belum diikat atau dikandangkan.
”Anjing harusnya diikat atau dikandangkan. Diberi makan dan minum secara rutin. Jangan biarkan anjing mencari makan sendiri di permukiman penduduk. Mengais sampah-sampah dan mencari ternak warga yang mati sebagai makanan,” kata Maria.
Kewaspadaan serupa menyelimuti Agus Natun (45), petani dari desa yang sama. Ia selalu khawatir saat berangkat ke kebun. Anjing yang terpapar rabies biasanya bersembunyi di hutan. Banyak kasus anjing rabies menyergap manusia di luar permukiman, kemudian menghilang di hutan.
Kehadiran rabies di Timor membawa fobia berlebihan di tengah masyarakat. Aktivitas masyarakat pun terganggu. Korban pun terus berjatuhan.
Baca juga: Sebaran Gigitan Anjing di Timor Tengah Selatan Meluas
Di TTS, Marten (21) tewas digigit anjing rabies, Rabu (27/9/2023) pukul 15. 20 Wita. Marten merupakan korban ke-10, terhitung sejak lima bulan lalu rabies masuk TTS. Kematian akibat rabies ini bakal terus berlanjut selama tidak ada upaya serius pemerintah daerah mengadakan vaksin antirabies (VAR) dan serum antirabies (SAR) menanggulangi penyakit itu.
Ketua Satgas Penanggulangan Rabies di TTS Adi Talo mengatakan, warga pemilik anjing saling menunggu. Setelah ada kontrol atau perintah dari pemda, mereka bergegas mengikat atau megandangkan anjing. Jika tidak, anjing pun dibiarkan berkeliaran ke mana-mana. Pemilik sendiri jarang memberi makan anjingnya secara rutin.
Pemahaman masyarakat soal rabies pun masih terbatas. Padahal, sering disosialisasikan apa yang harus segera dilakukan ketika digigit anjing, bagaimana anjing peliharaan harus dijaga dan diamankan agar tidak tertular rabies. Ini terkait sumber daya masyarakat setempat.
Disarankan segera mencuci bekas gigitan anjing di air yang mengalir atau air kran. Sayangnya, sebagian masyarakat desa kesulitan akan air bersih. Untuk minum saja, mereka harus hemat sehingga sulit untuk mencuci tangan atau apa pun dengan air yang sedang mengalir.
Baca juga: Kekeringan Ekstrem Langganan Hidup Masyarakat NTT
Warga selalu membuat pilihan saat berbelanja. Beras, minyak goreng, gula, dan kopi atau teh lebih diutamakan ketimbang sabun. Sabun dibeli saat hendak mencuci pakaian atau mandi. Kebutuhan mandi pun belum tentu dilakukan secara rutin setiap hari. Semua demi menghemat air.
Kekeringan ekstrem saat ini yang mengakibatkan masyarakat kesulitan mendapatkan air bersih menjadi persoalan rumit. Sebagian warga terpaksa membeli air mobil tangki sampai Rp 700.000 per tangki, seperti dialami warga pedalaman TTS.
Jika anjing diikat atau dikandangkan, tempat anjing itu juga harus dicuci atau dibersihkan. Tentu mencucinya dengan air dan sabun untuk menjaga sanitasi lingkungan yang sehat. Hampir semua anjing peliharaan tidak dilatih membuang kotoran secara tertib.
Baca juga: Hidup Sejahtera Bersama Hewan
Anjing wajib diberi makan oleh pemiliknya selama diikat atau di dalam kandang. Menu makanan anjing pun hampir sama dengan manusia. Sebagian anjing tidak bisa mengonsumsi nasi saja. Nasi harus dicampur lauk atau kuah.
Kondisi anjing menjadi penanda keluarga itu mampu secara ekonomi atau tidak. Mantan Gubernur NTT almarhum Frans Lebu Raya (2008-2018) mengatakan, jika melihat anjing di depan rumah warga yang sangat kurus, itu pertanda keluarga itu kurang mampu secara ekonomi.
Antara rabies, tengkes, rawan pangan, dan kekeringan ekstrem, pilih yang mana dulu (yang harus ditanggulangi).
Bagaimanapun anjing tetap dipelihara warga. Beternak anjing sejak dulu kala. Bagi warga, anjing sebagai penjaga rumah, mengusir orang yang hendak berbuat jahat seperti mencuri, menemani tuannya ke kebun, serta mengusir hama babi dan kera di kebun. Anjing menemanipemiliknya selama hidup. Kadang, anjing pun diyakini bisa sebagai tumbal atau pengganti nyawa anggota keluarga dari kuasa jahat.
Penanganan bersama
Rabies bukan satu-satunya masalah berat di NTT. Kasus tengkes di NTT ada di kabupaten TTS. Menyusul kabupaten lain. Tengkes sangat erat dengan gizi buruk, rawan pangan, sebagai akibat dari gagal panen.
”Antara rabies, tengkes, rawan pangan, dan kekeringan ekstrem, pilih yang mana dulu (yang harus ditanggulangi),” kata Adi Talo.
Sekretaris Umum Komite Penanggulangan Rabies Flores-Lembata dr Asep Purnama SpPD mengatakan, kasus rabies di Timor bakal mengalami nasib sama dengan Flores-Lembata. Rabies di Flores-Lembata muncul pertama kali tahun 1997 di Kelurahan Soratari Larantuka, Flores Timur. Tiga tahun kemudian menyebar ke seluruh daratan Flores dan Lembata, sampai hari ini.
Baca juga: Lebih dari 7.000 Ekor Anjing di Timor Tengah Selatan Divaksin”
”Pengalaman rabies di Flores-Lembata harusnya menjadi rujukan bagi semua pengambil kebijakan untuk mengatasi rabies di Timor. Kasus di Flores-Lembata, sembilan pemkab di sana tidak saling membantu. Bekerja sendiri-sendiri dengan kemampuan keuangan yang terbatas. Bahkan, ada kabupaten yang tidak mengalokasikan anggaran sama sekali untuk (mengatasi) rabies,” katanya.
Bergotong royong dengan mengalokasikan anggaran, mengadakan VAR dan SAR membantu kabupaten yang sedang terpapar rabies sangat penting. Jangan menunggu kasus itu melanda di kabupaten sendiri, kemudian baru bertindak. Hal ini tentu terlambat.
Sejak kasus itu muncul pertama di Desa Fenun, Kecamatan Amanatun Selatan, TTS, tidak ada dukungan vaksin dari kabupaten tetangga.
”Seandainya semua kabupaten saling bekerja sama menangani rabies di TTS, TTU tidak kemasukan rabies. Sebentar lagi rabies ke negara Timor Leste, Belu, Malaka, Kabupaten Kupang, dan Kota Kupang,” kata Asep.