Para Penyebar ”Virus” Lari di Nusantara
Semarak ekosistem lari di Indonesia turut digerakkan oleh "virus" komunitas lari di berbagai belahan Tanah Air.
Athaya (18) bermandikan peluh seusai berlari beberapa putaran di kawasan perumahan di Kecamatan Kertak Hanyar, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Kamis (26/10/2023) sore. Sambil melakukan gerakan pendinginan, ia menyeka peluh di wajah dengan lengan kausnya.
”Sudah lari 5K (5 kilometer). Cukup dulu latihan hari ini,” kata anggota komunitas South Borneo Runners atau SB Runners itu.
Sore itu, Athaya berlari di luar jadwal lari rutin komunitasnya. Ia berlari bersama beberapa anggota SB Runners lainnya sebagai persiapan mengikuti lomba lari kategori half marathon atau 21 km di Kalsel. ”Sebelumnya, saya sudah beberapa kali ikut lari kategori 5K dan 10K,” ujarnya.
Baca Juga: Tujuh Tahun Borobudur Marathon Merajut Harmoni
Athaya mengaku mulai rutin berlari dalam setahun terakhir setelah diajak temannya bergabung ke SB Runners. Ia pun tidak pernah melewatkan jadwal lari komunitas, bahkan menambah jadwal lari pribadi. ”Sejak rutin olahraga lari, saya merasa lebih bugar,” katanya.
Kapten SB Runners Aditya Abidin menuturkan, komunitas itu rutin menggelar lari bersama dua kali dalam sepekan, yaitu pada Minggu pagi dan Selasa malam. Kegiatan fun run atau lari santai sejauh 5 km sampai 10 km itu biasanya diikuti 20-50 orang.
Aditya menjelaskan, SB Runners terbentuk di Banjarmasin pada 5 April 2015. Dari awalnya hanya sekitar 30 orang, kini anggotanya sekitar 300 orang dari berbagai kalangan, seperti pelajar, mahasiswa, dan pekerja.
”Untuk mengajak orang ikut lari, kami sering kali lari melewati rute yang ramai dan banyak anak muda, terutama saat berlangsung car free day pada Minggu pagi. Selain itu, kami juga rajin bikin konten-konten lari di media sosial komunitas,” tuturnya.
Gaya hidup
Geliat komunitas lari tak hanya terasa di Kalsel. Di berbagai kota di Indonesia, komunitas lari terus bermunculan dan menunjukkan eksistensinya. Di Medan, Sumatera Utara, akhir Oktober lalu, sejumlah anggota komunitas RUNMDN tampak berlari bersama. Gerimis yang turun sore itu tak menyurutkan semangat mereka.
”Lari sudah menjadi gaya hidup di Kota Medan. Anggota komunitas RUNMDN juga terus bertambah dan sekarang sudah lebih dari 300 orang,” kata Co Captain RUNMDN Edwin Manurung (33).
Selama beberapa tahun terakhir, ”virus” lari memang menyebar luas di kalangan masyarakat urban Medan. Setiap pagi dan sore, para pelari tampak di jalanan dan lapangan-lapangan di kota itu. Maraknya aktivitas lari itu tak lepas dari peran komunitas lari di Medan, termasuk RUNMDN yang eksis sejak tahun 2012.
Menurut Edwin, anggota RUNMDN didominasi pekerja, mulai dari pegawai pemerintahan, karyawan bank, dokter, notaris, hingga pengusaha. Namun, ada juga mahasiswa, pelajar, bahkan pensiunan yang bergabung ke komunitas itu.
Ekosistem lari juga berkembang pesat di sejumlah kota besar di Jawa, seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya. Salah satu komunitas lari terbesar di Semarang adalah Semarang Runners yang memiliki anggota aktif sekitar 1.000 orang. Komunitas lari yang berdiri pada September 2013 itu rutin menggelar latihan reguler sekali dalam sepekan, yakni tiap Kamis malam.
Baca Juga: Borobudur Marathon, Inspirasi Kreasi Penuh Arti dari Lintasan Lari
Namun, menjelang lomba lari Borobudur Marathon 2023 Powered by Bank Jateng pada Minggu (19/11/2023), Semarang Runners memfasilitasi anggotanya yang ingin menjalani latihan tambahan. Sebab, sekitar 100 anggota komunitas itu bakal mengikuti lomba tersebut.
”Di luar latihan bersama Semarang Runners, biasanya para pelari itu latihan secara mandiri sesuai kebutuhannya,” kata Raditya, pengurus bagian Community Development Semarang Runners.
Komunitas lari di Yogyakarta, Playon Jogja, juga menyiapkan program latihan khusus untuk para anggotanya yang ingin mengikuti Borobudur Marathon 2023. ”Anggota Playon Jogja yang ikut Borobudur Marathon 2023 sekitar 30-50 orang. Kebanyakan biasanya ikut kategori 10 km,” kata Koordinator Playon Jogja Robertus Indra.
Indra menuturkan, latihan itu telah dimulai sejak tiga bulan lalu. Salah satu lokasi latihan adalah di kawasan Kaliurang, Kabupaten Sleman, yang memiliki kontur naik turun. ”Latihannya mencakup latihan kecepatan dan strength training (latihan kekuatan),” ujarnya.
Di Surabaya, sejumlah komunitas lari, seperti Indorunners Surabaya dan RIOT Chapter Surabaya, juga terus berupaya menyebarkan ”virus” lari. Captain Indorunners Surabaya Jefri Mahardika menuturkan, komunitasnya terus berikhtiar memasyarakatkan lari agar makin banyak warga yang tertarik dengan olahraga itu.
Baca Juga: Borobudur Marathon Jadi Perayaan Bersama
Ikhtiar itu antara lain dilakukan dengan menggelar acara lari bersama di ruang publik. ”Aktivitas lari berkelompok itu sebenarnya juga menjadi kampanye kepada masyarakat untuk berolahraga,” kata Jefri.
Captain RIOT Chapter Surabaya Budi Setiawan mengatakan, lari adalah olahraga yang mudah, murah, dan menyehatkan. Dia pun meyakini penyelenggaraan acara-acara lari akan meningkatkan minat masyarakat terhadap olahraga tersebut. ”Yang penting, masyarakat mau ikut berolahraga lari sehingga ketika ada event di Surabaya akan semarak,” tuturnya.
Pembiasaan
Kegandrungan masyarakat terhadap olahraga lari tak bisa dilepaskan dari kiprah Indorunners, komunitas lari terbesar di Indonesia yang terbentuk sejak 2009. Salah seorang pendiri Indorunners, Reza Puspo, mengatakan, saat ini Indorunners memiliki 80 cabang, termasuk di Jerman dan Amerika Serikat.
Reza memaparkan, selain dari munculnya komunitas lari, semarak ekosistem lari di Indonesia juga tampak dari terus bertambahnya jumlah lomba lari. Dia menyebut, pada 2009 hanya ada sekitar 13 lomba lari di Tanah Air. Namun, pada 2019 ada 368 lomba lari dengan beragam kategori, mulai dari fun run hingga maraton.
Antusiasme itu juga tampak dari banyaknya orang Indonesia yang mendaftar untuk mengikuti enam lomba maraton utama dunia, yakni Boston Marathon, New York Marathon, Chicago Marathon, Berlin Marathon, London Marathon, dan Tokyo Marathon.
Alangkah baik kalau aktivitas lari itu dibiasakan sejak dari SD sampai SMA. Lari bisa menjadi gaya hidup sehat sekaligus olahraga untuk meraih prestasi.
Menurut Reza, dalam setiap lomba maraton utama dunia itu, jumlah pendaftar dari Indonesia bisa mencapai 2.000-3.000 orang. ”Jumlahnya akan terus tumbuh, apalagi sudah ditunjang edukasi tentang lari dan ragam produk pendukung,” ucapnya.
Ke depan, Reza berharap aktivitas lari bisa menjadi kebiasaan yang ditanamkan pada anak-anak sejak dini. Dengan demikian, masyarakat terbiasa menjalani gaya hidup sehat sejak kecil.
”Alangkah baik kalau aktivitas lari itu dibiasakan sejak dari SD sampai SMA. Lari bisa menjadi gaya hidup sehat sekaligus olahraga untuk meraih prestasi,” tuturnya.