Kabut asap lantaran kebakaran hutan dan lahan di Kota Palangkaraya belum sirna. Kualitas udara bertahan tidak sehat. Hal itu sudah berlangsung setidaknya sebulan.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Sudah sebulan kualitas udara di Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, tidak sehat. Aktivitas masyarakat pun terganggu. Luas kebakaran kini sudah mencapai 69.188 hektar. Status tanggap darurat pun bakal diperpanjang.
Kabut asap tipis masih menyelimuti Kota Palangkaraya, Kamis (19/10/2023) sejak pagi hingga petang. Meskipun hujan sempat turun selama lebih kurang 15 menit, kabut asap tidak hilang. Hal itu berdampak pada kualitas udara di Kota Palangkaraya yang bertahan di kategori tidak sehat. Pada pagi hari kondisinya bisa lebih buruk.
Berdasarkan Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) dari ISPU.Net milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), particulate matter (PM) 2,5 masih di angka 101 pada pukul 17.30. Artinya, tingkat kualitas udara tidak sehat dan merugikan manusia, bahkan hewan dan tumbuhan.
Kondisi itu jauh lebih baik dibanding seminggu lalu, di mana kualitas udara karena jerubu kebakaran lahan masuk kategori berbahaya. Jarak pandang menurun hingga infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merebak.
Valentinus (28), warga Pahandut, Kota Palangkaraya, mengungkapkan, dirinya baru saja sembuh dari batuk yang ia derita selama lebih kurang tiga hari. Ia mengonsumsi obat dari apotek dan merasa tidak perlu ke puskesmas. Menurut dia, batuknya kian parah sejak ia beraktivitas di luar dengan kondisi asap masih menyelimuti.
”Di tempat saya kerja dekat dengan lokasi kebakaran, sudah beberapa hari memang padam, tetapi asapnya masih terlihat,” kata Valentinus.
Jerubu kebakaran lahan, lanjut Valentinus, sudah menyelimuti tempat tinggalnya sejak pertengahan September. Awal Oktober, menurut dia, menjadi yang paling buruk karena setiap pagi ia kesulitan menghirup napas lantaran asap tebal. ”Pagi hari itu paling menyiksa, sekarang memang sudah agak berkurang, semoga tidak tambah buruk,” katanya.
Sampai saat ini, berdasarkan data dari Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPBPK) Kalteng, luas kebakaran lahan berdasarkan citra satelit mencapai 18.058,22 hektar.
Data yang berbeda ditunjukkan Koalisi Menolak Asap yang terdiri dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palangkaraya, dan Save Our Borneo (SOB). Mereka menggunakan analisis citra satelit Sentinel 2 Band 11. Per 1 Agustus 2023 sampai 27 September 2023 berdasarkan citra satelit itu, luas kebakaran di Kalteng mencapai 69.188 hektar atau satu kali lebih luas dari luas wilayah DKI Jakarta.
Dari data itu, kebakaran lahan paling luas ada di Kabupaten Kapuas dengan luas mencapai 18.497 hektar. Di susul Kabupaten Seruyan 16.425 hektar dan Kabupaten Barito Selatan 10.229 hektar.
Direktur SOB Muhammad Habibi menjelaskan, laporan citra satelit Sentinel digunakan dalam analisis luas kebakaran dan titik api karena dinilai lebih detail memberikan gambaran di lokasi. Satelit itu memberikan data tiga hari sekali, sedangkan citra satelit yang digunakan pemerintah memberikan data setiap 16 hari sekali.
”Sentinel memberikan laporan dan gambaran nyata kejadian sesuai dengan tanggal yang kita inginkan. Jadi, jika dibandingkan dengan data pemerintah, data ini menunjukkan bahwa luas kebakaran lahan itu sudah sangat luas,” kata Habibi.
Pelaksana Tugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Palangkaraya Berlianto mengungkapkan, banyaknya kejadian kebakaran hutan dan lahan terjadi di wilayah bergambut. Lahan gambut di Kota Palangkaraya cukup sulit dipadamkan jika sudah terbakar.
Meski sudah padam di bagian atas, bagian dalam masih membara, itu mengapa karhutla di lahan gambut sulit padam.
Dalam 24 jam terakhir setidaknya terdapat 11 lokasi kebakaran hutan dan lahan. Namun, setelah hujan, titik api lenyap. Beberapa lokasi kebakaran juga bisa dikendalikan petugas gabungan di lapangan.
”Meski sudah padam di bagian atas, tetapi bagian dalam masih membara, itu mengapa karhutla di lahan gambut sulit padam,” kata Berlianto.
Di lapangan, lanjut Berlianto, pihaknya masih kesulitan memadamkan api lantaran sumber air yang minim dan lokasi kebakaran yang sulit diakses. ”Lokasinya jauh di dalam, pakai kendaraan enggak bisa. Untuk ke lokasi kami harus mengangkut peralatan, mesin, dan alat pemadam dengan berjalan kaki, jadi butuh waktu,” katanya.
Berdasarkan surat keputusan wali kota, status tanggap darurat di Kota Palangkaraya selesai pada Kamis 19 Oktober 2023. Hingga Kamis petang, pihaknya masih melakukan rapat koordinasi dengan Penjabat Wali Kota Palangkaraya Hera Nugrahayu untuk memperpanjang status tanggap darurat.
Sebelumnya, Gubernur Kalteng Sugianto Sabran memperpanjang status tanggap darurat Kalteng selama delapan hari dan akan berakhir pada 16 Oktober 2023. ”Dengan diperpanjangnya status tanggap darurat, kami berharap penanggulangan kebakaran lahan bisa lebih intensif,” kata Sugianto.