Limbah Batubara Cemari Pesisir Aceh Barat
Tumpahnya batubara ke laut telah berulang-ulang terjadi, tetapi belum ada langkah tegas pemerintah pada perusahaan. Tumpahnya batubara mencemari laut dan merugikan nelayan setempat.
MEULABOH, KOMPAS — Tumpahan batubara di pesisir Meureubo, Kabupaten Aceh Barat, Aceh, mencemari perairan dan mengganggu aktivitas nelayan. Perusahaan tambang diminta bertanggung jawab atas pencemaran itu.
Sepanjang pantai Desa Peunaga Rayeuk di Meureubo dipenuhi bongkahan batubara seukuran batu kerikil. Bongkahan itu juga kerap tersangkut dan merusak jaring nelayan.
Muslim (55), nelayan Desa Ujong Drien, Kecamatan Meureubo, beberapa kali mengalami nasib buruk. Saat melempar jaring, yang didapat bukan ikan, melainkan batubara.
Bahkan, beberapa kali jaring miliknya robek. ”Ini batubara yang masuk ke jaring saya. Bongkahan besar tidak saya bawa pulang,” kata Muslim, Minggu (15/10/2023), seraya menunjukkan batubara di tangannya.
Muslim mengeluarkan ember dari lambung kapal. Ember itu berisi batubara yang dia temukan di laut saat menjaring ikan. Dia menjaring ikan di sekitar area lalu lalang tongkang batubara sekitar 5 mil dari garis pantai.
Baca juga : Pengawasan Lemah, Perairan Barat Aceh Terancam Limbah Batubara
Agar jaringnya tetap aman, tidak jarang ia terpaksa melaut lebih jauh. Ongkos melaut jadi lebih mahal dan ikan yang didapat tak sebanyak yang diharapkan.
Ia pernah menyampaikan protes dan menuntut perusahaan membayar ganti rugi atau kompensasi, tetapi pihak perusahaan meminta bukti bahwa jaring ikannya robek karena batubara.
Untuk mengurangi padatnya limbah batubara di tepi pantai, nelayan mencoba menyiasatinya. Mereka mengumpulkan bongkahan-bongkahan yang menyebar di sepanjang pesisir. Selain mengurangi kepadatan limbah, upaya itu sekaligus memberikan penghasilan tambahan.
Salma, warga setempat, ikut memungut tumpahan batubara, lalu mengumpulkannya ke dalam karung. Hasilnya dibawa ke petugas di pelabuhan muat batubara milik perusahaan tambang itu. ”Satu karung (bernilai) Rp 20.000,” kata Salma, Selama dua hari, ia dapat mengumpulkan 10 karung.
Salma menyebut tumpahan batubara itu dari kapal milik perusahaan yang terseret ombak ke pantai. Di lokasi itu terdapat dua perusahaan, yakni Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1-2 Nagan Raya dan perusahaan tambang Mifa Bersaudara.
Baca juga : Batubara Kotori Laut Aceh Barat
PLTU memanfaatkan batubara yang dipasok dari Pulau Kalimantan. Sementara Mifa Bersaudara memproduksi batubara untuk dijual ke luar negeri.
Awalnya batubara itu memenuhi pantai. Belakangan, warga memungutnya. ”Daripada tidak ada kerjaan, kumpulkan batubara dapat uang sedikit,” katanya.
Selain Salma, belasan warga juga turut serta. Puluhan karung yang telah terkumpul diletakkan di tepi pantai, menunggu pihak perusahaan datang untuk mengambilnya.
Insiden tumpahnya batubara ke laut Meureubo telah berdampak buruk pada aktivitas nelayan tradisional. Tidak jarang, saat menjaring ikan yang didapat justru batubara.
Ada potensi pelanggaran regulasi lingkungan hidup, seharusnya pemerintah menjatuhkan sanksi terhadap perusahaan.
Dosen Ilmu Hukum Lingkungan Universitas Teuku Umar, Irsadi Aristora, pernah melakukan penelitian dampak batubara terhadap laut Meureubo. Irsadi menyimpulkan tumpahan batubara di perairan tersebut mengancam kelestarian laut dan keindahan pantai.
”Ada potensi pelanggaran regulasi lingkungan hidup, seharusnya pemerintah menjatuhkan sanksi terhadap perusahaan,” ujarnya.
Baca juga : Krueng Aceh Tercemar Mikroplastik
Sementara itu, Ketua Alam Hutan Lingkungan Barat Selatan Rufa Ali mengatakan, pemerintah tidak serius mengawasi investasi tambang batubara di Aceh Barat. Tumpahnya batubara ke laut telah berulang-ulang terjadi, tetapi pemerintah tidak berani menjatuhkan sanksi.
”Tidak ada keseriusan menangani pencemaran laut. Pemerintah harus lebih tegas dalam menyikapi masalah ini,” kata Ali.
Ali mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan turun tangan untuk memeriksa kondisi laut dan menindak perusahaan yang melakukan kesalahan.
Sebelumnya, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Aceh Mahdinur mengatakan, pihaknya menegur perusahaan tambang batubara agar melakukan operasi sesuai prosedur. Namun, kata Mahdinur, setiap ada insiden tumpahnya batubara, perusahaan selalu melakukan pembersihan.
Baca juga : Batubara, Dibenci Sekaligus Dibutuhkan
Ditemui terpisah, Manajer Bagian Coal & Ash Handling PLTU 1-2 Nagan Raya Azie Anhar menuturkan, titik pemindahan batubara dari kapal ke stockpile atau penimbunan dilakukan dengan standar yang baik sehingga kecil kemungkinan tumpah ke laut.
Selain itu, kata Azie, dermaga jetty milik PLTU memiliki water break atau pemecah gelombang sehingga jika terjadi tumpahan batubara saat proses bongkar terbawa arus hingga ke pantai di luar jetty.
Tidak jauh dari dermaga milik PLTU terdapat jetty milik PT Mifa Bersaudara. Jetty milik Mifa dibangun menjorok ke laut. Di dermaga itu, batubara dipindahkan ke tongkang.
Sementara itu, dalam suratnya, pihak PT Mifa Bersaudara menjelaskan perusahaan itu pemegang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Komoditi Batubara, berdasarkan Surat Keputusan Bupati Aceh Barat Nomor 117b Tahun 2011 tentang Penyesuaian Izin Pertambangan Operasi Produksi PT Mifa Bersaudara (IUP-OP) yang berlokasi di Desa Sumber Batu, Kecamatan Meureubo, Kabupaten Aceh Bara. "Sejak berdirinya perusahaan sampai dengan saat ini kami selalu menerapkan prinsip Good Mining Practice di dalam menjalankan kegiatan operasional pertambangan," tertulis dalam surat yang ditandatangani Advocate dan GM External PT Mifa Bersaudara Finza Yugistira Das. Ia menambahkan, bahwa belakangan dipengaruhi banyak faktor termasuk cuaca, telah terjadi kejadian tercecernya serpihan/pecahan batubara yang terdampar pada sekitar Pantai Aceh Barat. Perseroran turut prihatin atas kejadian tersebut. Langkah-langkah antisipasi serta penanggulangan dilakukan perseroan untuk melakukan pembersihan. Hal tersebut sebagai bentuk kesadaran perseorangan sebagai salah satu bagian dari pelaku usaha dan bagian dari masyarakat Aceh Barat. Ditambahkan, seluruh tindakan antisipasi dan penanggulangan yang perseroan lakukan turut menggandeng pihak-pihak terkait dan telah dilaporkan kepada Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Prov Aceh.
Ditemui terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Aceh Barat Bukhari mengatakan, tak satu pun dari kedua perusahaan, yakni PLTU dan PT Mifa Bersaudara, yang mau mengakui insiden tumpahnya batubara di pesisir Meureubo. Meski demikian, imbuh Bukhari, kedua perusahaan itu berkomitmen untuk membersihkan bersama setiap ada kejadian batubara tumpah ke laut.
Baca juga: Setahun, Banda Aceh Hasilkan 13.000 Ton Sampah Plastik
Namun, saat ditanya perihal pengawasan terhadap pencemaran itu, ia menyebut urusan pertambangan berada di bawah pemerintah provinsi. Pemerintah kabupaten tak punya wewenang untuk menindaknya. Sejauh ini pihaknya hanya dapat meminta kedua perusahaan itu untuk melakukan operasi yang aman. Perusahaan juga diminta segera membersihkan perairan apabila batubaranya kembali tumpah ke laut.
*Tulisan ini telah mengalami perubahan pada 28 Oktober 2023 dengan menambahkan hak jawab PT Mifa Bersaudara