Pengawasan Lemah, Perairan Barat Aceh Terancam Limbah Batubara
Kasus terbaru terjadi pada pertengahan 13-14 Maret 2023. Bongkahan batubara tumpah di perairan Kecamatan Meureubo, Aceh Barat. Bongkahan warna hitam itu sebagian tenggelam ke laut dan pantai.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Pencemaran perairan barat Aceh karena aktivitas angkut tambang batubara dapat mengancam kelestarian alam dan berdampak buruk pada aktivitas nelayan. Pemerintah Aceh didesak untuk memperkuat pengawasan dan menjatuhkan sanksi bagi perusahaan yang melanggar.
Warga yang tergabung dalam Barisan Masyarakat Peduli Tambang (BMPT) pada Senin (17/7/2023) berdemonstrasi di Kantor Dinas Energi Sumber Daya Mineral Aceh, Banda Aceh, Aceh. Mereka mendesak dinas yang menangani pertambangan tersebut memperkuat pengawasan di lapangan.
Koordinator BMPT Saiful Mulki menuturkan, tumpahan batubara milik perusahaan tambang dan perusahaan listrik di Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Nagan Raya sudah terjadi berulang-ulang. Dia menilai pemerintah daerah tidak tegas terhadap perusahaan sehingga kejadian serupa terulang.
Kasus terbaru terjadi pada pertengahan 13-14 Maret 2023. Bongkahan batubara tumpah di perairan Kecamatan Meureubo, Aceh Barat. Bongkahan warna hitam itu sebagian tenggelam ke laut dan sebagian diseret ombak sehingga membuat pantai ikut tercemar.
Saiful mengatakan, kasus tersebut terjadi berulang-ulang sejak 2017, tetapi selama ini pemerintah tidak serius menangani. Menurut dia, tumpahan batubara berdampak buruk pada biota laut. Dalam bongkahan batubara terdapat senyawa kimia yang berbahaya bagi makhluk hidup. Zat karbon dan besi sulfida pada batubara dapat mengubah kondisi air laut. Perubahan air laut akan memicu migrasi ikan.
Ia menambahkan, tumpahan batubara di laut telah menurunkan tangkapan nelayan. Nelayan kini harus berlayar lebih jauh dari biasanya. ”Apabila kondisi ini dibiarkan akan berdampak serius kepada masyarakat, khususnya nelayan, karena mengganggu aktivitas mereka,” ujarnya.
Massa yang tergabung dalam BMPT mendesak Pemerintah Provinsi Aceh, Pemerintah Kabupaten Aceh Barat, Pemerintah Kabupaten Nagan Raya, dan lembaga terkait untuk memperkuat pengawasan dan berani menjatuhkan sanksi.
Dihubungi terpisah, Kepala Bidang Mineral dan Batubara Dinas ESDM Aceh Khairil Basyar mengatakan, tumpahan batubara yang terjadi pada pertengahan Maret 2023 telah dibersihkan oleh PT Mifa Bersaudara dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Nagan Raya.
“Persoalan ini sudah selesai. Mereka (perusahaan) telah bertanggungjawab terhadap tumpahan batubara,” kata Khairil.
Ia menyebutkan, pembersihan dilakukan dengan melibatkan warga setempat dan dibayar oleh perusahaan Rp 25.000 per karung. Namun, Khairil mengatakan, perusahaan sempat membiarkan tumpahan itu dan baru melakukan pembersihan seusai keluar hasil uji laboratorium.
”Kami telah mengingatkan PT Mifa Bersaudara dan PLTU jika ada tumpahan harus segera dibersihkan,” kata Khairil.
Khairil mengatakan, pengawasan pertambangan dan aktivitas angkut, antara lain, melibatkan instansi lingkungan hidup dan perhubungan serta otoritas pelabuhan.
Kami telah mengingatkan PT Mifa Bersaudara dan PLTU jika ada tumpahan harus segera dibersihkan.
Data dari Dinas ESDM Aceh pada 2022 Aceh telah mengekspor 7,7 juta ton batubara ke banyak negara, seperti India, Thailand, dan Vietnam. Adapun nilai transaksi mencapai Rp 5,2 triliun. Dari nilai ekspor tersebut, negara memperoleh royalti atau pendapatan bukan pajak sebesar Rp 466,4 miliar.
Direktur Aliansi Pemuda Peduli Lingkungan Aceh Syukur Tadu mengatakan, pemerintah daerah harus berani tegas pada perusahaan yang melanggar aturan agar kesalahan serupa tidak berulang. Di sisi lain, Syukur mendesak perusahaan memberikan kompensasi kepada warga yang terdampak.