Korupsi Anggaran DPRD Paniai Rp 59 Miliar, 11 Terdakwa Dijerat Dua Pasal
Sebanyak 11 terdakwa kasus penyalahgunaan anggaran DPRD Paniai senilai Rp 59,4 miliar mulai disidang. Mereka dijerat dua pasal terkait tindak pidana korupsi.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·2 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS - Kasus dugaan korupsi anggaran DPRD Kabupaten Paniai, Papua, senilai Rp 59,4 miliar, mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Jayapura, Kamis (5/10/2023). Sebanyak 11 terdakwa kasus itu dijerat dengan dua pasal tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sidang dengan agenda pembacaan dakwaan itu dipimpin Tobias Benggian selaku Ketua Majelis Hakim bersama dua Hakim Anggota, yakni Linn Carol Hamadi dan Muhammad Tadzwif Mustari.
Tim jaksa penuntut umum dalam kasus ini dalah Ricky Raymond Biere, Yeyen Erwino, Oktovianus Talitti, Maryo Sapulete dan Rumata Rosinnita Sianya. Kelimanya dari Kejaksaan Tinggi Papua.
Saat membacakan dakwaan, Rumata menyatakan, 11 orang tersebut didakwa melakukan tindak pidana korupsi anggaran peningkatan kapasitas DPRD Paniai Tahun Anggaran 2018 senilai Rp 59,4 miliar. Mereka terdiri dari sembilan mantan anggota DPRD Paniai periode 2014-2019 dan dua orang pegawai negeri sipil di Sekretariat DPRD Paniai.
Sembilan mantan anggota DPRD Paniai periode 2014-2019 itu adalah Otopianus Tagi, Pilemon Kayame, Petrus Zonggonau, Petrus Yeimo, Habakuk Pigai, Naftali Pakopa, Simon Gobai, Beni Yogi, dan Deni Gobai. Sementara dua pegawai Sekretariat DRPD Paniai adalah Amon Tebai dan Sepanya Pigome.
Dalam kasus ini, telah terjadi penggunaan anggaran untuk kegiatan peningkatan kapasitas anggota DRPD Paniai. Namun, para anggota dewan sama sekali tidak melaksanakan kegiatan peningkatan kapasitas meskipun telah menerima anggaran tersebut sepanjang tahun 2018.
"Amon Tebai selaku bendahara membuat laporan pertanggungjawaban fiktif terkait penggunaan anggaran peningkatan kapasitas di DPRD Paniai. Padahal, para terdakwa yang merupakan anggota DPRD Paniai tidak menggunakan anggaran tersebut sesuai peruntukannya," kata Rumata.
Rumata menyatakan, dalam dakwaan primer, para terdakwa dijerat dengan Pasal 2 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara dalam dakwaan subsider, para terdakwa dijerat Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
"Para terdakwa menggunakan anggaran peningkatan kapasitas lembaga DPRD Paniai untuk kepentingan pribadinya. Hal ini melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharan Negara, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007," ujar Rumata.
Ketua Majelis Hakim, Tobias Benggian, menyatakan tidak menahan para terdakwa dengan syarat selalu mengikuti proses persidangan. "Apabila ada yang menghambat proses persidangan, maka majelis hakim akan mengeluarkan surat perintah penahanan, " ujarnya.
Salah seorang terdakwa, Naftali Pakopa, mengatakan akan mematuhi aturan dengan mengikuti proses hukum hingga selesai. "Kami meminta agar persidangan dilakukan di Nabire yang berdekatan dengan daerah Paniai. Hal ini untuk menghemat biaya transportasi untuk dari Nabire ke Jayapura," katanya.