Impian Transportasi Tanah Air Melesat Maju dalam Laju Whoosh
Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh diresmikan Presiden Joko Widodo. Transportasi publik darat tercepat di Asia Tenggara ini mendorong kemajuan moda Tanah Air.
Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh membawa Indonesia sebagai negara pertama yang menjalankan alat transportasi darat tercepat di Asia Tenggara. Impian untuk transportasi publik yang lebih baik di Tanah Air membubung tinggi di tengah laju kereta peluru ini.
Keunggulan kereta cepat ini dijajal Presiden Joko Widodo berkali-kali. Salah satunya dalam rangka peresmian Whoosh, Senin (2/10/2023). Peresmian ini juga menandakan Whoosh bisa beroperasi dengan Keputusan Menteri Perhubungan No KM 114 Tahun 2023 terkait Izin Operasi Sarana Perkeretaapian Umum PT Kereta Api Cepat Indonesia-China (KCIC).
Baca juga: Resmikan Kereta Whoosh, Presiden Tak Targetkan Untung-Rugi
Kereta cepat buatan China tersebut bisa melaju dengan kecepatan 350 kilometer per jam. Hingga saat ini, belum ada transportasi darat massal di Asia Tenggara yang menyamai kecepatannya. Menurut Presiden Jokowi, bunyi kereta peluru yang melesat ini menjadi inspirasi untuk menamainya Whoosh.
”Ini merupakan kereta cepat pertama di Indonesia dan Asia Tenggara dengan kecepatan 350 kilometer per jam. Kami namakan Whoosh, singkatan dari Waktu Hemat, Operasi Optimal, Sistem Hebat. Ini diinspirasi dari suara yang melesat dari kereta berkecepatan tinggi ini,” ujar Presiden dalam sambutannya di Stasiun Halim, DKI Jakarta.
Ucapan Presiden langsung dibuktikan dengan perjalanan menuju Stasiun Kereta Cepat Padalarang, Bandung Barat, yang terpaut jarak lebih dari 100 kilometer dari Halim. Rombongan Presiden tiba di sana sekitar pukul 09.40, Padahal, sebelumnya orang nomor satu di republik ini baru saja menekan tombol peresmian di Halim sekitar pukul 09.00.
Setelah sampai di Stasiun Padalarang, Presiden lalu menggunakan kereta pengumpan (feeder) menuju Stasiun Bandung. Dengan kereta ini, waktu tempuh hanya 19 menit jika tidak berhenti di Stasiun Cimahi.
Keunggulan Whoosh yang mampu melesat ratusan kilometer per jam ini membuat Faqih (31), warga Kota Bandung, tertarik. Sebelum ada kereta cepat, dia membutuhkan waktu jauh lebih lama jika menggunakan moda transportasi darat lainnya.
Dengan menggunakan KA Argo Parahyangan, misalnya, Faqih membutuhkan waktu hampir tiga jam dari Stasiun Gambir (Jakarta) menuju Stasiun Bandung. Bahkan, dia membutuhkan waktu hingga lebih dari dua jam jika menggunakan kendaraan pribadi dengan jalur tol.
Karena itu, pria yang bekerja sebagai karyawan swasta di Bandung ini penasaran. Dia menjajal kereta cepat ini saat uji coba untuk publik dibuka, bahkan ikut rebutan tiket bersama ribuan penumpang lainnya.
Menurut data KCIC, dalam dua minggu semenjak dibuka uji coba, 15 September 2023, penumpang yang menaiki kereta peluru ini mencapai lebih dari 60.000 orang. Pengetesan ini dilakukan tanpa biaya sehingga warga yang ingin mencoba membeludak.
”Saya beberapa hari setelah uji coba dibuka baru dapat giliran naik kereta cepat. Sampai-sampai saya niat war ticket tengah malam biar bisa naik,” ujarnya sambil tertawa.
Ketertarikan ini beralasan. Selain ingin merasakan kecepatannya, Faqih juga belum pernah naik kereta peluru yang hanya bisa dijumpai di negara-negara maju. Dia takjub dengan sederet teknologi kereta cepat yang dibawa dari ”Negeri Tirai Bambu” tersebut.
Kereta tipe KCIC400AF ini meluncur cepat di jalur sepanjang 142,3 kilometer dari Stasiun Halim ke Stasiun Kereta Cepat Tegalluar di Kabupaten Bandung. Total waktu tempuh Whoosh mencapai 44 menit dengan persinggahan di Stasiun Kereta Cepat Karawang dan Stasiun Kereta Cepat Padalarang.
Baca juga: Teknologi Canggih Topang Kenyamanan di Kereta Cepat
”Kenyamanannya jauh berbeda. Guncangan yang biasanya ada di kereta api biasa tidak dirasakan di kereta cepat ini. Perjalanannya juga nyaman dan tidak lama sehingga saya tidak merasa lelah meskipun bolak balik Jakarta-Bandung,” ujarnya.
Modernisasi transportasi
Dalam sambutannya, Presiden Jokowi menyatakan proyek kereta cepat ini menandai transportasi massal yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Dengan teknologi modern di dalamnya, Whoosh membawa berbagai hal baru dan memberikan pengalaman berharga bagi Indonesia.
”Proyek kereta cepat ini hal baru bagi kita. Baru teknologinya, kecepatannya, konstruksinya, hingga pembiayaannya. Dalam proses ini bisa muncul hal-hal yang tidak terduga, kesulitan di lapangan dan ketidaksempurnaan. Pengalaman ini mahal, tetapi sangat berharga,” ujarnya.
Kereta cepat ini berbasis tenaga listrik dengan konsumsi daya setiap rangkaian mencapai 9.750 kilowatt sehingga mampu memberikan akselerasi lebih baik saat melewati trase dengan elevasi 30 per mil. Teknologi ini dipastikan membuat Whoosh mampu melibas lintasan Jakarta-Bandung yang cenderung menanjak.
Tidak hanya mengandalkan teknologi dari China, sentuhan karya anak bangsa juga hadir di sini. Bantalan rel jalur kereta peluru ini diproduksi PT Wika Beton dengan mengadopsi teknologi dari China sehingga sesuai dengan kebutuhan.
Dalam keterangan KCIC, kereta cepat yang hadir di Indonesia ini mampu beroperasi di empat iklim, salah satunya di iklim tropis seperti Indonesia yang memiliki suhu dan kelembaban tinggi. Whoosh juga diklaim aman karena dibekali penangkal petir hingga sistem rem darurat.
Integrasi
Meskipun hadir dengan sederet teknologi mutakhir, kehadiran Whoosh masih sulit dijangkau masyarakat, terutama di kawasan Bandung Raya. Selain Stasiun Padalarang, akses menuju Stasiun Tegalluar juga masih dikeluhkan warga yang melakukan uji coba.
Tagor (29), warga Bandung yang turut mencoba Whoosh dari Tegalluar, mengaku sulit untuk mencapai stasiun ini. Kondisi ini berbanding terbalik dengan akses transportasi di Stasiun Halim yang terintegrasi dengan moda lainnya.
”Waktu mencoba kereta cepat dari Tegalluar, saya terpaksa naik ojek daring karena tidak ada angkutan umum. Kalau di Jakarta, katanya sudah banyak pilihan moda dan saya tertarik untuk mencoba saat semuanya diresmikan,” ujarnya.
Di Stasiun Halim, penumpang memiliki banyak pilihan. Tidak hanya LRT, penumpang juga bisa menggunakan bus Transjakarta Rute 7W dari yang melayani Cawang-Stasiun Halim dengan 10 titik pemberhentian.
Kemudahan akses transportasi publik ini dirasakan Tagor yang bekerja di Jakarta Selatan. Dia kerap menggunakan transportasi publik saat berpindah dari satu titik ke titik lainnya. Namun, jika pulang ke Kota Bandung, dia lebih sering menggunakan kendaraan pribadi.
”Saat kereta cepat ini hadir, saya baru sadar integrasi transportasi di Bandung jauh tertinggal dibandingkan Jakarta. Di Bandung, saya masih mengandalkan kendaraan pribadi atau ojek daring. Saya berharap angkutan umum di Bandung bisa selengkap Jakarta,” tutur Tagor.
Penjabat Gubernur Jabar Bey Machmudin menyatakan, integrasi moda transportasi di Bandung Raya ini juga menjadi perhatian Presiden Joko Widodo. Dalam rapat terbatas bersama Presiden, Rabu (27/9/2023), Jabar diminta untuk segera mengkaji rencana penggunaan LRT di Bandung Raya.
”Arahan Presiden, semua transportasi sebaiknya terintegrasi sehingga memudahkan masyarakat dan diharapkan kemacetan di kota metropolitan seperti Bandung Raya bisa dikurangi,” ujarnya.
Kepala Dinas Perhubungan Jawa Barat A Koswara menyebut, rencana konstruksi LRT di Bandung Raya dimulai tahun 2027-2028. Prioritas pembangunan LRT ini ada di koridor Tegalluar-Leuwipanjang dan Leuwipanjang-Dago.
Transportasi maju
Di tengah kemegahan proyek Whoosh yang menghubungkan Jakarta-Bandung, muncul impian untuk masa depan transportasi Indonesia yang lebih baik. Joko Santoso (52), warga Jombang yang bekerja di Bandung, berharap Whoosh tidak untuk Jakarta-Bandung saja.
”Kalau pulang dari Bandung ke rumah saya bisa sampai belasan jam naik kereta api pulang-pergi. Jadi Kalau sudah ada kereta cepat, pasti bakal memangkas waktu dan saya bisa lebih lama bermain dengan anak-anak di rumah,” ujarnya.
Sebagai juru masak yang telah berpindah ke berbagai tempat di Tanah Air, Joko juga kerap kesulitan menemukan sistem transportasi yang terpadu di daerah lain, terutama di kawasan timur Indonesia. Dia berharap semangat negara untuk memperbaiki sistem transportasi juga berlaku di daerah lainnya.
”Saya pernah bekerja di Labuan Bajo, Papua, Kupang, dan daerah timur lainnya. Susah sekali kalau menggunakan kendaraan umum. Semoga saja perhatian Negara tidak berhenti sampai di Kereta Cepat Jakarta-Bandung saja,” katanya.
Teknologi kereta cepat yang digunakan Whoosh untuk mengantarkan penumpang ini menjadi momentum untuk sistem transportasi umum modern dan mumpuni. Tidak hanya itu saja, integrasi antar moda juga dinanti sehingga masyarakat bisa berpindah dengan cepat, aman, nyaman dan sampai tujuan.
Baca juga: Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Simbol Transformasi Transportasi Indonesia