Revisi UU IKN Disetujui Komisi II, Hak Masyarakat agar Diperhatikan
Sebanyak delapan fraksi dari sembilan fraksi di DPR setuju revisi UU IKN akan dibawa ke tahap selanjutnya, yakni Rapat Paripurna DPR.
Oleh
SUCIPTO
·4 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Komisi II DPR menyetujui pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara berlanjut ke tahap selanjutnya. Sejumlah fraksi partai mengingatkan pemerintah agar tetap melindungi hak masyarakat lokal dalam proses pembangunan ibu kota baru yang sudah berlangsung sejak 2022.
Hal itu menjadi pembahasan dalam rapat kerja tingkat I Rancangan UU (RUU) Perubahan UU No 3/2022 tentang Ibu Kota Negara antara Komisi II DPR dan perwakilan pemerintah di Jakarta yang juga disiarkan dalam jaringan, Selasa (19/9/2023). Hadir dalam rapat tersebut Kepala Otorita IKN Bambang Susantono, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa.
Selain itu, hadir pula Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Hadi Tjahjanto, perwakilan dari Kementerian Hukum dan HAM, dan perwakilan dari Kementerian Keuangan. Dari sembilan fraksi di Komisi II DPR, delapan fraksi menyetujui RUU Perubahan UU No 3/2022 tentang IKN bisa dilanjutkan ke tahap selanjutnya.
Delapan fraksi yang setuju itu adalah Fraksi PDI-P, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat, PAN, dan PPP. Sementara itu, satu fraksi yang menolak yaitu Fraksi Partai Keadilan Sejahtera. Dengan demikian, sebagian besar pandangan mini fraksi menyetujui pembahasan revisi UU IKN ini berlanjut ke tahap selanjutnya.
”Kita sama-sama setujui untuk melanjutkannya ke pembicaraan tingkat I dan kemudian untuk pengambilan keputusan dalam Rapat Paripurna DPR yang akan datang,” ujar Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung.
Dalam naskah akademik RUU Perubahan UU IKN, revisi UU IKN yang diajukan pemerintah meliputi 10 perubahan pasal eksisting dan tujuh penambahan pasal baru. Hal itu meliputi sembilan pokok perubahan, yakni mengenai luas dan batas wilayah; tata ruang; pertanahan; serta pengelolaan keuangan, barang milik negara, barang milik otorita, dan pembiayaan.
Selanjutnya, revisi dan penambahan pasal mengenai pengisian jabatan pejabat tinggi pratama non-PNS di Otorita IKN; penyelenggaraan perumahan, jaminan keberlanjutan; serta pemantauan dan peninjauan.
Otorita IKN merupakan lembaga setingkat kementerian/lembaga yang bertindak sebagai pemerintah daerah khusus (pemdasus). Lantaran keunikannya itu, nantinya tak ada lembaga setingkat DPRD di IKN. Untuk itu, dalam revisi UU IKN ini, pemerintah mengajukan penambahan pasal 42 ayat (7).
Penambahan pasal itu berbunyi, ”Pengawasan, pemantauan, dan peninjauan atas penyelenggaraan Pemdasus IKN dilakukan oleh DPR melalui alat kelengkapan Dewan yang membidangi pemerintahan (Komisi II). Arsul Sani dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan berpendapat, hal ini memperjelas siapa mitra dan pengawas Otorita IKN dalam menjalankan tugasnya.
”Ini akan menjadi baik karena akan menegaskan komisi mana di DPR yang akan melakukan tugas konstitusional, terutama di bidang pengawasan dan anggaran,” katanya.
Melindungi hak masyarakat
Sementara itu, Mohamad Muraz dari Fraksi Partai Demokrat menyampaikan, pemerintah harus memastikan tenggang waktu perubahan status Otorita IKN menjadi pemdasus. Hal ini, menurut dia, akan berpengaruh terhadap kepastian hukum mengenai kerja sama hingga pemberian dan pembayaran utang IKN.
Selanjutnya, Muraz meminta pemerintah agar seluruh kebijakan yang dijalankan harus melindungi hak masyarakat. Menurut pandangan mini fraksi Partai Demokrat di Komisi II, seluruh kebijakan pemerintah hendaknya mengutamakan rasa keadilan dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Hal tersebut juga disampaikan Fachrul Razi, anggota Dewan Perwakilan Daerah. Dari sembilan kluster pembahasan revisi UU IKN, pihaknya tak menemui masalah. Kendati demikian, ia menekankan agar pemerintah melindungi masyarakat lokal sehingga tidak terusir dari wilayahnya dalam pembangunan ibu kota baru.
”Meski demikian, DPD RI kembali menekankan, revisi UU IKN jangan sampai merugikan hak-hak atas tanah yang dikuasai masyarakat setempat. Dan, dalam alih fungsi lahan dapat melibatkan partisipasi yang berarti dari penduduk asil, baik dalam perencanaan maupun dalam pelaksanaannya,” kata Fachrul Razi.
Dalam pendapat akhir mewakili pemerintah, Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan, Otorita IKN merupakan entitas yang unik yang belum ada sebelumnya di Indonesia. Menurut dia, penyempurnaan dalam rapat pembahasan tingkat I dengan Komisi II DPR telah menguatkan sembilan pokok kewenangan Otorita IKN.
Meski demikian, DPD RI kembali menekankan, revisi UU IKN jangan sampai merugikan hak-hak atas tanah yang dikuasai masyarakat setempat. Dan, dalam alih fungsi lahan dapat melibatkan partisipasi yang berarti dari penduduk asil, baik dalam perencanaan maupun dalam pelaksanaannya.
Suharso menyampaikan, IKN dibangun sebagai bagian untuk mencapai target visi Indonesia 2045, yakni Indonesia sebagai negara yang berdaulat, maju, dan berkelanjutan. ”Sekaligus mengubah orientasi pembangunan menjadi Indonesia sentris untuk pemerataan pembangunan dan percepatan transformasi Indonesia,” katanya.