Diduga Dianiaya Sejumlah Temannya, Seorang Santri di Temanggung Tewas
Seorang santri di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, tewas diduga dianiaya oleh sejumlah temannya. Penganiayaan itu dilakukan karena korban disebut mencuri uang milik temannya.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
TEMANGGUNG, KOMPAS — Seorang santri sebuah pondok pesantren di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, tewas diduga dianiaya oleh sejumlah temannya. Aksi penganiayaan itu dilakukan karena korban disebut mencuri uang milik salah seorang temannya.
Kasus penganiayaan itu terjadi di pondok pesantren yang berlokasi di Desa Klepu, Kecamatan Pringsurat, Temanggung, Minggu (10/9/2023). Korban penganiayaan itu berinisial MNF (15), warga Kabupaten Semarang, Jateng.
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Jateng Komisaris Besar Stefanus Satake Bayu Setianto, Senin, mengatakan, peristiwa tersebut terjadi pada Minggu sekitar pukul 09.30. Saat itu, korban diduga ketahuan mencuri uang milik salah seorang temannya.
Setelah itu, korban dinasihati oleh temannya di kamar. Namun, korban kemudian dipukuli oleh beberapa temannya. ”Karena teman-teman korban emosi, kemudian dipukuli dan korban pingsan,” kata Satake melalui keterangan tertulis.
Setelah itu, pengurus pondok pesantren (ponpes) membawa korban ke Puskesmas Rejosari di Kecamatan Pringsurat. Namun, karena puskesmas tersebut tutup, korban kemudian dibawa ke Gumuk Walik Medika, sebuah klinik 24 jam di Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang, Jateng.
Salah seorang petugas di klinik Gumuk Walik Medika mengatakan, korban diterima pada Minggu pukul 12.12. Namun, dari hasil pemeriksaan, korban sudah tidak bernyawa. Pada Minggu petang, jenazah korban dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Temanggung untuk diotopsi.
Menurut petugas yang enggan disebut namanya itu, berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan di klinik Gumuk Walik Medika, korban mengalami banyak luka lebam di kepala dan luka lain di bagian wajah. Di pipi sebelah kiri juga terlihat luka melintang dengan bekas darah yang sudah mengering.
Satake menyatakan, diduga ada delapan santri yang turut menganiaya korban. Para pelaku penganiayaan itu masih tergolong anak-anak dan berasal dari beberapa wilayah di Jateng.
Mereka yang diduga melakukan penganiayaan itu antara lain MYS (14) yang berasal dari Kabupaten Batang, M (14) asal Kabupaten Magelang, dan WRA (14) asal Kabupaten Kendal. Sementara itu, lima orang lain berasal dari Kabupaten Semarang, yakni NNF (13), TMS (14), MD (13), ARR (14), dan KNRK (13).
Kepala Kepolisian Resor Temanggung Ajun Komisaris Besar Ary Sudrajat mengatakan, polisi masih terus berupaya mendalami kasus tersebut untuk mengetahui lebih detail motif di balik kasus penganiayaan itu. ”Sejak tadi malam hingga pagi ini, tim kami masih turun di lapangan untuk melakukan pemeriksaan,” katanya.
Ary menambahkan, Polres Temanggung juga terus berupaya menghimpun keterangan saksi, termasuk saksi ahli dari Bidang Kedokteran dan Kesehatan Polda Jateng.
Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan di klinik Gumuk Walik Medika, korban mengalami banyak luka lebam di kepala.
Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Temanggung Fatchur Rochman menyatakan, pihaknya sangat menyesalkan terjadinya kasus penganiayaan di ponpes tersebut. Apalagi, kasus tersebut sampai menimbulkan korban meninggal.
Menurut Fatchur, Kantor Kemenag Temanggung sudah sering melakukan sosialisasi ke ponpes untuk mencegah terjadinya aksi kekerasan, penyalahgunaan narkoba, dan kekerasan seksual. Dia juga menyebut, ponpes tempat terjadinya penganiayaan itu pernah mendapat bantuan dana dari pemerintah pusat dengan nilai sekitar Rp 150 juta untuk perbaikan gedung dan mendukung pembelajaran para santri.