Temuan Komnas HAM, Kasus Kekerasan Dominan di Dua DOB Papua
Komnas HAM menyatakan, terjadi 54 kasus kekerasan di wilayah Papua selama delapan bulan terakhir. Mayoritas kekerasan terjadi di Papua Tengah dan Papua Pegunungan.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Berdasarkan pantauan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, terjadi 54 kasus kekerasan di wilayah Papua selama delapan bulan terakhir. Sekitar 60 persen kasus kekerasan itu terjadi di dua daerah otonom baru, yakni Provinsi Papua Tengah dan Provinsi Papua Pegunungan.
Kepala Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Wilayah Papua Frits Ramandey, saat ditemui di Jayapura, Selasa (5/9/2023), mengatakan, sebanyak 54 kasus itu terjadi pada Januari-Agustus 2023. Data terkait kasus-kasus itu didapat dari pantauan dan pengaduan yang diterima Komnas HAM.
Frits memaparkan, kasus kekerasan dominan terjadi di sejumlah kabupaten di Papua Tengah dan Papua Pegunungan. Kedua provinsi ini baru dimekarkan dari Provinsi Papua pada akhir 2022.
Kabupaten yang sering terjadi konflik di Papua Tengah adalah Dogiyai, Intan Jaya, dan Puncak. Sementara itu, di Papua Pegunungan, konflik kerap terjadi di Nduga, Yahukimo, Pegunungan Bintang, hingga Jayawijaya.
Dalam delapan bulan terakhir, sudah terjadi dua kali kerusuhan di Dogiyai. Dua insiden ini menyebabkan ratusan bangunan terbakar serta warga dan aparat kepolisian terluka.
Di Puncak, kelompok kriminal bersenjata melakukan enam kali aksi teror dalam tiga minggu terakhir. Kelompok itu menembak dua warga hingga mengalami luka berat dan membakar tiga rumah, fasilitas menara telekomunikasi, perpustakaan SMA Negeri 1 Ilaga, dan gudang penyimpanan beras milik Pemerintah Kabupaten Puncak.
”Terjadi siklus kekerasan antara kelompok sipil bersenjata dan aparat keamanan. Hal ini memicu adanya balas dendam sehingga kelompok tersebut menyerang warga sipil yang dicurigai sebagai anggota intelijen,” papar Frits.
Ia menuturkan, hasil pantauan Komnas HAM menunjukkan peningkatan kuantitas kasus kekerasan hingga pertengahan tahun ini. Sementara itu, dari sisi kualitas, terungkap bahwa aksi kekerasan terjadi lebih terkoordinasi. Misalnya, serangan kini ditujukan kepada fasilitas perkantoran, layanan publik, dan rumah warga.
Subkoordinator Bagian Pelayanan Pengaduan di Komnas HAM Perwakilan Wilayah Papua Melchior Weruin merekomendasikan adanya dialog damai antara negara dan kelompok yang bertikai. Hal ini sudah terealisasikan saat pemerintah berdialog dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Finlandia tahun 2005.
”Terkesan masih adanya diskriminasi dari Pemerintah Indonesia untuk membuka perundingan dengan kelompok sipil bersenjata. Padahal, sebelumnya pemerintah sudah melakukan hal yang sama dengan pihak GAM,” kata Melchior.
Terjadi siklus kekerasan antara kelompok sipil bersenjata dan aparat keamanan.
Kapolda Papua Inspektur Jenderal Mathius Fakhiri mengatakan, pihaknya telah melakukan pendekatan yang maksimal dalam penegakan hukum dan upaya persuasif untuk mengatasi gangguan keamanan di wilayah hukum Polda Papua. Upaya ini bersinergi dengan Kodam Cenderawasih dan pemerintah daerah setempat.
”Kami akan memperkuat pengamanan di Papua dalam enam bulan terakhir menjelang pemilihan umum pada awal tahun 2024. Salah satunya dengan mengajukan penambahan bantuan personel bagi Polda Papua yang wilayah tugasnya mencapai empat provinsi,” ujarnya.