Melancong ke Natuna: Tidur di Atas Batu dan Bermain di Taman Laut
Mengapa Laut Natuna jadi rebutan banyak negara? Sekali waktu pergilah untuk menyaksikan keindahan dan kekayaan perairan di perbatasan Indonesia itu.
Oleh
PANDU WIYOGA
·4 menit baca
Kabupaten Natuna di Kepulauan Riau terdiri atas 154 pulau kecil. Pusat pemerintahan ada di Pulau Bunguran. Perjalanan ke sana dapat ditempuh selama 1 jam 45 menit dengan pesawat baling-baling dari Batam.
Lokasi menginap terbaik di Bunguran adalah pesisir bagian timur. Di sana terdapat homestay dan resor yang dibangun di atas batu-batu granit sebesar rumah yang terhampar di sepanjang pantai.
Salah satu penginapan, Natuna Dive Resort (NDR), menawarkan paket menginap sekaligus snorkeling mulai dari Rp 1,2 juta. Resor itu dikelola oleh pasangan suami istri Salsabila Aisha (26) dan Sandi (32).
”Bangunan ini dirancang oleh almarhum arsitek Djuhara. Konsep NDR adalah resor ramah lingkungan sehingga resor ini dibangun tanpa menghancurkan batu-batu granit,” kata Salsa, Selasa (29/8/2023).
Desain bangunan yang mempertahankan kontur tanah penuh batuan granit itu tampak saat wisatawan memasuki kamar. Batu-batu granit dibiarkan menembus lantai dan dinding kamar. Perabotan juga ditata menyesuaikan kontur batu.
Material bangunan yang dipakai sebagian besar menggunakan kayu asli Natuna, seperti kayu resak dan mengkusing. Desain NDR mendapat penghargaan arsitektur terbaik pada Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Award 2021.
”Konsep ramah lingkungan itu kami terapkan juga ke hal-hal lain, misalnya sedotan dari kertas, air minum isi ulang, serta sabun dan sampo isi ulang. Tantangannya memang harga jadi lebih mahal dibandingkan kalau pakai produk sekali pakai,” ujar Salsa.
Pemandangan yang paling menakjubkan di pesisir timur Bunguran adalah menjelang matahari tenggelam. Batu-batu granit raksasa yang berusia jutaan tahun membentuk siluet dengan latar belakang langit jingga.
Sore semakin indah ketika nelayan berbondong pulang dari laut pulang untuk menambatkan perahunya di tepi pantai. Wisatawan dapat menikmati pemandangan tersebut dengan mendayung paddle di laut pesisir yang dangkal dan tenang.
Hari akan menjadi lengkap jika wisatawan menghabiskan malam dengan membakar ikan di tepi pantai. Natuna terkenal dengan kelezatan seafood segarnya. Kepiting, lobster, atau kakap dapat mudah didapatkan dengan harga miring.
Jika sore sampai malam sudah dihabiskan untuk menikmati pantai, maka pagi dan siang adalah saatnya mencicipi keindahan alam bawah air. Laut adalah daya tarik utama Natuna mengingat wilayahnya 99 persen merupakan perairan.
Ombak sedang kurang bersahabat, tetapi pompong (kapal kayu) tetap berlayar membawa enam wisatawan ke Pulau Senoa. Salsa dan Sandi duduk di bagian depan kapal mendengarkan para wisatawan yang bertanya ini dan itu.
Pulau Senoa adalah pulau tak berpenghuni yang terletak sekitar 5 kilometer di sebelah timur Pulau Bunguran. Selain bentangan pasir putih yang indah, di pulau itu juga terdapat goa batu yang dihuni kawanan burung.
”Kalau ombak tenang, sebenarnya kita bisa snorkeling di bibir goa itu. Tapi, hari ini sepertinya itu tidak memungkinkan,” kata Sandi.
Nakhoda pompong kemudian memutar haluan dan mengarahkan kapal ke perairan yang berwarna hijau muda. Ikan-ikan kecil tampak berenang di antara karang yang berwarna-warni.
Ombak masih agak bergejolak, tetapi hal itu seperti tak dihiraukan para wisatawan. Mereka buru-buru mengenakan kacamata selam, snorkel (pipa napas), dan sepatu katak. Lalu byur mereka pun melompat ke laut.
Sembari berenang mengejar ikan dan melihat keindahan terumbu karang, wisatawan juga dapat menikmati pemandangan Gunung Ranai yang tampak membayang di kejauhan. Gunung itu merupakan salah satu destinasi dari sembilan situs Taman Bumi (Geopark) Natuna.
Sayangnya, keindahan alam bahari itu kini terancam. Sejak satu tahun yang lalu berdiri tambang pasir kuarsa di pesisir utara Pulau Bunguran. Reklamasi dan aktivitas kapal tongkang mulai terasa dampaknya.
”Dulu kami sering snorkeling di sekitar lokasi yang kini dijadikan tambang itu. Sekarang sudah enggak bisa lagi, karang-karang mati semua karena mereka mereklamasi pantai untuk bikin pelabuhan,” ujar Sandi.
Menurut dia, dengan mengizinkan tambang pasir kuarsa pemerintah sama saja tidak memikirkan keberlanjutan lingkungan laut. Selain mengancam kegiatan pariwisata, tambang juga berdampak buruk terhadap sektor perikanan tangkap.
Hal senada diungkapkan Wakil Bupati Natuna Rodhial Huda. Ia menilai tambang pasir tidak sesuai dengan lima pilar pembangunan Natuna, yakni kelautan dan perikanan, pariwisata, pertambangan minyak dan gas, pertahanan keamanan, serta lingkungan hidup.
”Tambang pasir kuarsa di Natuna itu bukan investasi untuk daerah, itu hanya pengerukan. Sumber daya kami diambil dan kami hanya gigit jari,” ucapnya.
Menurut Rodhial, Pemerintah Kabupaten Natuna berniat mendorong pembentukan kawasan ekonomi khusus maritim. Dengan begitu, diharapkan perekonomian Natuna akan dapat ditopang oleh industri pengolahan migas dan perikanan.
Daya hidup masyarakat pesisir amat bergantung pada lingkungan laut yang lestari. Sektor perikanan dan pariwisata yang menjadi tumpuan ekonomi warga bakal musnah jika industri ekstraktif dibiarkan terus menjamur di pulau-pulau kecil.