BP Batam Sebut Masyarakat Rempang Serahkan Lahan, Warga Membantah
Badan Pengusahaan Batam menyebut sejumlah warga dan pengusaha di Pulau Rempang menyerahkan lahan secara sukarela. Hal itu dibantah warga.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Warga di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, membantah pernyataan Badan Pengusahaan Batam tentang penyerahan lahan. Mereka menegaskan tetap menolak rencana penggusuran 16 kampung adat untuk pembangunan Rempang Eco City.
Juru bicara Kekerabatan Masyarakat Adat Tempatan (KERAMAT) Pulau Rempang, Suardi, Sabtu (2/9/2023), mengatakan, ada 16 kampung adat di Rempang. Warga meminta pemerintah membangun tanpa menggusur kampung-kampung tersebut.
”Jangan sejengkal pun tanah adat dibagi, itu menjadi semangat utama kami. Pemerintah silakan membangun investasi, tetapi jangan menghapus kampung adat yang menjadi identitas orang Melayu,” kata Suardi.
Menurut rencana, di Pulau Rempang akan dibangun kawasan industri, jasa, dan pariwisata. Proyek bernama Rempang Eco City itu bakal digarap PT Makmur Elok Graha (MEG). Targetnya, menarik investasi hingga Rp 381 triliun pada 2080.
PT MEG diberi alokasi lahan 17.000 hektar, yang mencakup seluruh Pulau Rempang dan Pulau Subang Mas. Oleh karena itu, seluruh penduduk Rempang yang berjumlah lebih kurang 7.500 jiwa harus direlokasi.
Sebelumnya, Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol Badan Pengusahaan (BP) Batam Ariastuty Sirait menyatakan, ada sejumlah masyarakat dan pelaku usaha di Pulau Rempang yang sukarela mengembalikan aset berupa lahan ternak dan tambak kepada pemerintah. Itu disebut sebagai bentuk dukungan masyarakat terhadap proyek strategis nasional pengembangan kawasan Rempang.
Acara penyerahan aset itu dilakukan empat orang di Gedung Marketing Center BP Batam pada 1 September 2023. Sejumlah wartawan yang hadir tidak diizinkan masuk ke ruang pertemuan.
”Kami menyambut dengan senang hati mengenai (penyerahan lahan) oleh beberapa masyarakat dan badan usaha di Rempang sehingga (pembangunan Rempang Eco City) dapat segera berjalan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di daerah itu sendiri,” ujar Ariastuty lewat pernyataan tertulis.
Terkait penyerahan lahan tersebut, Suardi menyatakan, empat orang yang mendatangi BP Batam pada 1 September 2023 itu bukan warga kampung adat. Dari informasi yang dihimpun KERAMAT, keempat orang itu adalah pengusaha yang tidak tinggal di Rempang.
”Kami tidak mengenal mereka dan kami pastikan bukan warga yang bermukim di Pulau Rempang. Kami memohon agar pemerintah mencari solusi terhadap persoalan di Rempang, bukan kucing-kucingan seperti sekarang,” ucap Suardi.
Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjung Pinang, Muhammad Syuzairi, menilai, proyek Rempang Eco City seharusnya bisa dibangun berdampingan dengan permukiman warga. Luas 16 titik permukiman warga asli di Rempang tidak sampai 10 persen dari total luas pulau itu yang mencapai 17.000 hektar.
”Sejak awal sudah jelas warga Rempang tidak mau digusur karena ini menyangkut marwah. Mereka tidak mau identitas dan jati dirinya sebagai orang Melayu pesisir hilang,” katanya pada 21 Agustus 2023.
Sebagai penolakan terhadap relokasi, ribuan warga Melayu dari sejumlah pulau di Kepulauan Riau berdemonstrasi di depan Kantor BP Batam pada 23 Agustus 2023. Selain menolak relokasi kampung adat, warga juga menuntut penghentian intimidasi dan kriminalisasi terhadap warga yang menolak relokasi.
Salah satu perwakilan warga, Syamsurizal, menyebutkan, Kepala BP Batam Muhammad Rudi tidak mau menandatangani surat tuntutan yang saat itu dibawa warga. Menurut dia, BP Batam menyatakan rencana pembangunan di Pulau Rempang adalah kewenangan pemerintah pusat.
Dalam pernyataan tertulis yang diterima Kompas, Kamis (24/8/2023), Ariastuty menyatakan, untuk setiap rumah yang direlokasi, pemerintah telah menyiapkan kavling seluas 500 meter persegi dan rumah tipe 45. Selain perumahan, pemerintah juga akan menyiapkan instalasi air pipa, listrik, jalan, telekomunikasi, dan dermaga nelayan. Khusus keluarga nelayan akan diberikan bantuan alat tangkap.
”Pembangunan dan pengembangan Pulau Rempang akan melibatkan warga setempat, terutama rekrutmen tenaga kerja untuk proyek yang akan berlangsung,” ujar Ariastuty.
Menurut dia, Pulau Rempang akan dirancang menjadi wilayah industri yang berkonsep green and sustainable city. Pemerintah berharap, dengan begitu kemajuan ekonomi yang selama ini terpusat di Pulau Batam nantinya juga dapat dirasakan warga Rempang.