Pentaheliks Komite Ekraf Kota Jambi Lecutkan Empat Subsektor
Sinergitas dibangun lewat pembentukan Komite Ekraf di Jambi yang melibatkan akademisi, pelaku bisnis, komunitas, pemda, dan media. Setiap pihak mengambil peran optimal untuk melecutkan ekraf bertumbuh pesat.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·2 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Empat subsektor ekonomi kreatif di Kota Jambi, kuliner, fashion, kriya, dan film, didorong tumbuh pesat. Komite Ekonomi Kreatif dibentuk lewat sinergitas pentaheliks untuk mengawal percepatan tersebut.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Jambi Mariani Yanti mengatakan, sinergitas dibangun lewat pembentukan Komite Ekonomi Kreatif (Ekraf) yang dikukuhkan di Jambi, Rabu (30/8/2023). Tim komite itu terdiri atas akademisi, pelaku bisnis, penggerak komunitas, pemerintah daerah, serta media.”Lewat sinergi ini diharapkan masing-masing pihak mengambil peran optimal mengembangkan ekraf,” katanya.
Ia menyebut potensi besar kota itu ada pada empat subsektor, yakni kuliner, fashion, kriya, dan film. Sebagai langkah awal, diluncurkan aplikasi pemetaan ekraf di Jambi dengan nama Adaekraf.jambikota.go.id.
Tautannya disebarluaskan kepada para pelaku usaha ekraf. ”Saat ini ada 4.000 UMKM di Kota Jambi. Kami akan data berapa jumlah yang bergerak di ekraf,” tuturnya.
Lewat pendataan itulah pihaknya berharap bisa menindaklanjuti dengan pemetaan. Ini menjadi langkah awal untuk pengambilan kebijakan selanjutnya.
Dengan bertumbuhnya empat subsektor tadi akan turut memacu pertumbuhan 13 subsektor lainnya. Pihaknya juga mengupayakan membangun pusat-pusat pertumbuhan ekraf. Targetnya ekraf center mulai dapat berjalan tahun depan.
Pembentukan Tim Komite Ekonomi Kreatif Kota Jambi tertuang dalam Surat Keputusan Wali Kota Jambi Nomor 333 Tahun 2023. Tim akan membantu menyusun kebijakan dan pengembangan ekraf center, serta mengawal pelaksanaan program aksi ekonomi kreatif.
Penasihat Senior Indonesia Tourism Support, Thamrin Bachri, mendorong agar ekonomi kreatif di Kota Jambi dapat bertumbuh dalam semangat keberlanjutan. Itu tidak hanya dilakukan oleh pelaku usaha, tetapi juga oleh konsumen ataupun wisatawan. ”Ada etika dan tanggung jawab sebagai manusia kepada bumi. Ekonomi kreatif harus beretika,” katanya.
Agung Buana dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Malang yang turut berbagi pengalaman menceritakan upaya Kota Malang hingga dinobatkan sebagai kota kreatif. Menurut dia, ekraf awalnya tumbuh dari komunitas-komunitas di sana. Kekuatan itu lalu diperlengkapi dengan peta jalan pemerintah daerah. Pengembangan ekonomi kreatif bahkan masuk ke dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD).