Menanti Keadilan untuk Kembang Asal Jember
Kembang (15) adalah anak pintar asal Jember, Jatim, yang sebelumnya selalu menjadi bintang kelas. Namun, tipu daya tetangga telah memerkosa gambaran masa depannya. Kembang asal Jember ini kini menanti keadilan.
Tidak pernah terbayangkan sebelumnya, pada suatu waktu bulan November 2022, akan menjadi hari kelam dalam perjalanan hidupnya. Hari itu sebenarnya seperti hari-hari biasanya. Ia menumpang pemakaian jaringan internet nirkabel (WiFi) ke tetangganya, S (28). Rumah Kembang dan S bersebelahan, hanya berjarak gang kecil di Kecamatan Ledokombo, Kabupaten Jember, Jawa Timur.
Meski rumahnya bersebelahan, berjarak 1 meter, bangunannya sangat bertolak belakang. Rumah Kembang mungil berdinding anyaman bambu dan lebih sering terlihat gelap. Adapun rumah S tampak megah dengan beberapa mobil bak terbuka terparkir di halaman. S sehari-hari disebut sebagai pengusaha angkutan barang.
Sebagai anak dari seorang ayah yang bekerja serabutan, seringnya buruh petik kopi, serta ibu yang menjadi buruh tani ketika ada yang membutuhkan, Kembang dan saudara-saudaranya tidak pernah merasakan kemewahan mengakses internet dengan wifi. Itu sebabnya, ia lebih sering menumpang WiFi di rumah S.
Baca juga: Pemerkosa 13 Santriwati Divonis Penjara Seumur Hidup
Entah sejak kapan S memiliki hasrat pada bocah usia SMP itu. Yang jelas, ia mulai sering mendekati, memeluk, dan menciumi Kembang. Ia pun mengiming-imingi Kembang untuk dibelikan emas, gawai, dan hadiah lain. Hingga akhirnya, pada November 2022, S mengajak Kembang ke kota dengan janji dibelikan baju. Di kota, S rupanya mengajak Kembang ke hotel lalu memerkosa anak gadis itu. Berikutnya, tindakan melanggar hukum itu terus berulang hingga akhirnya Kembang hamil.
Kembang sempat dinikahi secara siri oleh S saat usia kehamilan Kembang 2-3 bulan. S mengaku akan menceraikan istrinya dan menikahi Kembang secara resmi. Namun, hal itu tak kunjung terjadi. Bahkan, kian hari, perut kembang kian membesar dan orangtua Kembang melihat gelagat seperti tidak ada niat baik dari S untuk mengurusi anaknya.
Belakangan, istri S justru diduga bekerja sama dengan A, mantan pacar Kembang, untuk menjebak Kembang seolah-olah kehamilan itu hasil berhubungan badan dengan A. ”Saat itu, Kembang dibujuk masuk ke rumah A dan terpaksa ke kamar karena gawai Kembang diambil dan ditaruh oleh A di dalam kamarnya. Saat A masuk untuk mengambil gawai, maka A pun berbuat hal tidak senonoh itu. Padahal, saat itu Kembang sudah hamil. Tak lama, tiba-tiba istri S datang dan seolah-olah mengatakan Kembang berbuat mesum dengan mantan pacarnya. Jadi, diduga skenarionya adalah Kembang hamil dengan A,” kata kuasa hukum Kembang dari Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) Jember, Joko Wahyudi, Kamis (24/08/2023). Kembang didampingi tim kuasa hukum Ikadin Jember tanpa dipungut biaya.
Baca juga: Terdakwa Asusila Santriwati di Jombang Dihukum Tujuh Tahun Penjara
Dengan kekhawatiran itu, akhirnya orangtua Kembang meminta bantuan ke Ikadin. Pada Mei 2023, saat kehamilan Kembang berusia 5 bulan, orangtuanya melapor ke Kepolisian Resor Jember.
”Kabarnya hari ini terlapor sudah ditahan. Namun, butuh waktu lama dan setelah kasusnya marak di media massa. Semoga ke depan polisi dan aparat penegak hukum lainnya tidak ada yang bermain-main dengan nasib wong cilik, seperti Kembang ini. Mereka memang bukan orang kaya dan mereka tidak punya apa-apa. Namun, mereka tetap warga negara yang harus dibela haknya dan mendapat perlindungan hukum yang sama seperti orang lain,” kata Joko.
Ditahan
Kepala Seksi Hubungan Masyarakat Polres Jember Inspektur Satu Brisan Iman Nula, mengutip pernyataan Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Jember Ajun Komisaris Dika J Wiratama, membenarkan bahwa S kini sudah ditahan.
”Tersangka dilaporkan oleh orangtua korban ke Polres Jember pada Mei 2023. Dari laporan tersebut, korban sudah dalam kondisi hamil 5 bulan. Kami kemudian melakukan penyelidikan dan penangkapan terhadap pelaku,” ujar Dika seperti disampaikan Brisan.
Menurut Dika, terduga pelaku melakukan persetubuhan dengan korban sejak bulan November 2022 hingga Februari 2023. Modus dari tersangka untuk bisa memperdayai korban adalah dengan memberikan iming-iming untuk dinikahi dengan memberikan uang, cincin emas, dan HP. Polisi menjerat pelaku dengan Pasal 81 juncto Pasal 76d Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang perlindungan anak dan terancam penjara 15 tahun.
Baca juga: Terbukti Bersalah, Pendiri Sekolah SPI Kota Batu Divonis 12 Tahun
Perjuangan keluarga Kembang mendapatkan keadilan pun bagai melalui jalan penuh onak. Mereka menghadapi tekanan sosial dan psikologis selama ini.
”Korban dan keluarganya minta pelaku dihukum seberat-beratnya. Karena korban ini benar-benar orang miskin. Kita harus buktikan bahwa orang kecil juga harus dilindungi. Kita buktikan bahwa keadilan juga bisa dimiliki oleh orang kecil,” kata Joko.
Apalagi, selama ini, Kembang dan keluarganya telah menerima teror dari berbagai pihak untuk mencabut laporannya. Bahkan, Joko menyebut, teror itu pun dilakukan oleh mereka yang memegang kewenangan.
”Rumah mereka didatangi banyak orang. Disuruh mencabut laporan. Kalau tidak, mereka akan dikucilkan. Dengan ancaman seperti itu, tak heran jika keluarga Kembang pun dirundung ketakutan. Hingga akhirnya, keluarga Kembang meminta bantuan LPSK,” kata Joko.
Menurut Joko, sejak kasus mencuat, keluarga Kembang merasa diasingkan oleh sekitar. Sebab, Kembang melawan orang berpengaruh di desanya. ”Pihak terlapor bahkan dua kali sesumbar, menyiapkan duit Rp 500 juta sampai Rp 1 miliar agar bisa lolos dari kasus hukum itu. Mendengar itu, keluarga Kembang pun kian tertekan. Sudah merasa diasingkan, mereka juga merasa seperti tak ada harapan. Bahkan, Kembang sempat berniat bunuh diri masuk sumur saking putus asanya,” kata Joko.
Selain didampingi kuasa hukum, Kembang dan keluarganya saat ini didampingi oleh tim pendamping dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DPPA KB) Kabupaten Jember. Solehati, pendamping kasus dari DPPA KB Jember, mengatakan, saat ini pihaknya mendampingi Kembang melalui proses hukum, dan menyemangati untuk tetap menatap masa depan dengan baik.
Baca juga: Hakim Syar’iyah Hukum Pemerkosa Anak di Aceh 15 Tahun Penjara
”Kami melakukan pendampingan psikologis pada korban. Kami juga mendorong Kembang untuk kembali sekolah dan memastikan pengasuhan anak Kembang nanti seperti apa. Intinya, kami ingin mendampingi korban untuk bisa melalui kasus hukum ini dengan baik dan mendapat keadilan,” kata Solehati.
Di luar itu, tim pendamping juga mendorong semangat Kembang untuk bisa melanjutkan hidup setelah ini. ”Ia mengatakan ingin bersekolah lagi setelah melahirkan. Kami akan mengupayakan itu. Kami juga upayakan pihak berwenang mengurus surat keterangan miskin (SKM) agar nanti saat melahirkan bisa ditanggung BPJS Kesehatan. Untuk pengasuhan anaknya nanti oleh keluarga tersebut akan kami bantu dorong agar anak tersebut mendapat jaminan sosial dari negara,” kata Solehati.
Melihat masih banyaknya upaya untuk membantu Kembang mendapatkan keadilan, ada secercah harapan bahwa kasus wong cilik seperti Kembang ini akan berakhir baik. Meski berasal dari keluarga tidak punya, hidup di pelosok desa, dan tak punya sumber daya untuk menyuarakan keadilan, hal itu harusnya memang tak menghalanginya menerima keadilan sebagai warga negara Indonesia. Semoga saja.
Semua pihak menanti keadilan atas kasus Jember ini. Dan memang seharusnya, keadilan tidak pandang bulu. Itu sebabnya, Dewi Yustisia sang Dewi Keadilan Romawi digambarkan mengenakan penutup mata sambil memegang timbangan dan membawa pedang. Artinya, tanpa pandang bulu ia menancapkan pedang keadilan untuk siapa saja yang membutuhkan. Termasuk untuk Kembang, gadis papa korban tipu asal Jember ini....
Baca juga: Kekerasan Anak, Coreng Hitam bagi Malang Kota Pendidikan