Eva Hazmaini Memberdayakan Sineas Muda Aceh
Film bukan hanya hiburan semata, melainkan juga media kampanye kebudayaan. Film produksi Aceh Bergerak memuat pesan kebudayaan Aceh yang sarat nilai keislaman.
Eva Hazmaini, sineas dan sekretaris Yayasan Aceh Bergerak.
Bibit sineas muda di daerah-daerah di Nusantara tidak kurang. Akan tetapi, mereka justru kekurangan ruang untuk berkreativitas. Eva Hasmaini (26) bersama Yayasan Aceh Bergerak hadir untuk menyediakan ruang agar sineas muda berdaya melahirkan karya.
Dua bulan terakhir menjadi hari-hari paling sibuk bagi Eva. Dia harus berbagi konsentrasi antara pekerjaan kantoran dan urusan film. Sebagai penulis naskah dan direktur, Eva harus menyiapkan naskah, persiapan praproduksi, pengambilan gambar, hingga pascaproduksi. Bila orang lain Sabtu dan Minggu dijadikan waktu berlibur, Eva justru lembur.
”Film yang sedang kami garap tentang pemenuhan hak administrasi kependudukan. Film ini harus rampung awal September,” ujar Eva ditemui pada hari Senin (14/8/2023) di Banda Aceh.
Film berjudul Kita Sama tersebut menceritakan tentang perjuangan difabel memperoleh administrasi kependudukan, seperti kartu tanda penduduk dan akta kelahiran. Meski kondisi fisik tidak normal, si tokoh tetap berjuang untuk memperoleh hak administrasi kependudukan.
Baca juga: Davi Mashuri, Film untuk Suara Minoritas
Film bergenre fiksi edukasi itu diproduksi atas kerja sama Yayasan Aceh Bergerak dengan Dinas Registrasi Kependudukan Aceh. Pesan utama dari film tersebut, semua warga negara memiliki hak kependudukan yang sama dan hak akses memperoleh pelayanan yang setara.
Infografik Riset Kompas.id Selasa 30 Maret 2021 Film Indonesia Grafik 2 Film Pendek Lokal di Platform Youtube
Eva bertindak sebagai penulis naskah dan direktur dalam film itu. Proses pengambilan gambar berjalan hingga larut malam dan lokasinya di pedalaman. Eva menikmati setiap proses sebagai sebuah pelajaran. ”Tidak banyak orang yang mendapatkan kesempatan seperti ini. Di Aceh, sedikit sineas perempuan,” kata Eva.
Pilihan kedua
Saat kuliah, Eva tertarik pada jurusan farmasi. Namun, jurusan pilihan utama tidak lolos. Lantas dalam keadaan galau dia memilih jurusan komunikasi di Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh. ”Diajak teman untuk ambil jurusan komunikasi, padahal saya tidak tahu mau kerja apa dengan gelar sarjana itu,” kata Eva.
Namun, pilihan kedua itulah yang membuka jalannya ke dunia perfilman. Sebagai anak milenial atau generasi Z yang saban hari bersentuhan dengan digital, Eva sangat tertarik belajar mata kuliah multimedia. Motivasinya sederhana, dia ingin membuat konten untuk media sosial yang menarik.
Baca juga: Azhari, Mentornya Sineas Aceh
Eva mengelola halaman Youtube dan Instagram dengan materi video aktivitas sehari-hari, seperti berburu kuliner dan berwisata. Seiring waktu, dia kian lihai mengedit video. ”Saya semakin termotivasi untuk belajar video sinematografi,” kata Eva.
Eva mulai mencari kelas atau workshop di luar kampus. Dia bergabung dengan Muharram Journalism College Aliansi Jurnalis Independen Banda Aceh dan kelas multimedia di bawah komunitas Aceh Asia. Dia belajar banyak dari Davi Abdullah, seorang sineas senior di Banda Aceh.
Karena memiliki kemampuan menulis naskah dan editing, Eva didorong untuk mendalami dua skill itu sekaligus. Hasilnya, kini dia bisa menulis naskah film dan paham editing. Sebanyak 12 naskah yang Ia tulis telah difilmkan.
Aceh Bergerak
Seusai menuntaskan workshop multimedia, Eva bersama beberapa temannya sepakat mendirikan Yayasan Aceh Bergerak. Eva dipercaya menjadi sekretaris. Yayasan ini fokus pada peningkatan sumber daya manusia di bidang perfilman. Targetnya para anak muda.
Egaliter menjadi salah satu nilai yang ditanamkan di Aceh Bergerak. Tanpa memandang jender, semua diberi kesempatan untuk berkembang.
Aceh Bergerak rutin mengadakan workshop perfilman mulai dari kelas aktor, menulis naskah, videografi, desain grafis, hingga fotografi. Menariknya, semua workshop di Aceh Bergerak tanpa berbayar alias gratis. Selain itu, pengajar juga tidak diberi honor.
Baca juga: Layar Tancap Aceh Film Festival 2022 Digelar
”Moto kami adalah mempertemukan orang yang mau belajar dan mau mengajar. Kami percaya banyak orang yang ikhlas berbagai ilmu tanpa berharap uang,” kata Eva.
Hingga kini, lebih dari 100 orang telah mengikuti kelas perfilman di Aceh Bergerak. Sebagian telah bekerja di industri kreatif, menjadi aktor di film lokal, dan melahirkan film sendiri.
Di kelas perfilman Aceh Bergerak, Eva mengampu pelajaran menulis naskah dan jurnalistik dasar. Di luar kelas resmi, Aceh Bergerak menjadi episentrum belajar tentang film dan multimedia. Sebuah rumah kayu di Desa Lambhuk, Kota Banda Aceh, diubah menjadi ruang belajar bersama.
Bersama Aceh Bergerak, Eva dan tim telah melahirkan 12 film berbagai genre. Umunya film produksi Aceh Bergerak berisi edukasi seperti isu kesehatan, bencana alam, dan kesetaraan.
Film-film itu diproduksi bersama oleh orang-orang yang mereka latih. Pada akhir tahun, mereka menggelar gala premierenonton bersama, diskusi, dan ajang apresiasi untuk semua orang yang terlibat.
”Tahun 2022 lalu lebih seribu orang hadir dalam gala premiere bertabur bintang. Saya melihat publik sangat antusias terhadap film-film lokal,” kata Eva.
Eva mengatakan, Aceh tidak memiliki ruang nonton yang representatif buat publik. Pada era 1980-an, Aceh punya bioskop, tetapi sekarang tidak ada lagi. Jika ada film-film baru, banyak warga Aceh yang pergi ke Medan, Sumatera Utara, untuk menonton film di bioskop.
Menurut Eva, akibat tidak ada ruang nonton bagi publik, film-film lokal produksi sineas muda Aceh tidak bisa diputar. Apresiasi terhadap pekerja kreatif perfilman minim. Akibatnya publik terpaksa menonton sinetron picisan tanpa nilai.
”Padahal karya sineas muda di Aceh cukup berkualitas, tetapi ruang apresiasi dan kompetisi di Aceh sempit,” ujar Eva.
Eva menambahkan, film bukan hanya hiburan semata, melainkan juga media kampanye kebudayaan. Film produksi Aceh Bergerak selalu memuat pesan kebudayaan Aceh yang sarat akan nilai keislaman, seperti cara berpakaian, pembatasan adegan lawan jenis, dan cara memuliakan tamu.
Eva mengatakan, industri film dapat membuka lapangan pekerjaan. Satu film melibatkan 15-25 orang. Film juga bisa menggerakkan industri kreatif lain.
Bersama Aceh Bergerak, Eva akan terus bergerak menyemai benih-benih sineas muda untuk berani berkarya.
Baca juga: Pesan Toleransi dari Aceh di Film ”Satu Kampung, Tiga Cahaya”
Eva Hazmaini
Lahir: Binjai, 8 Mei 1997
Pekerjaan: Sineas dan tenaga kontrak Pemkot Banda Aceh
Aktivitas: Sekretaris Yayasan Aceh Bergerak