Dengan potensi lahan rawa yang luas, Kalimantan Selatan yang selama ini sudah surplus beras diyakini mampu memproduksi padi pada musim kemarau sehingga siap menjadi salah satu penopang pangan nasional.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·5 menit baca
Kementerian Pertanian melibatkan Kalimantan Selatan untuk menjadi salah satu daerah penopang pangan nasional dalam rangka mengantisipasi dampak El Nino tahun ini. Dengan potensi lahan rawa yang luas, Kalsel yang selama ini sudah surplus beras diyakini tetap mampu memproduksi padi pada musim kemarau.
Badan Pusat Statistik Provinsi Kalsel mencatat, luas panen padi di Kalsel pada 2022 mencapai 214.910 hektar (ha) dengan produksi padi sebesar 819.420 ton gabah kering giling (GKG). Jika produksi padi dikonversikan menjadi beras untuk konsumsi pangan penduduk, produksinya setara dengan 484.830 ton beras. Produksi beras tertinggi pada 2022 justru terjadi saat kemarau, yaitu pada September dengan produksi 81.750 ton.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo saat memberikan arahan dalam Rapat Koordinasi Antisipasi Dampak Iklim El Nino Provinsi Kalsel, di Banjarmasin, Jumat (11/8/2023), mengatakan, pemerintah telah menyiapkan enam provinsi sebagai penopang pangan nasional untuk mengantisipasi ancaman kekeringan atau El Nino.
Ancaman El Nino pada tahun ini diperkirakan akan berdampak signifikan terhadap penurunan produksi pangan. Enam provinsi yang sudah disiapkan sebagai penopang pangan nasional adalah Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.
”Bapak Presiden memerintahkan kepada saya untuk mencari provinsi-provinsi andalan. Maka, kami juga menambahkan Kalimantan Selatan. Di sini, terdapat lahan rawa yang luas. Saat kemarau, Kalsel justru memperlihatkan produksi (padi) yang tinggi,” katanya.
Menurut Syahrul, tidak ada persoalan dengan produksi pangan di Kalsel selama ini karena produksinya surplus dan sudah bisa menjadi penyangga pangan Pulau Kalimantan. Meskipun demikian, Kalsel harus meningkatkan lagi pengalaman dan praktik-praktik yang sudah berjalan dengan baik dalam menanggulangi perubahan iklim ekstrem kekeringan atau El Nino.
”Kalimantan Selatan adalah salah satu lumbung pangan nasional yang mendapat perhatian serius dari Kementerian Pertanian. Maka, perlu dilakukan pengawalan dan didorong untuk menerapkan berbagai program terobosan yang operasional,” katanya.
Secara nasional, pemerintah menyiapkan lahan pertanian seluas lebih kurang 500.000 ha untuk menjaga produksi pangan di tengah ancaman global fenomena El Nino. ”Saya minta Kalsel menyiapkan lahan seluas 100.000 ha untuk menghadapi El Nino. Nanti, kita perkuat (booster) untuk menghasilkan pangan,” katanya.
Kementan mendorong Kalsel untuk menerapkan Tatik Laju, yaitu tanam, petik, olah, dan jual. ”Kita susun agenda aksi sampai dengan pemasaran. Jangan hanya tanam saja. Hasilnya kita simpan di pergudangan yang ada untuk menyuplai kebutuhan masyarakat hingga Papua,” ujarnya.
Sebagai provinsi yang disiapkan menjadi penopang pangan, Kalsel pun didorong untuk melakukan beberapa upaya antisipasi dan adaptasi dampak El Nino di sektor pertanian, antara lain dengan identifikasi dan pemetaan lokasi terdampak kekeringan, lalu mengelompokkan menjadi daerah merah, kuning, dan hijau.
Selanjutnya, percepatan tanam untuk mengejar sisa hujan dan peningkatan ketersediaan alat dan mesin pertanian untuk percepatan tanam. Dilakukan pula peningkatan ketersediaan air dengan membangun ataupun memperbaiki embung, dam parit, sumur dalam, sumur resapan, rehabilitasi jaringan irigasi tersier, dan pompanisasi.
”Kita melawan El Nino ini juga dengan penyediaan benih tahan kekeringan dan hama penyakit, program 1.000 ha adaptasi iklim, pengembangan pupuk organik, dukungan pembiayaan kredit usaha rakyat dan asuransi pertanian, serta penyiapan lumbung pangan sampai level desa,” kata Syahrul.
Siap adaptasi
Gubernur Kalsel Sahbirin Noor menyatakan, daerahnya siap melaksanakan arahan Kementan dalam upaya antisipasi dan adaptasi dampak El Nino di sektor pertanian. ”Sebagai anak Banua (Kalsel), kami tidak pernah takut dengan segala tantangan yang harus dihadapi. Tantangan itu justru semakin memperkuat kami dan kami siap untuk melawan,” katanya.
Berkenaan dengan musim kemarau tahun ini, menurut Sahbirin, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah memprakirakan curah hujan di Kalsel pada Agustus sampai Oktober 2023 pada kategori rendah dan diklasifikasikan ke dalam El Nino rendah sampai sedang. Untuk itu, perlu ada upaya antisipasi dan adaptasi El Nino di sektor pertanian.
”Kami sangat mendukung upaya-upaya antisipasi El Nino dengan cara identifikasi dan pemetaan lokasi terdampak kekeringan serta mengelompokkan menjadi daerah merah, kuning, dan hijau, percepatan tanam untuk mengejar sisa hujan dan lainnya, hingga penyiapan lumbung pangan sampai tingkat desa,” katanya.
Jangan hanya tanam saja. Hasilnya kita simpan di pergudangan yang ada untuk menyuplai kebutuhan masyarakat hingga Papua.
Saat ini, ujar Sahbirin, Kalsel juga melaksanakan gerakan nasional untuk mengantisipasi El Nino. Dari Juli hingga September dilakukan penanaman seluas 70.061 ha di 13 kabupaten/kota. Perkiraan produksi padi Kalsel sampai dengan September 2023 berdasarkan kerangka sampel area BPS sebanyak 646.074 ton GKG.
”Kami terus berupaya memajukan pertanian di Kalsel ke tingkat yang lebih baik lagi sehingga berhasil menjadi penyangga pangan ibu kota negara serta menjadi lumbung pangan nasional,” katanya.
Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kalsel Nurul Fajar Desira dalam Rapat Koordinasi Pengawasan Bidang Ketahanan Pangan di Banjarbaru, Kamis (3/8/2023), menyatakan, Kalsel siap memenuhi target Kementan untuk kembali meningkatkan produksi padi pada tahun ini hingga mencapai di atas 1 juta ton GKG.
Pada 2021, produksi padi Kalsel sempat mencapai 1,02 juta ton GKG. Namun, pada 2022 produksinya turun 19,37 persen menjadi 819.420 ton GKG. Penurunan produksi padi pada 2022 terjadi akibat penurunan luas panen padi sebesar 15,48 persen, dari 254.260 ha (2021) menjadi 214.910 ha (2022).
Berdasarkan temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)Provinsi Kalsel pada Desember 2022, penyebab utama turunnya luas tanam padi di Kalsel pada 2022 adalahbanyaknya saluran air yang tidak dibersihkan oleh instansi yang bertanggung jawab sehingga lahan pertanian tergenang terus.
Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalsel Syamsir Rahman tidak menampik penurunan produksi beras di Kalsel pada 2022. Meskipun ada penurunan, ia memastikan Kalsel masih surplus beras sekitar 42.000 ton. ”Penurunan produksi beras terjadi akibat sebagian tanaman padi terserang hama tungro,” katanya.
Jika tahun lalu ancaman terhadap produksi pangan Kalsel adalah serangan hama tungro, ancaman tahun ini adalah kekeringan ekstrem atau El Nino. Gerakan Kalsel untuk menopang pangan nasional dipastikan tidak mudah.