15 Masyarakat Adat di Gunung Mas Dapatkan Hutan Adatnya
Belasan tahun berjuang, akhirnya 15 masyarakat hukum adat di Gunung Mas, Kalteng, diakui dan mendapatkan hutan adatnya. Hal itu menjadi semangat baru di Hari Masyarakat Adat Internasional.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Pemerintah menetapkan 15 hutan adat di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, dengan luas mencapai 68.326 hektar. Hutan adat itu ditetapkan setelah komunitas adat di Gunung Mas berjuang lebih kurang 11 tahun.
Hutan adat tersebut diserahkan kepada 15 masyarakat hukum adat (MHA) yang telah diakui Pemerintah Kabupaten Gunung Mas, di antaranya MHA Rungan, MHA Dayak Ngaju Lewu Tehang Manuhing Raya, MHA Dayak Ngaju Lewu Tumbang Bahanei, dan MHA Dayak Ngaju Lewu Tumbang Malahoi.
Selain itu, MHA Dayak Ot Danum Himba Atang Ambun Liang Bungai, MHA Dayak Ot Danum Lowu Tumbang Hatung, MHA Dayak Ngaju Lewu Tumbang Kuayan, MHA Dayak Ot Danum Lowu Tumbang Anoi, MHA Dayak Ot Danum Lowu Tumbang Mahuroi, dan MHA Dayak Ot Danum Lowu Lawang Kanji.
Lalu, MHA Dayak Ot Danum Lowu Karetau Sarian, MHA Dayak Ot Danum Lowu Karetou Rambangun, MHA Dayak Ot Danum Lowu Tumbang Maraya, MHA Dayak Ot Danum Lowu Tumbang Posu, dan MHA Dayak Ot Danum Lowu Tumbang Marikoi.
Ketua Pelaksana Harian Wilayah Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN) Kalteng Ferdi Kurnianto menjelaskan, dari 15 MHA yang mendapatkan hutan adat itu, enam di antaranya merupakan anggota AMAN Kalteng. Butuh 11 tahun lebih bagi komunitas adat di Gunung Mas tersebut mendapatkan pengakuan dan pengesahan hutan adatnya.
Banyak dinamika yang terjadi selama belasan tahun memperjuangkan hutan adat, mulai dari musyawarah kampung, pemetaan partisipatif wilayah adat, permohonan usulan pengakuan, dan banyak lagi. ”Kesulitan paling utama itu, ya, komitmen pemerintah daerah, sudah lama sekali warga memperjuangkan (hutan adat) itu. Itu pun kalau dari sisi luas belum semuanya disahkan jadi hutan adat,” kata Ferdi di Palangkaraya, Rabu (9/8/2023).
Berdasarkan lampiran Surat Keputusan (SK) Bupati Gunung Mas Nomor 100.3.3.2/344/2023, dari 15 MHA itu, luas wilayah yang diidentifikasi mencapai 305.812 hektar, tetapi baru 68.326 hektar yang disahkan.
”Meskipun demikian, ini jadi bekal untuk tahap selanjutnya. Penting untuk masyarakat adat ini melihat dan menata kembali ke dalam, baik soal kolektivitas sosial dan ekologi atau kondisi lingkungannya. Pengakuan saja tidak cukup kuat jika tidak diperkuat dari dalam komunitas atau kampung itu sendiri. Selamat untuk 15 MHA itu, ini baru awal, bukan akhir perjuangan,” kata Ferdi.
Ini capaian positif dalam rangka memperingati Hari Masyarakat Adat Sedunia.
Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong yang dihubungi dari Palangkaraya menuturkan, luas yang mencapai 68.326 hektar atau satu kali luas wilayah DKI Jakarta itu menjadikan Gunung Mas sebagai kabupaten dengan hutan adat terluas di Indonesia. Alue menyerahkan salinan SK penetapan hutan adat tersebut kepada Bupati Gunung Mas di Jakarta pada Selasa (8/8/2023).
”Ini capaian positif dalam rangka memperingati Hari Masyarakat Adat Sedunia,” ujar Alue.
Ia mengatakan, penetapan hutan adat diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta memberi manfaat nyata kepada masyarakat hari ini dan kelak di kemudian hari.
Ia menambahkan, MHA dengan segala dinamikanya saat ini semakin mengemuka dalam tata kehidupan sosial ekonomi Indonesia. Kearifan lokal dan pengetahuan lokal yang selama ini dijaga, dihayati, dan dilakukan oleh MHA merupakan penyeimbang globalisasi dan modernisasi yang kadang tidak sesuai dengan kondisi geografis, budaya, ataupun kehidupan sosial.
Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) Bambang Supriyanto mengatakan, penetapan hutan adat itu merupakan bentuk kerja sama banyak pihak, antara lain tim terpadu KLHK dan sejumlah kementerian terkait, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan lembaga pendamping lainnya.
Kerja sama itu, lanjut Supriyanto, dimulai sejak 10 Februari 2023 sampai penyerahan salinan SK pada Selasa pagi. Tim terpadu dimaksud bekerja berdasarkan arahan Menteri LHK, Wakil Menteri LHK, dan supervisi dari Direktur Jenderal PSKL. ”Berbagai upaya untuk pengakuan MHA dan penetapan hutan adat itu terus kami lakukan,” ujarnya.