Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Ahmad Ramadhan (tengah) menunjukkan wajah para tersangka dalam kasus bom bunuh diri Polsek Astanaanyar di Polres Kota Surakarta, Jawa Tengah, Jumat (4/8/2023).
SURAKARTA, KOMPAS — Detasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian Republik Indonesia meringkus perakit bom bunuh diri Polsek Astanaanyar, Kota Bandung, Jawa Barat, berinisial S. Sosok itu sempat berencana melancarkan aksi serupa di Kota Surakarta, Jawa Tengah, meski urung terlaksana. Keahlian membuat bom diperolehnya dari murid tokoh teror bom, yakni Dr Azahari Husin.
Penangkapan dilakukan Detasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian Republik Indonesia (Densus 88 Polri) dalam operasi yang dilangsungkan selama Selasa (1/8/2023) hingga Kamis (3/8/2023), di wilayah Jawa Tengah.
Ada lima orang tersangka terkait kasus bom bunuh diri Polsek Astanaanyar yang diciduk aparat kepolisian, yakni S, TN, PS, AG, dan R. S ditangkap di Semarang, sedangkan empat tersangka lain ditangkap di Kabupaten Boyolali dan Sukoharjo.
Para tersangka memiliki peranan masing-masing. S bertindak sebagai perakit bom yang kelak digunakan pelaku bom bunuh diri, di Polsek Astanaanyar, Kota Bandung, Jawa Barat, yakni Agus Sujarno. Bahkan, S disebut memberikan dana sebesar Rp 6 juta demi membiayai aksi itu hingga mengantarkan langsung paket bom yang bakal diledakkan.
Baca juga: Pelaku Bom Bunuh Dri di Astanaanyar Pernah Terlibat Kasus Terorisme
Anggota Densus 88 Antiteror Polri mencari barang bukti dalam kasus bom bunuh diri Polsek Astanaanyar, di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (4/8/2023). Barang bukti yang ditemukan antara lain bahan kimia, alat elektronik, hingga sepeda motor.
Akses pendanaan didapat S dan kawan-kawannya melalui penyebaran kotak sumbangan. Sedikitnya 50 kotak sumbangan disebar ke berbagai ruang publik. Kotak amal itu bertuliskan “Sahabat Umat” dan “Sahabat Langit”. Dilihat dari stikernya,
Untuk pembuatan bom, S dibantu oleh tersangka lainnya, yaitu TN, PS, dan AG. Peran R sedikit berbeda. Ia merupakan istri dari Agus Sujarno. Keikutsertaannya dalam aksi itu lebih pada dukungan penuh bagi suami dalam melancarkan aksi.
“S adalah ketua kelompok atau merupakan amir dari kelompok kecil yang ada di wilayah Surakarta dan sekitarnya yang bertujuan untuk melakukan teror bom, atau dalam istilah mereka amaliah,” kata Juru Bicara Densus 88 Antiteror Polri Komisaris Besar Aswin Siregar, di Markas Polres Kota Surakarta, Jawa Tengah, Jumat (4/8/2023).
Aparat kepolisian tengah berjaga sewaktu Densus 88 Antiteror Polri mencari barang bukti dalam kasus bom bunuh diri Polsek Astanaanyar, di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (4/8/2023). Barang bukti yang ditemukan antara lain bahan kimia, alat elektronik, hingga sepeda motor.
Aswin menjelaskan, S memiliki rekam jejak panjang dalam jaringan terorisme. Sosok itu pernah bergabung dalam kelompok bernama Jamaah Ansharut Tauhid dari 2008 hingga 2014. Setelahnya, sang perakit bom menjadi pendukung atau simpatisan dari Negara Islam di Irak dan Suriah, atau ISIS, melalui kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) sampai sekarang.
Ia dikenal cukup aktif turut merekrut anggota baru dan menyebarkan ideologi. Sejumlah tersangka dalam kasus ini termasuk anggota kelompok yang dipimpin S.
Berdasarkan keterangan yang kami ambil, sasarannya itu Polres Kota Surakarta (Aswin Siregar)
Bom rakitan yang disiapkan S terdapat sebanyak tiga buah. Dua buah sudah diberikan kepada Agus Sujarno untuk beraksi di Polsek Astanaanyar, sedangkan satu buah lainnya bakal digunakan S, di Kota Surakarta, Jawa Tengah. Namun, aksi itu belum terlaksana karena S tak kunjung mendapatkan “pengantin bom” yang siap diberangkatkan.
“Berdasarkan keterangan yang kami ambil, sasarannya itu Polres Kota Surakarta. Alhamdulilah, ini bisa kami cegah karena memang ada satu paket yang sudah disiapkan. Dia sedang mencari pengantinnya. Kapan pun dia siap memberikan bantuan agar pengantin itu bisa melakukan bom bunuh diri,” kata Aswin.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan (kiri) menunjukkan barang bukti dalam kasus bom bunuh diri Polsek Astanaanyar, di Polres Kota Surakarta, Jawa Tengah, Jumat (4/8/2023).
Belajar teknik
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigadir Jenderal (Pol) Ahmad Ramadhan menuturkan, cara merakit bom dipelajari S dalam waktu lama. Ia menyerap ilmu tersebut langsung dari murid tokoh teror bom tersohor dari Dr Azahari, yaitu SO. Pada 2010, S belajar mengenai teknik switching dengan fitur “on dan off” dari SO yang juga tergabung dalam kelompok jaringan teroris Jamaah Islamiyah.
Pada 2012, S menimba ilmu perakitan bom dari sosok lain, yaitu BA. BA merupakan anggota dari jaringan teroris Jamaah Anshar Tauhid, yang juga menamakan diri sebagai Al Qaeda Indonesia. Kepada sosok itu, S belajar membuat bahan peledak dan switching. Bahan peledak yang dibuat terbagi dalam dua jenis, yakni high explosive dan low explosive.
“Di peristiwa Polsek Astanaanyar, kadar bomnya berjenis high explosive. Itu dilihat dari korban bom bunuh diri yang terurai menjadi beberapa bagian. Bukan kelas low explosive lagi. Kami menyampaikan ini sesuai fakta peristiwa itu,” kata Ramadhan.
Baca juga: Pelaku Bom Bunuh Diri Polsek Astanaanyar Diduga Berkelompok
Barang bukti berupa alat elektronik untuk perakitan bom dalam kasus Polsek Astanaanyar pada jumpa pers di Markas Polres Kota Surakarta, Jawa Tengah, Jumat (4/8/2023).
Sebagai guru S, tandas Ramadhan, SO juga pernah terlibat beberapa aksi pengeboman. Pada 2004, SO turut serta dalam pengeboman Kedutaan Besar Australia, di Jakarta. Atas aksinya, ia divonis hukuman penjara delapan tahun. SO kembali tersangkut kasus pembuatan bom bagi kelompok Cibiru, di Jawa Barat, pada 2010. Kasus itu membuatnya divonis hukuman penjara selama tujuh tahun.
Tenaga Ahli Pencegahan Radikalisme Densus 88 Antiteror Polri, Islah Bahrawi mengapresiasi langkah kepolisian yang mampu mengungkap otak pengeboman meski memerlukan waktu hingga delapan bulan. Aksi teror semacam itu terjadi akibat pembelokan makna agama oleh segelintir orang. Agama dijadikan alasan untuk membenarkan segala kekerasan yang mereka lakukan.
”Tujuannya supaya kegiatan mereka terlihat terhormat. Maka, pendanaan mereka menggunakan kotakk sumbangan dan sebagainya. Semua dilakukan dengan nama agama, menggunakan dalil agama, supaya kejahatan bereka bisa dimaklumi oleh kita sebagai orang Islam, selaku pemeluk dari mayoritas masyarakat Indonesia,” kata Islah.