Pelaku Bom Bunuh Diri di Polsek Astanaanyar Diduga Berkelompok
Pelaku bom bunuh diri diduga tidak bergerak sendiri karena terafiliasi dengan Jamaah Ansharut Daulah. Deradikalisasi terus menjadi perhatian utama karena aksi teror saat ini berlandaskan ideologi yang berbahaya.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Pelaku bom bunuh diri di Kantor Kepolisian Sektor Astanaanyar, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (7/12/2022) pagi, diduga tidak bekerja sendirian. Upaya deradikalisasi terus dilakukan untuk meminimalisasi potensi kasus terorisme seperti ini terjadi kembali.
Deputi 2 Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Inspektur Jenderal Ibnu Suhaendra di Bandung, Kamis (8/12/2022), mengatakan, aksi bom bunuh diri yang dilakukan Agus Sujatno tidak direncanakan sendiri. Agus dianggap masih berafiliasi dengan jaringan kelompok radikal Jamaah Ansharut Daulah.
Dugaan ini, lanjut Ibnu, karena Agus juga terlibat aksi terorisme di Bandung pada 2017. Dia merupakan perakit bom panci yang meledak di Kecamatan Cicendo, Kota Bandung. Dalam aksi kali ini, pelaku juga disinyalir menggunakan bom dengan rakitan yang mirip dengan bom di Cicendo tersebut.
Menurut Ibnu, aksi terorisme kali ini menyasar petugas dan aparat negara yang dianggap bertentangan dengan ajaran mereka. Bahkan, dalam kasus bom bunuh diri di Polsek Astanaanyar ini, pelaku membawa pesan kebencian terhadap pengesahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang ditemukan di sejumlah titik sekitar ledakan.
”Pelaku melakukan serangan dengan sasaran anggota kepolisian yang sedang apel pagi. Jadi, ada motivasi agar anggota lebih banyak korban, sehingga ada motif kebencian terhadap aparat pemerintah dan kepolisian. Petugas dianggap kafir dan tagut,” ujarnya.
Motivasi hingga aksi dari tindakan terorisme ini juga masih ditelusuri. Alat-alat bukti, mulai dari serpihan bom, proyektil, sepeda motor, hingga senjata tajam, telah diamankan petugas. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar Komisaris Besar K Yani Sudarto menyebut, barang bukti yang telah diamankan mencapai 23 jenis dan sekarang masih dalam penyelidikan.
Selain itu, petugas juga memeriksa 18 saksi, terdiri dari enam anggota Polsek Astanaanyar, sembilan warga, dan tiga orang dari keluarga pelaku. Menurut Yani, tiga anggota keluarga ini hanya dimintai keterangan terkait aktivitas pelaku dan memastikan mereka tidak memiliki kaitan dengan aksi terorisme ini.
”Pemeriksaan tiga anggota keluarga pelaku saat ini sedang berlangsung dan penyidik masih menggali keterkaitan mereka dengan tersangka bom bunuh diri ini. Barang bukti yang diamankan ada 23 barang, seperti serpihan bom, ponsel, dan kamera pengawas,” ujarnya.
Salah satu yang menjadi catatan dalam kasus ini adalah upaya deradikalisasi yang menyasar orang-orang yang masuk ke dalam radar BNPT. Kepala BNPT Komisaris Jenderal Boy Rafli Amar seusai memantau Polsek Astanaanyar menyebut, pihaknya akan menjadikan aksi terorisme ini sebagai evaluasi untuk menghilangkan nilai-nilai radikalisme dari orang-orang yang terpapar.
Sebagai evaluasi, sistem pemantauan akan semakin diperluas.
Boy menjelaskan, saat ini sekitar 1.290 orang telah mengikuti program deradikalisasi, dan 120 di antaranya merupakan residivis. Umar Patek, terpidana Bom Bali 1 yang bebas pada Rabu (7/12/2022), adalah salah satunya.
Menurut Boy, Umar Patek mampu menjalani deradikalisasi dengan baik karena kooperatif selama mengikuti program tersebut. Selain itu, dia juga mulai bersosialisasi dengan para petugas dan turut mengajak sejumlah narapidana terorisme untuk menjauhi radikalisme.
Meski demikian, Boy juga tidak menampik ada yang masih tetap terpapar radikalisme meskipun telah masuk ke dalam program, termasuk Agus yang menjadi pelaku bom bunuh diri di Polsek Astanaanyar. Karena itu, pihaknya meningkatkan kerja sama dalam sistem pemantauan bersama pihak lainnya, seperti aparatur pemerintah daerah, Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), dan tokoh-tokoh masyarakat.
”Sebagai evaluasi, sistem pemantauan akan semakin diperluas. Apalagi, ini kejahatan luar biasa yang berbasis ideologi yang mengajarkan kekerasan. Jadi, fenomena residivisme itu begitu kuat,” ujarnya.