Jangan Sampai Sofyan Pergi Sia-sia akibat Bom Astanaanyar
Ledakan bom kembali terjadi di Kota Bandung, Jawa Barat. Apa pun alasannya, melenyapkan nyawa manusia bukan solusi. Saat masih ada yang belum mampu memahaminya, tugas bersama untuk membuat mereka lantas percaya.
Oleh
CORNELIUS HELMY HERLAMBANG, MACHRADIN WAHYUDI RITONGA, ABDULLAH FIKRI ASHRI
·4 menit baca
Dum…
Suara ledakan itu terdengar keras di telinga Anne (44), warga Nyengseret, Kecamatan Astanaanyar, Kota Bandung. Tubuhnya mendadak merinding. Berulang kali mendengar kabar gempa bumi di berbagai daerah di Jawa Barat, ia cemas bakal menjadi korbannya.
Akan tetapi, bukan kabar tentang gempa yang datang ke telinganya. Suara itu berasal dari bom bunuh diri yang meledak di Markas Kepolisian Sektor Astanaanyar.
Jaraknya sekitar 200 meter dari rumah Anne. Suasana ramai dan kepulan asap putih di polsek semakin meyakinkannya.
“Saat itu, saya sedang siap-siap jualan. Lokasi jualan sekitar 100 meter dari polsek,” kata Anne, penjual lotek.
Anne mengatakan, beruntung dia belum berjualan saat bom meledak. Dia tidak bisa membayangkan bila dekat pusat ledakan. Anne bisa saja tewas atau mungkin terluka berat.
Kekhawatiran itu tidak berlebihan. Ledakan itu menewaskan dua orang, pelaku Agus Sujatno (34) dan anggota Polsek Astanaanyar Ajun Inspektur Polisi Satu Sofyan (41). Sofyan tewas melindungi sembilan kawan-kawannya, yang belakangan menderita luka-luka. Satu korban luka lainnya adalah Nurhasanah, warga yang kebetulan melintas di depan polsek.
Kabar mereka yang tewas dan terluka, sempat membuat Anne ketakutan. Ia berpikir akan libur berjualan lotek. Dia cemas bakal terdampak ledakan lainnya.
Akan tetapi, melihat aparat yang bergerak cepat menjaga lokasi sekitar kejadian, ketakutannya perlahan mencair. Dia sadar, bila terus dirundung cemas, hidupnya bakal susah. Dengan alasan itu, ia pilih tetap berjualan meski kali ini jauh lebih waspada.
Di dunia digital, ajakan tidak melanggengkan ketakutan ikut ditebarkan. Kurang dari sejam setelah ledakan, Riki Waskito (44), admin di beberapa grup WhatsApp beranggotakan ratusan orang, memberi imbauan tertulis.
Ia meminta semua anggota grup tidak memasang foto atau video kejadian di Astanaanyar.
Imbauan itu dipatuhi semua anggota grup. Bukan tanpa alasan Riki melakukannya. Bila sembarangan menebar konten bom, hanya akan memicu lingkaran setan ketakutan. Saat itu terjadi, keinginan teroris ujungnya bakal tersampaikan.
“Bila tidak dicegah, hal itu rentan memunculkan kasus serupa,” kata dia. Ulah nekat Agus, menunjukkan potensi kerawanan lingkaran setan yang berulang itu. Akhir Februari 2017, Agus ditangkap polisi setelah Yayat Cahdiyat alias Abu Salam meledakkan bom panci di Cicendo, Kota Bandung. Cicendo berjarak sekitar 4 kilometer dari Astanaanyar.
Sekitar dua minggu kemudian, Agus ditangkap di tempat kosnya di Batununggal, Kota Bandung. Tinggal di kawasan padat penduduk, Agus dikenal tidak mau bergaul.
Agus lantas ditahan sejak September 2017 hingga Oktober 2021 di Lembaga permasyarakatan Kelas II A Pasir Putih Nusakambangan. Namun, saat bebas, ia masih susah diajak bicara dan cenderung menghindari orang lain.
Rosidin, Direktur Fahmina Institute, organisasi nirlaba yang fokus pada kemanusiaan, keadilan, dan kesetaraan, mengatakan, kasus bom berulang menunjukkan pentingnya persiapan semua pihak menerima mantan napi teroris. Aparat pemerintah daerah, desa hingga warga perlu mendapatkan edukasi terkait menghadapi bekas napi teroris yang sudah bebas.
“Kalau tidak, mereka (mantan pelaku teror) bisa merasa tidak diterima. Akhirnya, mereka kembali ke teman-temannya yang berpandangan ekstrem dan rawan mengulang perbuatannya lagi,” ungkapnya.
Melindungi nyawa
Ketika teror terjadi lagi, dampaknya sungguh memilukan. Deras air mata yang turun bersama hujan di Kecamatan Sukasari, Kota Bandung, Rabu petang, mengiringi kepergian Sofyan. Istri dan tiga anaknya masih enggan pergi dari pusara yang masih basah.
“Dia itu tidak pernah ada masalah dengan orang lain. Orangnya baik. Mudah akrab dengan siapa saja. Dia kebanggaan keluarga,” ujar Salman (45), kakak Sofyan, sambil tersenyum kecil tapi dengan nada suara yang bergetar.
Meski kehilangan, Salman merelakan kepergian adiknya yang gugur dalam tugas. Dia tahu, tubuh Sofyan melindungi material bom bertebaran mencegah korban lebih banyak berjatuhan.
“Kepergian almarhum semakin mengajarkan pada kami untuk tidak takut teror,” ujar Salman.
Kepala Satuan Pembinaan Masyarakat di Kepolisian Resor Kota Besar Bandung Ajun Komisaris Besar Sutorih mengatakan, pengorbanan Sofyan menjadi yang pertama mencegah pelaku masuk lebih jauh ke Polsek Astanaanyar akan selalu menjadi teladan. Dia pahlawan bagi hidup orang-orang di sekitarnya. Sutorih berharap semangat itu terus menjadi inspirasi bagi personel polisi lainnya.
“Takut hanya kepada Allah. Namun, sebagai pelayan masyarakat, jangan juga kita lengah. Harus waspada,” ujarnya.
Apapun alasannya, melenyapkan nyawa manusia bukan solusi. Saat masih ada yang belum mampu memahaminya, tugas bersama untuk membuat mereka lantas percaya.