Konflik Agraria, Ribuan Warga Unjuk Rasa di Kantor Gubernur Sumbar
Warga menuntut agar konflik tumpang tindih lahan mereka dengan kawasan hutan produksi diselesaikan serta kriminalisasi terhadap warga yang memanen hasil kebun mereka dihentikan.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Ribuan warga yang berasal dari Nagari Air Bangis, Pasaman Barat, Sumatera Barat, beserta aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Sumatera Barat menggelar unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sumbar, Senin (31/7/2023). Massa menuntut penyelesaian konflik agraria dan penghentian kriminalisasi terhadap warga.
Para pengunjuk rasa menggelar aksi sejak pukul 09.30. Massa dari kalangan masyarakat tidak hanya laki-laki, tetapi juga perempuan dan anak-anak usia balita hingga sekolah. Adapun mahasiswa berasal dari sejumlah perguruan tinggi di Sumbar. Polisi pun menutup akses Jalan Sudirman di depan Kantor Gubernur Sumbar.
Selain berorasi, massa aksi juga membawa sejumlah spanduk. Beberapa spanduk, antara lain, berisi pesan, ”Kembalikan Hak Kami”, ”Negara Menjajah Melalui PSN”, dan ”Tolak Proyek Strategis Nasional (PSN), Hentikan Kriminalisasi Masyarakat, BEM SB Bersama Rakyat”.
Haris Ritonga (36), salah seorang pengunjuk rasa, menjelaskan, ada sekitar 1.500 warga dari Nagari Air Bangis yang datang dalam unjuk rasa itu, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Mereka menempuh perjalanan darat ke Kota Padang dengan bus selama tujuh jam.
”Tuntutan kami sederhana. Bebaskan kami beraktivitas di kebun kami sendiri, tidak diintimidasi, tidak ditakut-takuti, tidak ditangkap. Selesaikan konflik lahan dan bebaskan warga kami yang ditangkap,” kata Haris.
Haris menjelaskan, konflik agraria di Jorong Pigogah Patibubur, Nagari Air Bangis, ini berlangsung sejak 2016. Lahan yang ditempati dan dikelola warga sejak tahun 1970-an dinyatakan masuk kawasan hutan produksi. Selanjutnya, lahan warga masuk dalam program hutan tanaman rakyat (HTR) yang dikelola koperasi serba usaha (KSU).
”Kemudian, muncul program HTR di sana. Muncul masalah bertubi-tubi. Puncaknya, warga yang panen sawit ditangkap. Ada dua warga yang ditahan polda saat ini dan empat orang lainnya sedang dalam persidangan,” kata Haris.
Ada sekitar 1.500 warga dari Nagari Air Bangis yang datang dalam unjuk rasa itu, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Mereka menempuh perjalanan darat ke Kota Padang dengan bus selama tujuh jam.
Menurut Haris, saat ini ada 600-700 keluarga dengan jumlah ribuan jiwa terdampak konflik agraria di Jorong Pigogah Patibubur. Warga tidak berani memanen sawit karena takut ditangkap aparat yang masih berjaga di lokasi sengketa. ”Dari mana kami akan cari makan?” ujarnya.
Terkait adanya anak-anak yang ikut dalam rombongan unjuk rasa, Haris menjelaskan, tidak ada tempat untuk menitipkan anak-anak itu karena orangtua mereka berunjuk rasa. Selain itu, massa juga ingin menunjukkan ke pemerintah, ”Inilah efek domino jika kasus ini terus berlanjut, ratusan anak-anak akan berhenti sekolah.”
Sementara itu, koordinator lapangan utama aksi yang juga Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) UIN Imam Bonjol, Padang, Nopalion (23), mengatakan, ada seratusan mahasiswa anggota Aliansi BEM Sumbar yang membersamai gerakan masyarakat.
Anggota Aliansi BEM Sumbar pun meminta agar pemerintah mengabulkan tuntutan masyarakat. Kemudian, intimidasi dan kriminalisasi terhadap warga dihentikan. ”Jangan ada lagi intimidasi aparat terhadap warga yang mengelola kebunnya sendiri,” kata Nopalion. Ditambahkannya, setelah unjuk rasa di depan Kantor Gubernur, massa akan bergeser ke Kantor Polda Sumbar yang berada di sebelahnya.
Adapun dalam surat, Aliansi BEM Sumbar menuntut agar gubernur mencabut usulan PSN kepada Menko Kemaritiman dan Investasi di lahan yang sedang berkonflik. Selanjutnya, membebaskan masyarakat Nagari Air Bangis dari kawasan hutan produksi; bebaskan masyarakat dari Koperasi KSU ABS HTR Sekunder; dan bebaskan masyarakat menjual hasil sawitnya ke mana pun.
Selain itu, Aliansi BEM Sumbar juga menuntut Kepala Polda Sumbar membebaskan semua warga Nagari Air Bangis yang ditahan; menarik mundur seluruh anggota Brimob yang berada di lahan masyarakat Nagari Air Bangis; serta hentikan kriminalisasi terhadap masyarakat Nagari Air Bangis.
Saat unjuk rasa, perwakilan Pemprov Sumbar menemui massa aksi. Namun, perwakilan itu ditolak massa karena mereka ingin Gubernur Sumbar Mahyeldi yang menemui mereka secara langsung. Perwakilan Pemprov Sumbar menyebut Mahyeldi sedang ke luar kota.
Pelaksana Tugas Asisten II Pemprov Sumbar Yozarwardi Usama Putra mengatakan, persoalan ini sudah dibahas Gubernur beberapa kali. Beberapa langkah sudah dilakukan, termasuk sosialisasi ke masyarakat. ”Yang terpenting sekarang apa yang diharapkan masyarakat, dicari titik temunya,” katanya.
Yozarwardi yang juga Kepala Dinas Kehutanan Sumbar mengatakan, selanjutnya ia akan berkonsultasi dan meminta arahan kepada Gubernur. ”Supaya upaya penyelesaian terstruktur dan komprehensif. Tidak hanya di pemprov, tetapi juga pemkab, bahkan kementerian terkait, termasuk masyarakat banyak,” ujarnya.