Tim Tindak Pidana Siber Ditreskrimsus Polda Bali mengungkap kasus ”carding” dan menangkap seorang tersangka. Tersangka membeli data kartu kredit dari situs gelap.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Tim patroli siber Kepolisian Daerah Bali mengungkap kasus carding, yakni pencurian data kartu kredit dan penggunaan kartu kredit secara ilegal. Polisi menangkap seorang tersangka berinisial MA (41). Pelaku diketahui memiliki data 1.239 nasabah kartu kredit dari dalam dan luar negeri.
Pengungkapan kasus itu bermula dari pemantauan tim patroli siber Subdirektorat 5 Tindak Pidana Siber Ditreskrimsus Polda Bali terhadap sebuah akun media sosial yang mengiklankan pemesanan hotel dan vila dengan potongan harga tidak wajar. Hasil pengawasan dan pembuatan profil terhadap akun media sosial itu akhirnya menemukan jejak pemilik akun tersebut pekan lalu.
”Anggota mendapatkan informasi keberadaan pemilik akun berinisial RN di sebuah mal di Bali,” kata Kepala Bidang Humas Polda Bali Komisaris Besar Jansen Avitus Panjaitan dalam konferensi pers di Gedung Ditreskrimsus Polda Bali di Kota Denpasar, Jumat (28/7/2023).
Dalam jumpa pers itu, Jansen didampingi Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Bali Ajun Komisaris Besar Ranefli Dian Candra dan Kepala Subdit 5 Tindak Pidana Siber Ditreskrimsus Polda Bali Ajun Komisaris Besar Nanang Prihasmoko.
Dari keterangannya kepada polisi, RN mengakui sebagai pemilik akun dan dirinya diminta MA untuk mengunggah iklan promosi diskon hotel dan vila di akun media sosialnya. RN juga mengakui MA sebagai pacarnya. Adapun MA juga didapati sedang berada di mal tersebut bersama RN. Polisi pun menahan MA dan sejumlah barang, termasuk sebuah laptop dan telepon seluler, pada 12 Juli 2023.
Polisi menemukan 1.239 data kartu kredit dari laptop MA. MA mengaku data kartu kredit itu diperolehnya dengan cara membeli dari situs web gelap (dark web) seharga 20 dollar AS untuk setiap kartu kredit.
Jansen menyebutkan, dalam bertransaksi itu, MA menggunakan pembayaran dengan kripto. ”Kartu kredit milik orang lain itu yang digunakan MA untuk membeli voucher hotel, vila, dan tiket pesawat, yang kemudian dia jual kembali dengan promosi diskon itu,” katanya.
Ranefli Dian Candra mengatakan, MA menggunakan kartu kredit milik orang lain untuk membayar voucer hotel dan vila dengan harga normal. MA kemudian mengiklankan voucer tersebut dengan tawaran diskon mulai 30 persen sampai 50 persen.
Ranefli menambahkan, MA juga memanfaatkan teman wanitanya dalam melancarkan aksinya dengan menggunakan akun milik teman wanitanya untuk mengiklankan voucer diskon hotel dan vila itu. ”Tagihan pembayarannya dikenakan kepada pemilik kartu kredit,” ucapnya.
Ranefli mengungkapkan, MA, yang diketahui beralamat di Jakarta, memiliki rekam jejak kriminalitas di Bali. Dia pernah dipenjara lantaran kasus pencurian pada 2013.
Setelah itu, MA juga diketahui pernah menghuni rumah tahanan Salemba di Jakarta akibat kasus narkotika dan sedang menjalani masa pembebasan bersyarat. ”Tersangka mengaku mempelajari carding itu dari temannya saat ditahan di Rutan Salemba,” kata Ranefli.
Carding adalah perdagangan dan penggunaan kartu kredit secara ilegal. Ini merupakan bentuk kejahatan digital. Atas perbuatannya itu, menurut Jansen, MA dijerat dengan Pasal 32 Ayat 1 juncto Pasal 48 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Jeratan pasal itu mengancamkan hukuman pidana penjara paling lama 8 tahun dan atau denda paling banyak Rp 2 miliar.