Kisah Mereka yang Menerobos Bara Api
Di balik padamnya api yang membara di lahan gambut, ada kisah para sukarelawan yang berjibaku di dalamnya. Potensi kebakaran yang kian tinggi di Kalimantan memanggil mereka kembali ke ladang api.
Kebakaran mulai membara di Kalimantan. Banyak cerita di balik padamnya api, tetapi sebelum padam ada kaki-kaki yang melepuh, tangan yang tertusuk duri, dan banyak kisah lain dari mereka yang rela menerobos bara api.
Agus Maksum sudah sejak 2015 bergabung dengan sukarelawan peduli api di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Ia beristirahat cukup lama sampai akhirnya tugas memanggil kerelaannya kembali untuk menjadi pemadam kebakaran di Dinas Kehutanan Provinsi Kalteng.
Pada Selasa (27/6/2023), Agus yang hampir tertidur di bangkunya terperanjat lalu melompat ketika mendengar sirene yang memekakkan telinga. Ia bergegas mengenakan sepatu bot kuning dengan tinggi hampir menyentuh lututnya. Tak ada baju antibakar yang dipakai, hanya helm kuning yang ia jinjing.
Ia kemudian melompat ke mobil pikap andalannya berwarna oranye. Di bak belakang ia bersama enam orang lainnya duduk. Mobil melaju menuju ke Jalan Karanggan ujung tak jauh dari sebuah pesantren.
Sampai di lokasi, asap sudah membumbung, Agus dan kawan-kawannya menerobos semak-semak belukar. Semak gambut penuh jebakan, tanahnya tak basau atau keras, salah menginjak kaki bisa tenggelam dibuatnya.
Baca juga: Hingga Mei 28.020 Hektar Lahan Telah Terbakar
Kaki Agus tampaknya sudah biasa. Ia melompati beberapa bagian rawa gambut yang nyaman diinjak tetapi berbahaya. Ranting-ranting mencuat menggores tangan dan lengannya tetapi ia bergeming. Kawan-kawannya mengangkut selang dan mesin isap air.
Begitu di lokasi ia mencari sumber air. Untungnya ada selokan yang airnya masih penuh, diisapnya air, mereka pun mulai mengitari sumber api menyerbunya dengan air. Tak sampai satu jam api pun padam. ”Ini lokasi kebakaran dua hari lalu, sudah padam tetapi apinya nyala kembali. Mungkin karena ini gambut jadi api menyala kembali,” katanya.
Agus menunjukkan kembali luka-luka yang ia dapat saat memadamkan api di tahun 2015 dan 2019. Ia hanya seorang sukarelawan, bukan tugas utamanya memadamkan api. Namun, karena asap sangat menyusahkan diri dan keluarganya, ia mau berjibaku dengan api. ”Kalau kaki melepuh sudah biasa, yang penting memastikan api padam, belum padam belum pulang,” kata Agus saat ditemui lagi di Palangkaraya, Senin (10/7/2023).
Baca juga: Mengurangi Ancaman Kebakaran di Tengah Potensi El Nino
Sukarelawan pemadam api ternyata jadi gerakan yang menyebar di seluruh Kalimantan. Di Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, terdapat Pengayuan Rescue yang setiap hari berjibaku dengan api menjaga lahan gambut di sekitar mereka tidak merambah ke permukiman warga.
Kalau kaki melepuh sudah biasa, yang penting memastikan api padam, belum padam belum pulang.
Posko Pengayuan Rescue di RT 002 RW 001 Kelurahan Landasan Ulin Selatan, Kecamatan Liang Anggang, Kota Banjarbaru, harus siaga 24 jam. Pada hamparan lahan gambut di kiri dan kanan Jalan Ahmad Yani, perbatasan antara Kota Banjarbaru dan Kabupaten Tanah Laut, muncul titik-titik api. Kondisi itu mengharuskan para sukarelawan berjaga-jaga di posko siang dan malam.
”Dari siang sampai sore, kami turun untuk mengatasi kebakaran lahan, terutama yang mendekati permukiman. Kemudian, malam sampai dini hari, kami harus turun ke jalan untuk mengatur lalu lintas yang terganggu kabut asap,” kata Sekretaris Pengayuan Rescue Annisa Fitriany saat ditemui di Banjarbaru, Rabu (5/7/2023).
Baca juga: Solidaritas Pantang Padam dari Banjarmasin
Annisa menyebutkan, ada beberapa kali kejadian kebakaran lahan berskala besar di Landasan Ulin Selatan, Liang Anggang, sebelum Idul Adha atau pada akhir Juni 2023. Lahan yang terbakar persis di pinggir Jalan Ahmad Yani, yang merupakan Jalan Trans-Kalimantan, dan mendekati pemukiman warga.
”Waktu itu kami kewalahan karena mesin dan peralatan kami kurang memadai. Sukarelawan pemadam kebakaran dari Banjarbaru, Martapura, Banjarmasin, dan Tanah Laut kemudian berdatangan membantu,” katanya.
Ia memastikan, mereka turun tanpa perlu diperintah atau dikomandoi oleh pihak kelurahan, kecamatan, ataupun Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Bahkan, mereka selalu turun lebih dulu dan menjadi yang terdepan saat ada kebakaran lahan di sekitarnya, baru kemudian memberi tahu petugas kelurahan, kecamatan, dan kepolisian sektor terdekat. Biaya pun mereka tanggung sendiri.
Meski demikian, mereka tentu saja tak bisa maksimal jika bergerak sendiri, butuh dukungan dari pemerintah setempat untuk memadamkan api, terutama mendekati musim kemarau yang kering.
Baca juga: Achmad Berkati Jiwa Pemadam yang Pantang Padam
Di Kalimantan Barat, Masyarakat Peduli Api (MPA) juga mulai hidup kembali dengan ancaman karhutla yang kian nyata. Kamis (6/7/2023), Saiful Bahri (43), salah satu anggota MPA Desa Rasau Jaya 2, Kecamatan Rasau Jaya, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, sudah berpatroli memantau lahan-lahan gambut yang rawan terbakar.
Bersepeda motor, Saiful masuk dari kampung ke kampung menyusuri jalan-jalan sempit hingga berlumpur untuk mencapai lahan gambut. Hari itu ia ingin melihat kondisi salah satu lokasi lahan gambut di Desa Rasau Jaya 2, Dusun Banjar Sari.
Di perjalanan ia sempatkan diri menyapa warga yang melintas dan berbincang mengenai kondisi lahan di sekitar. Momen perjumpaan dengan warga memang kerap dipergunakannya untuk menyosialisasikan bahaya kebakaran lahan.
”Saat patroli ke suatu lokasi, sembari berjumpa warga saya menyosialisasikan kewaspadaan menghadapi potensi kebakaran hutan dan lahan,” ujar Saiful.
Kepala Seksi Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Wilayah II Kalimantan Barat Sahat Irawan Manik menuturkan, MPA dibentuk oleh Balai PPI Wilayah Kalbar. Anggota MPA berjumlah 704 orang yang tersebar di 40 kelompok sejak tahun 2016. Mereka tersebar di 12 kabupaten di Kalbar, salah satunya di Kabupaten Kubu Raya. Saiful adalah salah satunya.
MPA sebagai tim untuk memperkuat sosialisasi di tingkat masyarakat dan penanganan dini. Sosialisasi yang mereka lakukan tentang bahaya kebakaran lahan. Lalu, melakukan upaya pencegahan kebakaran secara mandiri bersama para pihak lainnya.
Untuk memastikan MPA bekerja secara efektif di lapangan, pihaknya melaksanakan monitoring melalui Manggala Agni Pendamping Desa (MAPD). Selain itu, terdapat kegiatan pembinaan MPA yang dilakukan secara berkala sesuai skala prioritas kerawanan.
Di wilayah Ibu Kota Nusantara di Kalimantan Timur, sukarelawan juga ikut ambil bagian menjaga kawasan di sekitar IKN agar tidak terbakar.
Seperti yang dilakukan M Fajarianto (36) dan kawan-kawannya yang tergabung sebagai MPA sejak 2020. Ia ingin turut serta menjaga desanya, Desa Bumi Harapan, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, Kaltim, dari kebakaran hutan dan lahan. Terlebih, tempat tinggalnya berbatasan langsung dengan IKN.
Menurut laki-laki yang akrab disapa Fajar itu, potensi karhutla sebagian muncul dari kebiasaan warga membakar sisa-sisa kayu setelah membuka lahan untuk perkebunan.
Sebenarnya, tradisi membuka lahan dengan membakar sudah ditinggalkan masyarakat di daerah Sepaku. Kendati demikian, beberapa warga kerap membakar sisa-sisa kayu hasil membuka lahannya.
”Dengan kondisi tersebut, kami lebih banyak sosialisasi dan memberi alternatif lain selain membakar. Misalnya, sisa kayu dan rerumputan hasil membuka lahan itu dipotong kecil-kecil, kemudian diangkut bersama ke tempat pembuangan sampah,” kata Fajar.
Dari total 11 desa dan 4 kelurahan di Kecamatan Sepaku, lebih dari 100 warga tergabung dalam MPA di setiap desa dan kelurahan. Secara bergantian dan rutin, mereka berpatroli bersama personel Manggala Agni yang bertugas di wilayah tersebut.
Baca juga: Hadapi El-Nino, IKN Antisipasi Kebakaran Hutan dan Lahan
Rentan terbakar
Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) RI memetakan wilayah rawan terbakar di Indonesia berdasarkan Peta Indikatif Restorasi (PIR). Salah satu pertimbangan yang digunakan untuk penentuan prioritas, yaitu lokasi gambut yang terbakar berulang pada periode tahun 2015 sampai dengan 2020.
BRGM menetapkan lokasi prioritas restorasi gambut untuk periode 2021-2024 di Kalimantan Barat sebanyak 15 Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG ) dari total 124 KHG, Kalimantan Tengah sebanyak 17 KHG (dari total 35 KHG), dan Kalimantan Selatan sebanyak 4 KHG (dari total 4 KHG).
Deputi Bidang Konstruksi, Operasi, dan Pemeliharaan BRGM Tris Raditian menjelaskan, dengan kerentanan itu, pihaknya telah melakukan berbagai upaya untuk menjaga gambut dari kebakaran hutan dan lahan, salah satunya dengan memfasilitasi pembangunan sekat kanal sebanyak 7.785 unit, 14.087 unit sumur bor di seluruh Indonesia.
”Hampir di seluruh wilayah Kalimantan kami membentuk petugas pemeliharaan yang terdiri dari MPA, kelompok tani dan kelompok lainnya, juga mempercepat perbaikan infrastruktur restorasi gambut, dengan prioritas waktu sebelum kemarau,” kata Tris.
Tris menambahkan, pihaknya juga membentuk posko untuk memfasilitasi kelompok-kelompok masyarakat atau sukarelawan. ”Tahun ini kami menambah jumlah posko untuk mengintensifkan pelaksanaan kegiatan dan pemeliharaan infrastruktur yang sudah dibangun,” ungkapnya.
Sukarelawan penerobos bara api tidak memikirkan upah ketika api sudah di depan mata. Mereka enggan pulang sebelum bisa memadamkan api. Efektivitas pemadaman api di tingkat tapak sangat bergantung pada kerelaan kelompok-kelompok masyarakat tersebut. Tanpa mereka, Kalimantan mungkin sulit terselamatkan dari kobaran api.