Jembatan Penghubung Malang-Lumajang Putus, Satu Kecamatan di Lumajang Terisolasi
Jembatan di jalur nasional penghubung Malang-Lumajang, Jawa Timur, hanyut terbawa banjir. Ini menyebabkan satu kecamatan di Lumajang, yaitu Pronojiwo, terisolasi.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·5 menit baca
MALANG, KOMPAS — Jembatan di jalur nasional penghubung Malang-Lumajang, Jawa Timur, hanyut terbawa banjir. Hal ini menyebabkan satu kecamatan di Lumajang, yaitu Pronojiwo, terisolasi. Sebab, sebelumnya, jalur Pronojiwo menuju Kota Lumajang juga tertutup oleh longsor.
Pada Jumat (7/7/2023) sekitar pukul 14.00, banjir dengan intensitas besar menyebabkan Jembatan Kali Glidik di Desa Sidorenggo, Kecamatan Ampelgading, Kabupaten Malang, putus terbawa air bah. Air bahkan sempat meluap ke sekitar jembatan dan merusak rumah milik Samin, warga yang tinggal di dekat jembatan. Jembatan tersebut berada di jalur nasional penghubung Malang-Lumajang.
”Sebenarnya banjir ini sudah terjadi sejak pagi, tetapi kecil. Setelah shalat Jumat, tiba-tiba banjirnya datang dengan besar. Suaranya bergemuruh sehingga orang sekitar sini sempat mengungsi,” kata Hari (54), warga Desa Sidorenggo, yang tinggal tak jauh dari Jembatan Kali Glidik.
Bersamaan dengan suara gemuruh itu, air bah yang membawa material lumpur, batu, dan kayu menyapu jembatan sepanjang sekitar 35 meter dengan lebar 10 meter tersebut. ”Warga bisa menyelamatkan diri. Namun, ada rumah yang rusak milik Pak Samin yang ada di pojok,” kata Hari.
Jembatan Kali Glidik itu memisahkan Kecamatan Pronojiwo di Lumajang dengan Kecamatan Ampelgading di Malang. Dengan putusnya jembatan tersebut, warga Pronojiwo terisolasi. Sebab, pagi sebelumnya, jalur Pronojiwo menuju kota Lumajang juga tertutup oleh longsor di Km 58 Piket Nol.
”Iya, Pronojiwo untuk sementara terisolasi. Saat ini kebutuhan pokok masih aman. Hanya saja kendala kami adalah listrik. Listrik mati sehingga mengganggu aktivitas warga,” kata Camat Pronojiwo Hindam.
Menurut Hindam, ada beberapa lokasi banjir dan longsor sehingga menyebabkan listrik PLN terputus, misalnya di titik area Kloposawit Pronojiwo. ”Saat ini berbagai pihak, termasuk PLN, sedang berusaha memulihkan aliran listrik tersebut. Semoga saja bisa tertangani,” ujarnya.
Hingga saat ini, longsor di jalur piket nol, Candipuro (jalur penghubung Pronojiwo dan kota Lumajang), yang terjadi pada Jumat dini hari, belum bisa ditangani. Daerah tersebut masih dilanda hujan deras dan longsor susulan.
Kondisi itu membuat material longsor berupa tanah dan batu belum bisa dievakuasi sehingga masih menutupi seluruh badan jalan. Akibatnya, akses jalan dari Pronojiwo menuju kota Lumajang juga tertutup.
Panjang longsor sekitar 10 meter dengan ketinggian sekitar 3 meter. Titik longsor terjadi di Kilometer 58 jalur Piket Nol. Dari arah Lumajang, lokasinya sebelum Jembatan Gladak Perak/Jembatan Merah Putih. Lokasi itu masuk Dusun Kamarkajang, Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro.
”Longsor terjadi pagi tadi, tidak tahu tepatnya jam berapa. Kemungkinan dini hari. Ini karena sudah dua hari ini Lumajang hujan terus,” kata Camat Candipuro Agus Samsul Hadi.
Menurut Agus, pada Jumat pagi sebenarnya petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lumajang dan berbagai pihak terkait sudah tiba di lokasi untuk melakukan asesmen dan penanganan. Namun, upaya penanganan longsor gagal karena di lokasi masih terjadi hujan deras.
”Hingga saat ini hujan masih terus berlangsung sehingga belum bisa dilakukan penanganan. Longsor juga masih terus terjadi. Itu sebabnya, kami harap masyarakat dari Malang yang mau ke Lumajang, dan sebaliknya, lebih baik memutar melalui utara, yaitu lewat Probolinggo,” kata Agus.
Penanganan longsor, menurut Agus, berdasarkan koordinasi dengan BPBD dan pihak terkait lain, baru bisa dilakukan jika hujan sudah reda dan longsor berhenti. Kondisi jalur selatan Malang-Lumajang memang didominasi perbukitan dengan kondisi tanah mudah longsor. Di jalur tersebut berulang kali terjadi longsor dan pohon tumbang sehingga sering menyebabkan akses jalan terputus.
”Sebenarnya masyarakat bisa melalui jalur alternatif di Curah Kobokan, yang bisa menghubungkan Pronojiwo-Candipuro. Namun, saat hujan deras seperti ini, debit air di Curah Kobokan akan naik sehingga jalur juga tidak bisa dilintasi,” kata Agus.
Tim gabungan penanganan bencana Lumajang sedang menunggu situasi kondusif untuk bisa membuka akses jalan Pronojiwo-kota Lumajang.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Lumajang Patria Dwi Hastiadi mengatakan, selain merusak infrastruktur fisik, longsor juga menyebabkan tiga orang tewas di Dusun Sriti RT 006 RW 003, Desa Sumberurip, Kecamatan Pronojiwo. Korban adalah Galih Adi Perkasa (23 tahun/suami), Candra Agustina (20 tahun/istri), dan Galang Naendra Putra (4 bulan/anak).
Ketiganya ditemukan tewas setelah rumah mereka tertimbun longsor di bagian dapur dan kamar tidur. Tim berhasil masuk dan melakukan evakuasi terhadap korban terdampak. ”Dini hari tadi sekitar pukul 04.00, kami berhasil mengevakuasi tiga korban meninggal, yang merupakan satu keluarga,” kata Patria.
Hingga kini, menurut Patria, tim gabungan penanganan bencana Lumajang sedang menunggu situasi kondusif untuk bisa membuka akses jalan Pronojiwo-kota Lumajang.
”Kami telah mengerahkan alat berat guna melakukan pembukaan jalan yang tertutup total. Namun, kondisi cuaca di lokasi kejadian belum memungkinkan untuk melanjutkan upaya penanganan darurat. Hal ini disebabkan muncul beberapa longsor susulan,” katanya.
Dalam beberapa hari ini di wilayah selatan Jawa Timur, baik di Lumajang maupun Malang, terjadi peningkatan intensitas awan. Di beberapa lokasi juga terjadi hujan meski saat ini sebenarnya sudah memasuki musim kemarau.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Kelas I Juanda Sidoarjo, dalam siaran persnya, menyebut bahwa saat ini wilayah Jatim berada pada musim kemarau dengan pola angin dominan dari arah timur hingga tenggara. Namun, adanya gangguan pada atmosfer menyebabkan peningkatan potensi terjadinya cuaca ekstrem di beberapa wilayah.
Hasil analisis dinamika atmosfer terkini menunjukkan aktifnya gangguan atmosfer MJO (Madden-Julian Oscillation), gelombang atmosfer Ekuatorial Kelvin, dan gelombang atmosfer Ekuatorial Rossby. Hal ini mengakibatkan potensi peningkatan pertumbuhan awan kumulonimbus yang dapat memicu terjadinya cuaca ekstrem seperti hujan lebat disertai petir dan angin kencang sesaat.
”Oleh karena itu, beberapa wilayah di Jawa Timur perlu diwaspadai memiliki potensi cuaca ekstrem yang dapat mengakibatkan terjadinya bencana hidrometeorologi (hujan lebat, tanah longsor, puting beliung, hujan es, dan genangan air) pada periode 7–13 Juli 2023,” kata Taufiq Hermawan, Kepala Stasiun Meteorologi Kelas I Juanda Sidoarjo, dalam siaran pers tersebut.
Beberapa wilayah rawan bencana itu adalah Kota Blitar, Kabupaten Malang, Lumajang, Kota Malang, Tulungagung, Kabupaten Blitar, Banyuwangi, Jember, Kediri, Pasuruan, Probolinggo, Kota Batu, Trenggalek, Jombang, Nganjuk, dan Ponorogo.