Jaringan Gas Rumah Tangga, Hak Warga Aceh yang (Sebagian) Akhirnya Terpenuhi
Dari pintu dapur, terpaut 300 meter, Safriati bisa melihat bekas lapangan ExxonMobil yang kini ditumbuhi semak belukar. Namun ironi, di tahun 1990-an, saat dia masih remaja, keluarganya masih menggunakan kayu bakar.
Saat banyak warga sering mengalami kesulitan gas 3 kilogram, sebagian besar warga Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh telah mendapatkan pasokan gas ke rumah yang jumlahnya tak terbatas. Melalui jaringan gas rumah tangga, biaya lebih hemat, lebih aman, dan stok tak pernah putus.
Menjelang siang, Safriati (45) warga Desa Meunye Lhee, Kecamatan Nibong, Kabupaten Aceh Utara, Aceh mulai sibuk di dapur untuk menyiapkan makan siang buat keluarganya. Berjarak 300 meter dari pintu dapur, Safriati bisa melihat bekas ladang minyak dan gas bumi ExxonMobil.
Hari itu, dia akan memasak kuah pliek u, kuliner khas Aceh. Ragam sayur seperti buah nangka muda, daun dan buah melinjo, kates muda, terong, kacang panjang, serta rempah lain, sudah disiapkan sejak semalam. Ragam sayuran itu dimasak menggunakan santan yang dicampur pliek u. Dia memasak menggunakan jaringan gas perpipaan. Kemewahan itu baru dirasakannya setahun ini. Bertahun-tahun sebelumnya, ia memakai kayu bakar, kendati keluarganya tinggal di wilayah eksplorasi Exxonmobil.
Pliek u adalah bumbu masak dari ampas kelapa yang minyaknya sudah diperah. Butuh waktu 15 hari untuk menyiapkan pliek u mulai dari fermentasi hingga memerah minyaknya. “Pliek-nya kurang bagus, tapi masih cukup enak untuk dimasak,” kata Safriati, Selasa (20/6/2023).
Baca juga : Infrastruktur Gas Menjadi Tantangan di Tengah Transisi Energi
Memasak kuah pliek u butuh waktu sekitar 20 menit, lebih lama dibandingkan kuah lain. Karena stok gas untuk memasak tidak terbatas, Safriati tidak khawatir sewaktu-waktu kehabisan gas.
“Dulu sebelum ada gas dalam pipa (gas rumah tangga) ini, sering kali lagi goreng ikan, habis gas. Terpaksa lari ke pangkalan untuk antri,” kata Safriati.
Tapi itu cerita lama. Sejak Januari 2022, rumahnya sudah terpasang jaringan gas rumah tangga. Melalui gas rumah tangga pasokan gas ke dapurnya selalu tersedia. Dia kini bisa memasak kapan saja dan berapapun lamanya.
Jaringan gas rumah tangga merupakan program dari Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai bagian dari keadilan energi. Pembangunan jaringan distribusi gas untuk rumah tangga merupakan salah satu program prioritas nasional untuk diversifikasi energi, pengurangan subsidi, penyediaan energi bersih dan murah. Melalui program ini, masyarakat diharapkan mendapatkan bahan bakar yang lebih bersih, aman, dan murah.
Baca juga : Gas Rumah Tangga Bantu Menekan Defisit Neraca Perdagangan
Saat pertama kali jaringan gas itu dipasang, Safriati sempat sangsi, jangan-jangan dia harus mengeluarkan biaya lebih besar daripada menggunakan gas melon subsidi. Namun, karena diberi hadiah kompor, ia menjadi tertarik.
Meski demikian, dia masih menyimpan tabung gas 3 kg untuk antisipasi kalau sewaktu-waktu jaringan gas rumah tangga bermasalah. “Dari pertama dipasang sampai sekarang tidak pernah bermasalah, kapan saja dinyalakan ada gasnya,” ujar Safriati.
Ternyata biaya juga jauh lebih hemat dibandingkan gas 3 kg. Jika menggunakan tabung gas 3 kg, untuk pemakaian normal, sebulan butuh dua tabung atau Rp 44.000. Namun, dengan jaringan gas rumah tangga, iuran bulanan hanya Rp 20.000. Dia kini bisa menghemat separuh dari sebelumnya.
Ironi kayu bakar
Desa Meunye Lhee merupakan bagian dari ladang minyak gas milik ExxonMobil, perusahaan asal Amerika Serikat. Dari pintu dapur, terpaut 300 meter, Safriati bisa melihat bekas lapangan ExxonMobil yang kini ditumbuhi semak belukar.
ExxonMobil melakukan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi di Aceh selama setengah abad, sejak 1968 hingga 2018. ExxonMobil menjual minyak dan gas dari Aceh ke banyak negara. Migas dari perut bumi Aceh itu telah menopang kebutuhan energi negara-negara di Asia.
Ironisnya, di tahun 1990-an, saat Safriati masih remaja, keluarganya masih menggunakan kayu bakar untuk memasak. Sebagai daerah konflik bersenjata, angka kemiskinan di Aceh Utara kala itu tinggi. Sementara pada saat yang sama perusahaan asing itu tidak henti menyedot migas. Pada masa jayanya, ExxonMobil mampu memproduksi migas 3.000 Million Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD) dalam sehari.
Tahun 2000-an, saat ekonomi kian membaik, keluarga Safriati mulai memasak menggunakan kompor minyak tanah. Namun, tahun 2007, pemerintah mengeluarkan kebijakan konversi minyak tanah ke gas elpiji. Pada awal-awal peralihan, warga kerap kesulitan mendapatkan elpiji 3 kg. Mereka tidak kebagian gas melon, sementara minyak tanah sudah langka, pilihan paling logis kembali memasak dengan kayu bakar.
Tahun 2018, ExxonMobil mengakhiri operasi di Aceh. Selain karena masa kerja berakhir, cadangan migas juga telah menyusut. Semua aset bekas perusahaan itu diserahkan kepada negara.
Baca juga: Jaringan Gas Rumah Tangga di Aceh
Setelah sempat dikelola Pertamina Hulu Energi, kini ladang migas itu dikelola oleh Badan Usaha Pemprov Aceh, PT Pema Global Energi (PGE). Migas dari sumur tua itulah yang dijadikan bahan baku gas rumah tangga di Aceh Utara.
“Kami sudah merasakan semuanya mulai masak pakai kayu bakar, minyak tanah, gas 3 kg, dan sekarang gas dalam pipa,” ujar Safriati.
Seorang warga Kecamatan Dewantara, Aceh Utara, Rahmat Mirza (30) mengatakan pengeluaran untuk belanja elpiji kini jauh lebih hemat, bisa separuh dari harga gas 3 kg. “Sejak ada jaringan gas rumah tangga kami jarang pakai gas 3 kg, kecuali saat ada hajatan perlu masak porsi besar,” kata Mirza.
Tersisa 4 persen
External Relations Coordinator - PT Pema Global Energi Agus Salim menuturkan, saat ini masih ada cadangan migas sekitar 4 persen dari potensi saat dikelola Exxonmobil. Kini dalam sehari PGE memproduksi migas 40 hingga 50 MMSCFD.
Dari produksi tersebut, sebanyak 15-16 MMSCFD dijual kepada jaringan pipa gas Arun - Belawan. Setelah diolah, gas kemudian didistribusikan kembali ke jaringan gas rumah tangga.
“Kami sedang mencari sumber-sumber migas baru. Jika ada temuan migas baru sangat mungkin dikembangkan jaringan gas rumah tangga menjadi lebih luas,” kata Agus.
Baca juga : Optimalkan Serapan Domestik, Infrastruktur Gas Bumi Dikebut
Kepala Bidang Minyak dan Gas Bumi Dinas Energi Sumber Daya Mineral Aceh Dian Budi Darma mengatakan, program tersebut dimulai sejak 2014. Pembangunan jaringan dan sambungan ke rumah dilakukan bertahap. Daerah yang dekat dengan jaringan pipa Arun - Belawan menjadi prioritas karena pasokan gas lebih mudah.
Saat ini, sudah ada 35.824 rumah tangga di lima kabupaten di provinsi itu telah terpasang jaringan gas rumah tangga. Kelima kabupaten itu adalah Aceh Utara, Lhokseumawe, Aceh Timur, Aceh Tamiang, dan Langsa.Sejak program tersebut beroperasi, warga pengguna tidak pernah mengalami kesulitan gas dan tidak bergantung lagi pada gas 3 kilogram.
Pengoperasian juga sangat mudah karena instalasi terhubung dengan kompor untuk memasak. Selain mudah, gas rumah tangga juga aman dari kecelakaan kebakaran karena memiliki tekanan rendah.
Ini salah satu strategi untuk mengurangi angka kemiskinan yakni dengan menekan angka pengeluaran keluarga belanja elpiji. (Dian Budi Darma)
Meski gas pipa sudah melayani puluhan ribu rumah tangga, angka itu masih sekitar 3 persen dari 1,2 juta rumah tangga di Aceh. Oleh karena itu pemerintah Aceh memiliki rencana jangka panjang untuk memperluas cakupan. Sebab, melalui jaringan gas rumah tangga, pemenuhan energi untuk warga lebih terjamin karena tidak pernah mengalami kelangkaan.
“Ini salah satu strategi untuk mengurangi angka kemiskinan yakni dengan menekan angka pengeluaran keluarga belanja elpiji,” kata Dian.
Pengoperasian jaringan gas rumah tangga dimandatkan kepada PT Perusahaan Gas Negara (PGN). Sementara jaringan gas dibangun oleh Kementerian ESDM.
Area Head PGN Medan-Aceh Saeful Hadi mengatakan warga antusias menggunakan jaringan gas rumah tangga. Menurutnya program itu sangat bermanfaat dan menjawab kegelisahan warga terkait kelangkaan elpiji subsidi.
Di sisi lain, pengoperasian gas rumah tangga mudah, aman, dan hemat. Menurut Saeful, pengembangan jaringan gas rumah tangga sangat mungkin untuk diperluas.
“Manfaat bagi pemerintah program ini akan mengurangi subsidi karena selama ini LPG masih impor dan harganya mahal dibanding harga LPG di Indonesia,” kata Saeful.
Program jaringan gas rumah tangga ini menjadi solusi untuk menjamin ketersediaan energi bagi warga. Modal pembangunan jaringan memang besar, tetapi manfaat yang dirasakan warga jauh lebih besar.
Baca juga : Target 266.000 Jaringan Gas Rumah Tangga Terpasang Tahun Ini