Optimalkan Serapan Domestik, Infrastruktur Gas Bumi Dikebut
Saat ini tengah dibangun pipa transmisi gas Cirebon-Semarang tahap I (Semarang-Batang) yang kemajuannya telah mencapai 67,33 persen. Pipa gas juga direncanakan dibangun untuk ruas Sei Mangkei-Dumai.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gas bumi diarahkan untuk semakin banyak diserap di dalam negeri guna mengurangi ketergantungan pada produk bahan bakar minyak dan elpiji yang pemenuhannya didominasi impor. Salah satu upaya pemerintah ialah dengan memacu infrastruktur gas bumi, antara lain pada pipa gas Cirebon-Semarang tahap I yang ditargetkan rampung tahun ini.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pada 2022 porsi gas bumi untuk kebutuhan domestik sebesar 3.686 miliar british thermal unit per day (BBTUD) atau 68 persen. Sementara sisanya, 1.759 BBTUD atau 32 persen, untuk kebutuhan ekspor. Pada 2023 serapan domestik ditargetkan mencapai 3.881 BBTUD dan ekspor 1.912 BBTUD.
Terkait pemanfaatannya, pada 2022 sektor industri menjadi yang tertinggi dengan 1.611 BBTUD, diikuti ekspor gas alam cair (LNG) 1.154 BBTUD, pupuk 692 BBTUD, kelistrikan 619 BBTUD, dan ekspor gas pipa 606 BBTUD. Sementara untuk LNG domestik sebesar 483 BBTUD, domestik elpiji 79 BBTUD, gas perkotaan 10,93 BBTUD, dan bahan bakar gas (BBG) 4,21 BBTUD.
Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam konferensi pers capaian kinerja sektor ESDM 2022 dan program kerja 2023, di Jakarta, Senin (30/1/2023), mengatakan, ke depan, konsumsi gas Indonesia akan semakin besar, baik untuk industri maupun energi. Infrastruktur pun terus disiapkan agar dapat semakin memenuhi kebutuhan serapan gas bumi yang ada.
”Industri banyak di Pulau Jawa dan energi di Jawa dan Sumatera. Kita perlu menyambung pipa (gas) Cirebon-Semarang yang diharapkan selesai pda semester I-2023 untuk tahap I (Semarang-Batang), kemudian menyambung lagi ke Cirebon (tahap II). Ini agar gas dari Jawa Timur bisa mengisi di Jawa Tengah sehingga mengurangi biaya transportasi LNG yang pasti lebih mahal,” katanya.
Menurut data Kementerian ESDM, realisasi fisik pembangunan ruas transmisi Cirebon-Semarang (Cisem) tahap I mencapai 67,33 persen dan belanja anggaran 58,17 persen, dengan kontrak tahun jamak 2022-2023. Biaya tahap I Cisem sepanjang 62 kilometer (km) sebesar Rp 1,18 triliun, sedangkan tahap II sepanjang 240 km biayanya diperkirakan mencapai Rp 3,34 triliun.
Arifin menambahkan, rencana berikutnya adalah pembangunan pipa transmisi ruas Sei Mangkei (Sumatera Utara)-Dumai (Riau) sepanjang sekitar 400 km dengan perkiraan biaya Rp 6,57 triliun. ”Di sana (Sei Mangkei) ada kawasan industri dan akan berkembang. Juga nanti akan ada produksi baru dari Blok Andaman,” kata Arifin.
Pembangunan pipa transmisi gas juga untuk mengoptimalkan surplus gas di Jatim sebesar 129 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) pada 2023 serta meningkat menjadi 578 MMSCFD pada 2026. Adapun proyek Jambaran Tiung Biru (JTB) di Jatim mulai produksi sejak triwulan IV-2022 dan akan dioptimalkan pada 2023. Sementara di Blok Andaman ada potensi gas sebesar 1.200 MMSCFD pada 2028-2030.
Infrastruktur lainnya ialah jaringan gas kota (jargas). Berdasarkan data Kementerian ESDM, pada 2022 secara kumulatif sudah ada 871.645 rumah tangga yang tersambung jargas, dengan tambahan 72.000 sambungan di tahun tersebut. Sementara pada 2023 ditargetkan ada tambahan 400.000 sambungan sehingga kumulatif akan mencapai 1,3 juta sambungan rumah.
Menurut Arifin, target 1,3 juta sambungan rumah, secara kumulatif pada 2023 dipatok demi peningkatan pemanfaatan gas untuk domestik, termasuk masyarakat. ”Agar dimanfaatkan semaksimal mungkin di dalam negeri. Kita tahu, saat ini masih impor BBM dan elpiji. Jadi, kami coba seimbangkan,” ujarnya.
Dalam catatan ReforMiner Institute, gas bumi ialah sumber energi yang dapat menjadi pilihan utama dalam pelaksanaan transisi energi. Dari simulasi ReforMiner, jika Indonesia mengonversi sekitar 50 persen konsumsi minyak dengan gas bumi, sudah menurunkan emisi sekitar 36,16 juta ton CO2 ekuivalen. Apabila 50 persen konsumsi batubara dikonversi gas bumi, terjadi penurunan emisi 123,35 juta ton CO2 ekuivalen.
Direktur Eksekutif ReforMiner Komaidi Notonegoro menuturkan, gas bumi yang memadai bisa didorong untuk mengembangkan industri petrokimia. ”Sebab, pasarnya besar. Apabila dikembangkan, akan ada nilai tambah ekonomi yang cukup besar, apalagi semua yang berkaitan dengan kehidupan kita butuh petrokimia, mulai dari obat-obatan hingga rumah tangga,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji mengemukakan, penataan subsidi elpiji 3 kilogram (kg) akan dimulai dengan pendataan. Apabila nantinya kriteria sudah sesuai, baru akan dilakukan pembatasan penerima subsidi tersebut agar lebih tepat sasaran. Di sisi lain, pemanfaatan gas bumi, seperti jargas, terus dioptimalkan.