Kepolisian Resor Malang mengungkap lima kasus tindak pidana perdagangan orang dengan meringkus tujuh tersangka, mulai dari pekerja migran sampai penyedia seks komersial.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS —Kepolisian Resor Malang, Jawa Timur, meringkus tujuh tersangka yang diduga terlibat kasus tindak pidana perdagangan orang dari lima kasus berbeda sejak Januari hingga Juni 2023. Dari jumlah itu, dua tersangka terlibat dalam pengiriman pekerja migran ilegal ke luar negeri dan lima orang lainnya terkait layanan seks komersial.
Ketujuh tersangka itu, antara lain, adalah Imam Nawawi (48), warga Desa Pojok, Kecamatan Dampit; Ainol Rozak (39), warga Desa/Kecamatan Dampit; Muslimah (52), warga Patokpicis, Wajak; dan Sherly (19), warga Desa/Kecamatan Gedangan.
Selain itu, ada Alfian Teguh (25), warga Desa/Kecamatan Sumberpucung; Harnadi (21), warga Trenyang, Sumberpucung; dan Rizal Akbar (18), warga Karangsuko, Pagelaran.
Imam dan Ainol terlibat kasus pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal. Sementara lima tersangka lain terkait penyedia layanan seks komersial.
Wakil Kepala Polres Malang Komisaris Wisnu S Kuncoro saat konferensi pers, Kamis (15/6/2023), mengungkapkan, terkait kasus PMI, pihaknya tidak hanya meringkus pelaku, tetapi juga mengamankan empat orang yang menjadi korban.
Mereka ditemukan di salah satu rumah yang menjadi lokasi penampungan di Kecamatan Dampit dan hendak dikirim ke Timur Tengah. ”Hasil pemeriksaan, para korban berasal dari NTB dan akan dikirim ke Timur Tengah,” katanya.
Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Malang Inspektur Satu Wahyu Risky Saputro menambahkan, kedua tersangka berperan memberikan informasi secara daring kepada calon korban. Sebelum berangkat, tersangka juga memberikan sejumlah uang kepada korbannya.
Hasil pemeriksaan, para korban berasal dari NTB dan akan dikirim ke Timur Tengah.
Polisi masih melakukan pendalaman untuk mencari tahu apakah mereka ada hubungannya dengan pelaku yang melakukan kegiatan serupa di tempat lain. Dari pengakuan tersangka, mereka baru kali ini melakukan hal itu.
”Para korban dijanjikan diberangkatkan ke luar negeri, biasanya sebagai ART (asisten rumah tangga), namun pelaksanaannya tidak sesuai kesepakatan. Mereka biasanya telantar. Dan karena kepepet, akhirnya di sana (luar negeri) mereka menerima apa adanya dan terkatung-katung,” ucapnya.
Secara daring
Sementara itu, terkait dengan penyedia layanan seks komersial, ada delapan orang yang menjadi korban. Dari jumlah tersebut, tujuh orang masih berumur kurang dari 15 tahun. Mereka diarahkan untuk memberikan pelayanan kepada lelaki hidung belang di warung-warung kopi ataupun secara daring.
Dalam aksinya, para pelaku memberikan iming-iming berupa keuntungan dari kegiatan tersebut. Adapun pelaku memetik keuntungan mulai dari Rp 50.000 dalam sekali kencan.
”Ada beberapa warung kopi. Selain menjajakan makanan dan minuman, ternyata mereka juga menyediakan layanan seks komersial. Ironisnya, korban masih di bawah umur. Ini sangat memprihatinkan. Seluruh korban sebagian besar berasal dari Malang,” kata Wahyu.
Polres Malang sendiri menyiapkan layanan trauma healing bagi para korban dengan tujuan memulihkan kondisi psikis mereka. Wahyu juga mengingatkan masyarakat untuk bisa membantu melapor kepada pihak berwajib jika mengetahui ada TPPO di sekitarnya.
Akibat perbuatan ini, Imam dan Ainol dijerat Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara.
Sementara Muslimah, Sherly, Alfian, dan Harnadi dijerat Pasal 83 juncto Pasal 76 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara.
Adapun Rizal dijerat Pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 21 Tahun 2007 atau Pasal 27 Ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.