Transformasi Digital di Indonesia Belum Didukung Ketersediaan SDM
Transformasi digital dengan hadirnya layanan komputasi awan terus tumbuh di Indonesia. Namun, ketersediaan sumber daya manusia yang memadai masih jadi tantangan.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Transformasi digital dengan memanfaatkan layanan komputasi awan semakin dianggap penting di Indonesia karena bisa membuat perusahaan atau organisasi menghadirkan nilai dan layanan yang lebih baik kepada konsumen. Namun, upaya transmorfasi digital di Tanah Air dinilai belum disertai ketersediaan sumber daya manusia yang cukup.
Hal itu mengemuka pada dialog secara daring bertajuk ”Amazon Web Services (AWS) X Metrodata”, Rabu (7/6/2023) siang. Hadir dalam acara tersebut Presiden Direktur PT Mitra Integrasi Informatika (Metrodata) Alex Kuntoro dan Partner Sales Leader Asia Tenggara AWS Kirsten Gilbertson.
Menurut Alex, transformasi digital telah berlangsung di berbagai perusahaan atau organisasi di Indonesia. Dalam 16 bulan terakhir, misalnya, Metrodata telah membantu lebih dari 60 organisasi di Indonesia yang bergerak di bidang jasa keuangan, manufaktur, distribusi, ritel, layanan publik, dan industri nirlaba untuk bertransformasi secara digital.
Transformasi digital merupakan proses yang diterapkan organisasi untuk mengintegrasikan teknologi digital di semua bidang bisnis. Komputasi awan, yakni sistem pengiriman berbagai layanan lewat internet, memainkan peran penting dalam transformasi digital.
Alex mengatakan, pandemi Covid-19 telah memaksa banyak perusahaan di Indonesia untuk melakukan transformasi digital. Proses transformasi itu dilakukan agar organisasi atau perusahaan bisa berinovasi, meningkatkan produktivitas, mengoptimalkan pengeluaran, dan mengembangkan bisnis. Dengan begitu, perusahaan bisa memberikan layanan yang lebih baik bagi konsumen.
Meskipun bisa memberi dampak yang besar, ia menyebut, transformasi digital di Tanah Air masih menghadapi tantangan. Tantangan terbesar adalah keterbatasan sumber daya manusia (SDM) dengan kemampuan digital.
Hasil penelitian terbaru oleh AWS dan Gallup (perusahaan konsultasi manajemen kinerja global asal Amerika Serikat) menunjukkan, 82 persen organisasi atau perusahaan di Indonesia yang mempekerjakan karyawan dengan kemampuan digital terbaik mendapatkan kenaikan pendapatan lebih tinggi. Namun, lebih banyak lagi perusahaan dalam penelitian itu yang mengaku kekurangan SDM.
”Secara infrastruktur, masih bisa memadai. Apalagi, banyak kantor pusat perusahaan besar masih terpusat di Jakarta dan kantor cabang di ibu kota provinsi. Pengembangan SDM yang harus diakselarasi,” kata Alex.
Menurut dia, Indonesia masih kekurangan talenta digital, terutama dalam layanan komputasi awan. Oleh karena itu, pengembangan SDM harus mendapat perhatian lebih.
”Tantangannya kemudian adalah bagaimana merekrut, melatih, dan meningkatkan kompetensi SDM agar bisa mengikuti perkembangan komputasi awan di Indonesia,” katanya.
Sementara itu, Kirsten menyebut, Indonesia punya potensi yang sangat besar untuk pengembangan layanan komputasi awan. Namun, saat ini, penetrasi layanan komputasi awan di Indonesia masih rendah.
AWS sebagai penyedia layanan penyimpanan data berbasis sistem komputasi awan juga menyadari bahwa SDM dengan keahlian digital mutlak dalam transformasi digital. Oleh karena itu, AWS telah memberikan pelatihan bagi sekitar 1 juta orang di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Sejalan dengan itu, AWS terus mendorong mitranya, termasuk Metrodata, untuk meningkatkan kualitas layanan atau pengalaman pelanggan lewat komputasi awan.
Kirsten mencontohkan, perjanjian kerja sama strategis dengan AWS memacu pertumbuhan Metrodata dan terus membantu pelanggan untuk mengadopsi layanan komputasi awan dengan menggunakan infrastruktur kelas dunia dari AWS, termasuk AWS Jakarta Region.
”Kami berkomitmen untuk mendukung para mitra dengan kemampuan dan keahlian kami dalam mentransformasi bisnis lokal secara digital menggunakan komputasi awan,” ujarnya.
Tantangannya kemudian adalah bagaimana merekrut, melatih, dan meningkatkan kompetensi SDM agar bisa mengikuti perkembangan komputasi awan di Indonesia.
Tumbuh pesat
Alex menambahkan, sejak menandatangani perjanjian kerja sama strategis pada Oktober 2021 dengan AWS, pencapaian pertumbuhan bisnis layanan komputasi awan Metrodata mencapai 257 persen. Hal itu seiring banyaknya perusahaan yang mereka bantu untuk bertransformasi secara digital menggunakan layanan AWS.
Menurut dia, untuk memenuhi permintaan layanan komputasi awan yang terus meningkat, Metrodata menyediakan Cloud Center of Excellence (CCOE). CCOE bekerja sama dengan para tenaga ahli AWS untuk membantu pelanggan di Indonesia dalam mempercepat transisi mereka menggunakan AWS Cloud.
Ia menyebut, Metrodata yang telah meraih AWS Migration Competency (kompetensi migrasi AWS) juga memberi perhatian pada SDM dengan keahlian digital, khususnya layanan komputasi awan, di Tanah Air. Oleh karena itu, perusahaan tersebut juga melatih lebih dari 100 karyawan teknis dan nonteknis untuk mendapatkan sertifikasi AWS.
”Seluruh karyawan baru dilatih mengenai AWS Cloud melalui pusat pembelajaran daring AWS Skill Builder. Di sana, setiap orang dapat mengakses lebih dari 600 kursus daring dan sumber daya pembelajaran untuk membangun keterampilan cloud yang penting,” katanya.
Alex memaparkan, melalui perjanjian kerja sama strategis dengan AWS, Metrodata menargetkan bisa mencapai kompetensi solusi tambahan pada 2023 melayani lebih dari 100 pelanggan AWS di Indonesia dan menargetkan nilai bisnis AWS di atas 10 juta dollar Amerika pada 2023.
Ia menuturkan, sejak bergabung dengan AWS Partner Network (APN) pada 2013, Metrodata telah menyukseskan lebih dari 80 proyek transformasi AWS Cloud, termasuk migrasi SAP HANA Cloud (istilah database), modernisasi dan pengembangan aplikasi, serta solusi data warehousing (pengumpulan data dari berbagai sumber) dan visualisasi.
Tahun 2021, Metrodata juga melakukan migrasi beban kerja SAP PT Fajar Surya Wisesa Tbk, salah satu perusahaan manufaktur kertas terbesar di Indonesia, ke AWS.
”Migrasi SAP ke AWS telah membantu kami menghemat lebih banyak biaya infrastruktur TI dan biaya pemeliharaan. Hal itu karena kami dapat membayar sesuai dengan yang kami butuhkan, sambil terus meningkatkan bisnis utama kami,” kata Chief Technology Officer PT Fajar Surya Wisesa Tbk Ishak Surjana.