Sejumlah perusahaan di Asia Tenggara siap menambah belanja teknologi komputasi awan. Meski demikian, adopsi teknologi awan yang semakin gencar juga berisiko mengalami ancaman kejahatan siber.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penerapan teknologi komputasi awan semakin menjadi kebutuhan korporasi ataupun pelaku usaha kecil dan menengah atau UKM. Selain efisien, adopsi teknologi ini bisa mempercepat pelayanan konsumen. Meski demikian, perusahaan diharapkan mewaspadai risiko kenaikan serangan siber.
Research Manager International Data Corporation (IDC) Thailand Prappusorn Pechkaew mengatakan, berdasarkan riset yang dilakukan IDC baru-baru ini, pada tahun 2024 kebanyakan aplikasi layanan dasar lama (legacy application) di Asia Tenggara akan mengalami modernisasi sehingga akan berjalan di atas teknologi komputasi awan. Bersamaan dengan itu, sejumlah institusi perusahaan pengelola aplikasi layanan dasar akan memigrasikan sistem perlindungan data mereka ke model komputasi awan.
”Dalam 10 tahun terakhir, penerapan komputasi awan di Asia Tenggara tumbuh pesat. Sekitar 70 persen organisasi perusahaan saat ini siap menambah pengeluaran teknologi komputasi awan sampai 12 bulan mendatang. Kondisi ini memicu penyedia teknologi komputasi awan berlomba-lomba masuk, seperti AWS, Microsoft Azzure, dan Google Cloud, dan mendirikan fasilitas pusat data,” ujar Prappusorn dalam telekonferensi ”An Outlook on Southeast Asia’s Cloud Trends, Adoption and Opportunities”, Selasa (23/8/2022), di Jakarta.
Selain kebutuhan mempercepat layanan kepada konsumen melalui digitalisasi, maraknya adopsi teknologi komputasi awan juga didukung oleh kebijakan pemerintah yang mengarahkan transformasi digital. Prappusorn lantas mencontohkan Filipina yang memiliki peta jalan kecerdasan buatan dan mengakselerasi penggunaannya untuk semua sektor industri. Contoh lain adalah Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika akan membangun pusat data nasional dan Pemerintah Vietnam dengan strategi digital pemerintahan 2021-2025.
Country Manager IDC Indonesia Mevira Munindra mengatakan, adopsi teknologi komputasi awan juga terjadi di kalangan pelaku UKM. Sama seperti perusahaan skala besar, UKM mengadopsi teknologi komputasi awan untuk mempertahankan bisnis di tengah pesatnya perubahan karena aspek digital.
Mevira mengatakan, tidak ada jenis spesifik teknologi komputasi awan yang dipakai oleh UKM ataupun perusahaan skala besar. Mereka umumnya mengadopsi teknologi komputasi awan secara hibrida. Dengan kata lain, mereka bisa menggunakan teknologi komputasi awan publik dan privat.
”Mereka bisa menggunakan layanan teknologi komputasi awan dari beberapa penyedia sekaligus. Kami memperkirakan, pasar teknologi komputasi awan publik di Asia Tenggara mencapai 11 miliar dollar AS pada 2025 dengan tingkat pertumbuhan per tahun 21,5 persen,” ujar Mevira.
Secara terpisah, Direktur Teknologi Informasi dan Digital PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN Andi Nirwoto mengatakan, pihaknya telah menandatangani kerja sama implementasi komputasi awan dengan Google Cloud Indonesia. Teknologi komputasi awan dianggap mampu meningkatkan kecepatan layanan perbankan digital milik BTN. Oleh karena itu, BTN tetap terbuka bekerja sama dengan penyedia layanan komputasi awan lain.
”Kami bercita-cita menjadi bank terbaik di segmen pembiayaan perumahan di Asia Tenggara pada tahun 2025 sehingga kami merasa perlu memodernisasi proses bisnis. Digitalisasi bukan lagi pilihan, melainkan keharusan. Hal ini akan lebih mudah direalisasikan melalui teknologi komputasi awan,” ujar Andi dalam siaran pers.
Di luar adopsi teknologi komputasi awan yang terus naik, Mevira menambahkan, IDC memperkirakan ancaman kejahatan siber pun ikut meningkat. Sebanyak 51,2 persen risiko keamanan siber diperkirakan akan berasal dari perangkat lunak perusak, peretasan data, dan serangan siber yang dilakukan dengan mengirimkan lalu lintas data palsu (DDoS attack).
”Keamanan siber semakin mendesak, di samping kebutuhan terhadap sumber daya manusia yang menguasai teknologi komputasi awan. Para perusahaan kini berkutat menghadapi dua tantangan tersebut,” imbuh Mevira.