5 KEK yang Stagnan Terancam Ditutup
Lima kawasan ekonomi khusus yang terletak di Sulawesi, Maluku, dan Papua tidak berkembang. Pemerintah siap menutupnya.
MANADO, KOMPAS — Lima kawasan ekonomi khusus atau KEK yang terletak di Sulawesi, Maluku, dan Papua tidak berkembang dan berjalan sebagaimana yang diharapkan. Pemerintah pusat akan mengevaluasinya hingga 2024 dan kemungkinan mencabut status KEK dari kawasan yang terbukti stagnan.
Hal ini terungkap dalam seminar tentang penguatan KEK di Sulawesi, Maluku, dan Papua yang digelar Bank Indonesia), Rabu (7/6/2023), di Manado, Sulawesi Utara. Acara tersebut dihadiri 10 kepala kantor perwakilan (KPw) BI dari 10 provinsi di timur Indonesia, perwakilan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dan Kementerian Investasi/Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM).
Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi Kemenko Perekonomian Elen Setiadi mengatakan, sejak penetapan dua KEK pertama pada 2012 hingga triwulan I-2023, realisasi investasi dari 269 pelaku usaha telah mencapai Rp 113,3 triliun dengan proporsi modal asing 71 persen. Lapangan kerja tercipta bagi 66.740 orang.
Namun, pengembangan KEK tidak merata. Enam KEK di antaranya malah stagnan, yaitu KEK Palu (Sulawesi Tengah), KEK Bitung dan Likupang (Sulawesi Utara), KEK Morotai (Maluku Utara), KEK Sorong (Papua Barat), serta KEK Maloy Batuta Trans Kalimantan (Kalimantan Timur).
Lima dari enam KEK tersebut terdapat di Sulawesi, Maluku, dan Papua. Menurut data BI, potensi nilai investasinya mencapai Rp 193 triliun dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 243.000 orang. Secara kumulatif, realisasi investasinya baru Rp 2,55 triliun.
Menurut Elen, ada enam penghambat KEK. Pertama, badan usaha pembangun dan pengelola (BUPP) tidak memiliki dan mengelola sendiri lahan KEK. ”Kalau owner lahannya pemerintah, harus ikut regulasi pemerintah yang rigid sekali. Kalau lahannya disediakan pemerintah, prosesnya lama sekali dan akhirnya tidak kompetitif. Cost-nya pasti mahal sekali,” katanya.
Baca juga: KEK Bitung Lesu, Jalan Tol Manado-Bitung Sepi
Kedua, BUPP tidak memiliki kemampuan pendanaan dan manajemen yang profesional. Ketiga, BUPP tidak memiliki rencana bisnis untuk menarik investasi. Ini terjadi di KEK Likupang, Palu, dan Sorong.
”Jadi BUPP cuma sebagai office. Dia tidak tahu, apakah dia harus proaktif mendatangi investor,” kata Elen.
Keempat, BUPP mensyaratkan pengembangan dengan dukungan infrastruktur pemerintah. Elen mencontohkan, hal ini sudah dilakukan bagi KEK Bitung dengan pembangunan Jalan Tol Manado-Bitung. Namun, KEK Bitung tetap stagnan, dibuktikan dari pemanfaatan lahan yang baru 2,86 persen atau 15,25 hektar dari total 534 hektar oleh delapan pelaku usaha saja.
Kelima, ada lokasi KEK yang tidak sesuai untuk pengembangan, seperti di Morotai yang diperuntukkan bagi industri perikanan. Dan, keenam, pelaksanaan fasilitas fiskal dan kemudahan di KEK belum optimal. Contohnya, sistem online single submission (OSS) yang belum sesuai dengan kebutuhan KEK sehingga diperlakukan sama dengan investasi umum.
”Pelaksanaannya tidak mudah. Upaya kami, ada pemantauan, kami bantu BUPP menyusun rencana bisnis dan memperkuat kelembagaan. Memang, administrator KEK ini dibantu dari pemda. Tapi, sesuai UU Cipta Kerja, administrator akan ditunjuk dari pusat,” kata Elen.
Pemerintah pusat akan memberikan kesempatan pembenahan perencanaan selama satu tahun bagi pengelola serta pemprov tempat KEK berada. BUPP dan pemprov didorong untuk meninjau kembali insentif-insentif yang ditawarkan kepada investor, atau bahkan sektor apa yang sebenarnya cocok di kawasan tersebut.
Jika dianggap tak bisa dilanjutkan, status KEK akan dicabut. Namun, kata Elen, bisa jadi kawasan tersebut mengambil bentuk yang lain, seperti zona perdagangan bebas, kawasan industri, atau kawasan pengembangan ekonomi terpadu.
Jadi BUPP cuma sebagaioffice. Dia tidak tahu, apakah dia harus proaktif mendatangi investor.
Di sisi lain, Direktur Perencanaan Jasa dan Kawasan Kementerian Investasi/BKPM Noor Fuad Fitrianto menilai, 20 KEK yang ada di Indonesia belum cukup menarik untuk para investor. Pada 2022, kontribusi KEK terhadap realisasi investasi nasaional hanya 2,5 persen dari total Rp 1.207,2 triliun. Kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja juga hanya 1,51 persen.
”KEK belum menarik untuk investasi, apalagi yang ada di beberapa daerah seperti Sulampua (Sulawesi, Maluku, dan Papua). Ini jadi catatan buat kita. Fasilitas fiskal dan nonfiskal belum berfungsi untuk mendorong investasi,” katanya.
Data juga menunjukkan, investasi justru mengalir ke luar wilayah KEK sesuai perkembangan industri. Di Sulawesi, misalnya, antara 2019 dan 2023, sedikitnya 57,3 persen dari realisasi investasi sebesar Rp 429,14 triliun masuk ke Sulawesi Tengah yang kini mengembangkan pertambangan nikel. Subsektor tersebut mendapatkan aliran modal sebesar Rp 238,91 triliun.
Hal serupa terjadi di Maluku dan Maluku Utara. Dari realisasi investasi Rp 187,3 triliun, sebanyak 83,76 persen atau Rp 145,84 triliun mengalir ke industri logam. Sektor ini tidak tersedia di KEK Palu dan KEK Morotai.
Untuk mendongkrak peran KEK dan pertumbuhan sektor lainnya, Noor Fuad menyarankan BUPP dan pemda memperhatikan fasilitas fiskal yang ditawarkan. ”Kalau sudah ada fasilitas fiskal yang lebih baik di luar KEK, investor tidak akan tertarik. Kemudian juga harga lahan. Itu menentukan persepsi awal investor untuk tertarik atau tidak berinvestasi di situ,” katanya.
Baca juga: Pariwisata Terintegrasi di Likupang Dikhawatirkan Bikin Wisatawan Bingung
Selain itu, pemda perlu membuat paket investasi berbasis proyek untuk ditawarkan kepada investor. Noor Fuad mengatakan, sudah ada 17 proyek yang diminati. Ini meliputi pembangunan hotel, smelter, pabrik bahan baku obat, pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Insentif khusus
Duta Besar RI untuk Jepang dan Federasi Mikronesia Heri Akhmadi menekankan pentingnya insentif yang jelas. Antara 2016 dan 2020, realisasi investasi dari Jepang ke Indonesia mencapai 22,24 miliar dollar AS. Namun, tujuan investasi terpusat di lima provinsi di Jawa, kecuali Daerah Istimewa Yogyakarta dengan nilai 20,99 miliar dollar AS.
”Selama insentif di luar Jawa sama dengan di Jawa, investor (Jepang) akan tetap pilih di Jawa. Jadi, harusnya ada pembeda. Berbagai macam kemudahan itu harus diberikan, dari akses tenaga kerja, pengadaan lahan, keuangan, dan urusan pajak,” katanya.
Heri juga mendorong promosi yang lebih gencar dari daerah timur Indonesia. Sebuah pameran boga bahari (seafood) akan diadakan di Tokyo pada Agustur 2023. Ia pun mengundang pemda dan pengusaha dari Sulawesi, Maluku, dan Papua untuk bekerja sama dalam acara tersebut. ”Kami KBRI Tokyo siap mempromosikan,” katanya.
Kepala KPw BI Sulawesi Selatan Causa Iman Karana, yang mengetuai forum KPw BI Sulampua, mengatakan, KEK dirancang untuk menciptakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru. Keberadaannya akan mendongkrak pula pembangunan di daerah, misalnya penyediaan infrastruktur dasar seperti akses jalan, jaringan listrik, dan air bersih.
Hanya saja, KEK di tiga wilayah di timur Indonesia itu belum memberikan sumbangsih berarti. Sumbangan produk domestik bruto wilayah Sulampua hanya 9,33 persen bagi perekonomian nasional, jauh dari 57,17 persen di Jawa.