Kawasan Ekonomi Khusus Bitung yang telah diresmikan pada 2019 masih lesu. Pembangunannya sangat bergantung pada anggaran dari pemerintah pusat. Akibatnya, Jalan Tol Manado-Bitung ikut lesu.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Kawasan Ekonomi Khusus Bitung yang telah diresmikan pada tahun 2019 hingga kini masih lesu. Pembangunannya sangat bergantung pada anggaran pemerintah pusat. Keadaan ini disebut memicu proyek strategis nasional Jalan Tol Manado-Bitung tidak diminati warga.
Kepala Administrator Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung Pingkan Sondakh, Selasa (12/7/2022), menyatakan, ada delapan perusahaan beroperasi dan membangun pabriknya di dalam area KEK setelah menandatangani perjanjian kerja sama. Total investasinya diperkirakan Rp 1,83 triliun.
Akan tetapi, angka itu masih jauh dari target investasi Rp 32,89 triliun yang hendak direngkuh pada 2025 sejak KEK Bitung diresmikan pada 2019. ”Ada beberapa perusahaan yang tinggal menunggu persetujuan pimpinannya di luar daerah (Sulut),” kata Pingkan yang juga Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu (DPMPTSP) Bitung.
Ada beberapa faktor yang menghambat aliran investor terkait penguasaan lahan oleh pemerintah. Pertama, dari 534 hektar yang masuk rencana induk KEK Bitung, hanya 92,97 hektar yang telah dimiliki pemerintah. Sisanya milik masyarakat atau perusahaan yang sudah ada (eksisting) di area tersebut sebelum KEK didirikan.
Kedua, lahan yang telah dimiliki pemerintah bahkan belum siap pakai karena konturnya yang berbukit-bukit. Pada 2021, Administrator KEK Bitung bahkan mencatat ada 2.500 rumah tangga yang bermukim tanpa izin di tanah pemerintah meski telah diminta tidak beraktivitas di sana pada akhir 2021. Pingkan menyatakan, pihaknya kini menunggu pemerintah pusat untuk membantu proses pematangan lahan.
”Presiden (Joko Widodo) dan enteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Basuki Hadimuljono) saat berkunjung ke sini pada Februari lalu berjanji menyiapkan anggaran untuk land clearing. Kemungkinan tahun depan,” ujarnya.
Dalam kunjungan pada 24 Februari 2022 untuk meresmikan ruas terakhir Jalan Tol Manado-Bitung, Basuki menyatakan siap membangun jalan, jaringan layanan air bersih, hingga pematangan lahan di KEK Bitung. Syaratnya, pengelola KEK Bitung harus bisa mendatangkan investor sekalipun hanya tiga perusahaan.
Pada saat yang sama, badan usaha pembangun dan pengelola (BUPP) KEK Bitung, PT Membangun Sulut Hebat (MSH), menyatakan tidak ada anggaran untuk membangun infrastruktur di lahan 92,79 hektar yang sudah dimiliki pemprov. Akibatnya, tiga tahun sejak diresmikan, jalan di dalam area KEK pun belum dibangun.
Direktur Utama PT MSH Jeffry Lungkang menyebut perusahaan daerah yang ia pimpin itu tidak mendapatkan modal yang cukup dari Pemprov. ”Setelah peresmian, kami sebenarnya mencari investor untuk membangun kawasan. Sudah ada beberapa peminat, tetapi batal karena pandemi Covid-19. Semua stagnan sejak Februari 2020,” ujarnya.
Ia berharap Kementerian PUPR dapat segera menurunkan anggaran untuk membantu PT MSH melaksanakan tugasnya. Ia memperkirakan, dana yang dikucurkan bisa mencapai Rp 200 miliar. ”Kami tidak perlu cari investor kalau ada APBN yang mau menanggulangi,” ujarnya.
Jeffry juga mengatakan, terus menggaet perusahaan masuk ke KEK sebagai penyewa (tenant). Sejak peresmian, pihaknya telah berhasil mendapatkan surat pernyataan minat investasi dari sedikitnya 51 perusahaan. Minat itu juga datang dari perusahaan yang sudah ada dalam wilayah rencana induk seluas 534 hektar.
Akan tetapi, semuanya buyar karena hantaman pandemi. Meski begitu, kini lima dari delapan perusahaan yang sudah setuju masuk ke KEK Bitung telah beroperasi. Bidang usaha perusahaan-perusahaan itu meliputi pengolahan perikanan, produk turunan kelapa, bijih plastik dan kertas, serta baja ringan.
Jalan tol
Di sisi lain, perkembangan KEK Bitung yang lesu juga menyebabkan Jalan Tol Manado-Bitung sepi peminat. Jalan tol yang dibangun sejak 2016 dengan dana Rp 5,12 triliun itu kini hanya dilewati rata-rata 5.380 kendaraan setiap hari. Jumlah itu jauh dari target 17.000 kendaraan per hari untuk memenuhi proyeksi perhitungan pendapatan sejak operasional pada September 2020. Jalan tol sepanjang 39,8 kilometer dan dioperasikan PT Jasa Marga Manado Bitung (JMB) itu.
Direktur Utama PT JMB Florysco Partogi Siahaan mengatakan, kepadatan lalu lintas sudah naik sekitar 20 persen dari rata-rata 4.294 kendaraan sepanjang 2021. ”Kalau kita lihat dari rencana dan realisasi, memang ada gap cukup besar,” ujarnya.
Sepanjang 2021, pendapatan PT JMB dari pengoperasian jalan tol sekitar Rp 35,71 miliar. Nilai tersebut adalah yang terkecil di antara 12 jalan tol besutan anak perusahaan PT Jasa Marga yang semua ruasnya telah beroperasi. Pada triwulan I-2022, PT JMB menghasilkan pemasukan Rp 10,53 miliar atau paling rendah dibanding jalan tol lainnya.
Menurut Florysco, hal ini menyebabkan PT Jasa Marga sebagai perusahaan induk harus mengeluarkan biaya tambahan untuk menutupi ketimpangan antara biaya operasional dan pendapatan. Keadaan ini hanya akan berubah jika pembangunan industri di wilayah Manado, Airmaididi (Minahasa Utara), dan Bitung berkembang pesat.
”Pada prinsipnya, perkembangan daerah akan mendorong peningkatan lalu lintas di jalan tol. Jalan tol ini adalah bisnis dengan pemerintah. Karena itu, kami berharap ada peningkatan lalu lintas. Kalau ada perkembangan wilayah, kebutuhan akan jalan tol akan semakin besar untuk mobilitas orang dan barang,” tuturnya.