Pariwisata Terintegrasi di Likupang Dikhawatirkan Bikin Wisatawan Bingung
Pemerintah bertekad mengembangkan destinasi wisata di kota dan kabupaten sekitar Likupang, Minahasa Utara. Namun, pendekatan ini dikhawatirkan malah memecah konsentrasi pembangunan DPSP Likupang.
Oleh
MOHAMAD FINAL DAENG
·3 menit baca
MANADO, KOMPAS — Pemerintah bertekad mengembangkan destinasi wisata di kota dan kabupaten sekitar Likupang, Kabupaten Minahasa Utara, demi mewujudkan destinasi pariwisata superprioritas yang terintegrasi di Sulawesi Utara. Kendati begitu, pendekatan ini dikhawatirkan malah memecah konsentrasi pembangunan di Likupang dan membuat wisatawan bingung.
Dalam siaran pers yang diterima pada Kamis (10/3/2022), Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno menyatakan keinginannya untuk menggali semua potensi wisata di Likupang yang telah berstatus Destinasi Pariwisata Superprioritas (DPSP). Ia menekankan pendekatan 3T, yaitu tepat manfaat, tepat sasaran, dan tepat waktu.
Upaya ini telah diupayakan, salah satunya melalui konferensi internasional bertajuk ”Likupang-North Sulawesi: Discover the Hidden Paradise” yang digelar dalam kolaborasi bersama harian Kompas di Manado, Selasa (8/3/2022). ”Ini demi kebangkitan ekonomi dan pembukaan lapangan kerja di Sulut, khususnya Likupang,” katanya.
Penetapan DPSP Likupang diiringi dengan penetapan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata Likupang dengan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2019. KEK itu dikembangkan oleh pihak swasta, yakni PT Minahasa Permai Resort Development (MPRD), di atas lahan seluas 197,4 hektar yang terletak di Kecamatan Likupang Timur.
Sejauh ini, baru satu resor yang dipastikan akan dibangun di area KEK. Sandiaga sendiri turut meletakkan batu pertama, Februari lalu. Namun, pada saat yang sama, sebuah hotel juga sedang dibangun di luar KEK, tepatnya di Likupang Barat, yaitu Ecofamily by JW Marriott.
Sandiaga pun menekankan, keberadaan KEK Pariwisata Likupang memang tidak bisa berdiri sendiri. Daerah-daerah sekitar pun harus dikembangkan karena sudah dikenal sebagai destinasi wisata eksis jauh sebelum Likupang diperkenalkan kepada publik Tanah Air, seperti Bunaken di Manado, Cagar Alam Tangkoko dan Selat Lembeh di Bitung, Danau Tondano di Minahasa, serta Tomohon yang dikenal sebagai kota bunga.
Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan Kemenparekraf Rizki Handayani Mustafa mengatakan, daerah penyangga Likupang, seperti Tomohon, misalnya, dapat dikembangkan menjadi wisata pedesaan dan wisata olahraga. Selain itu, ia juga berangan-angan mengembangkan wisata gastronomi di Sulut.
”Sekalipun Likupang adalah destinasi bahari, mari kita eksplorasi apa kelebihan lain yang dimiliki Sulut. Gastronomi, misalnya. Kita juga akan memberikan pengetahuan kepada wisatawan soal bagaimana agrikultur memengaruhi pola makan, kemudian rempah-rempah apa yang dipakai. Narasi tentang kuliner ini perlu dibangun,” tuturnya.
Di samping itu, ia mengatakan, wisata religi bisa dikembangkan di Sulut karena provinsi ini begitu terkenal akan kerukunan umat beragama. Wisata halal, terutama dalam konteks kuliner, pun bisa dipromosikan di sini.
Pastor sekaligus peneliti budaya Minahasa, Dr Paul Renwarin, mengatakan, wisata religi dapat dikembangkan di Sulut karena keunikannya, seperti banyaknya gereja di wilayah Minahasa. Aspek-aspek yang terkait keagamaan, seperti ibadah inkulturasi dengan bahasa lokal serta populernya paduan suara Kristen dan Katolik, bisa menjadi daya tarik.
Pihak-pihak yang terlibat dalam pengembangan Likupang harus bisa menentukan fokus.
Di samping itu, ada aspek campuran budaya dan agama yang bisa menarik minat wisata, seperti kebiasaan ziarah makam menjelang hari-hari besar. Daerah Minahasa Raya juga memiliki budaya pengucapan syukur (thanksgiving) dalam bentuk jamuan besar di seluruh wilayah kota/kabupaten.
Kendati begitu, pendekatan maksimalisasi potensi wisata di wilayah-wilayah penyangga Likupang ini dikhawatirkan malah menimbulkan kebingungan bagi para wisatawan. Yozua Makes, Chief Executive Officer (CEO) Plataran, sebuah jaringan hotel dan resor Indonesia, mengatakan, pihak-pihak yang terlibat dalam pengembangan Likupang harus bisa menentukan fokus.
Ia mencontohkan Plataran Menjangan Resort and Spa yang terletak di wilayah barat Pulau Bali, tepatnya di dalam area Taman Nasional Bali Barat. Manajemen menetapkan ekowisata sebagai keunggulan utama yang ditawarkan bagi wisatawan. Plataran Menjangan pun dapat memenuhi ekspektasi wisatawan, misalnya pengalaman menyelam dan melihat satwa liar yang dilindungi seperti jalak bali.
Karena itu, menurut dia, Likupang harus berani menentukan keunggulan destinasinya agar pasar tidak bingung dengan promosi destinasi pendukung di daerah penyangganya. ”Pembagian peran tiap destinasi harus jelas. Narasi yang ditawarkan harus jelas, arahnya mau ke mana. Likupang harus mempunyai diferensiasi yang jelas dari destinasi lain, seperti Bunaken,” katanya.