65.000 Dosis Vaksin Rabies Didatangkan untuk Timor Tengah Selatan
Pemerintah mendatangkan 65.000 dosis vaksin rabies untuk anjing peliharaan di Timor Tengah Selatan. Instruksi gubernur soal ikat anjing perlu disertai sanksi.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
SOE, KOMPAS — Pemerintah mendatangkan 65.000 dosis vaksin untuk menanggulangi rabies di Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. Semua kabupaten dan kotadi Timormengantisipasi rabies. Instruksi gubernur harus disertai sanksi.
Juru bicara satuan tugas pencegahan dan penanggulangan rabies di Timor Tengah Selatan (TTS), Adi Talo, saat dihubungi di Soe, Minggu (4/6/2023), mengatakan, kasus rabies di TTS terus meluas. Temuan pertama, 23 Mei 2023, rabies tersebar di Kecamatan Amanatun Selatan saja. Kini, per 3 Juni 2023, menyebar sampai 13 kecamatan dari total 32 kecamatan.
Dikatakan, sebanyak 139 warga digigit anjing, yang diduga terinfeksi rabies, tersebar di 43 desa. Kebanyakan kasus langsung ditangani petugas kesehatan dengan pemberian vaksin antirabies pada manusia.
”Untuk itu, pemerintah menyiapkan 65.000 vial vaksin. Terdiri dari 5.000 dosis, sumbangan dari pemprov. Sementara 10.000 dosis vaksin dari Kemenkes khusus untuk manusia dan petugas kesehatan,” kata Adi.
Kepala Dinas Informasi dan Komunikasi Pemkab TTS ini melanjutkan, masih ada 50.000 vial vaksin untuk hewan penular rabies (HPR) dari pemerintah pusat. Vaksin ini sedang dipersiapkan untuk segera dikirim ke TTS. Jumlah vaksin sebanyak ini diharapkan bisa mencegah kasus rabies pada HPR di TTS.
Data populasi anjing di TTS belum diketahui. Para kepala desa sedang melakukan pendataan terhadap semua anjing di masing-masing desa untuk dilaporkan. Akurasi data sangat penting terkait sejumlah keputusan untuk mengatasi rabies di daerah itu, terutama penyediaan vaksin.
Tidak khas
Gejala pascagigitan yang dirasakan korban tidak khas rabies sebanyak 13 kasus dari 139 kasus gigitan. Temuan gigitan terbaru ada 14 kasus. Satu pasien gigitan rabies dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah Soe. Jumlah warga yang diberi vaksin antirabies tahap pertama 45 orang.
Sementara Pemerintah Kabupaten Malaka, Timor Tengah Utara, Kabupaten Kupang, Belu, dan Kota Kupang mulai melakukan pertemuan antara Forkopimda. Mereka membahas upaya mencegah masuk-keluar HPR dari dan keluar daerah masing-masing. Masing-masing pemda melarang HPR khusus anjing dari kabupaten lain masuk wilayah itu atau sebaliknya.
Posko pemantauan pun dibangun di setiap terminal mobil masuk-keluar. Di Kota Kupang, misalnya, posko itu dibangun di Terminal Bimoku dan Terminal Oebobo Kupang. Di dua tempat itu, semua kendaraan antara kabupaten/kota masuk dan keluar.Beberapa terminal dadakan (bayangan) di Kota Kupang pun dipantau petugas peternakan, kesehatan, dan aparat keamanan.
Jangan sampai kecewa di kemudian hari karena terlambat mengantisipasi. (Andreas Sikka)
Upaya mencegah penyebaran rabies ini tidak hanya dilakukan pemda. Lembaga agama pun aktif terlibat. Melalui ibadah bersama, para pastor dan pendeta mengingatkan semua pihak terutama pemilik anjing agar tetap waspada. HPR (anjing) yang dipelihara di rumah bisa mendadak menjadi galak dan menyerang siapa saja, termasuk pemilik.
Di Gereja Katolik St Yosep Pekerja Penfui, Kupang, misalnya, pada misa Minggu, 4 Juni 2023, Pastor Paroki RD Andreas Sikka Pr mengingatkan ribuan umat yang hadir untuk mengikat atau mengandangkan anjing peliharaan di rumah masing-masing. Jangan lagi membiarkan anjing-anjing itu berkeliaran.
”Anda sendiri yang memilih. Meninggal karena digigit anjing gila atau anjingdibunuh mati demi kalian seisi rumah dan masyarakat sekitar. Jangan sampai kecewa di kemudian hari karena terlambat mengantisipasi,” kata Andreas
Kasus rabies pada anjing peliharaan warga di TTS menyita perhatian semua warga Timor barat. Kasus ini menjadi pembicaraan khusus masyarakat. Sebagian warga berubah sikap mendadak, yakni ketakutan berlebihan terhadap anjing pascatemuan kasus.
Agus Krivo (52), warga Nunleu, TTS, mengatakan, dirinya semakin sulit bergerak bebas di masyarakat, termasuk pergi ke ladang. ”Anjing rabies sekarang tidak hanya menetap di desa, tetapi juga mulai berkeliaran di hutan-hutan. Mereka bisa menyergap saat melihat manusia sekitar,” kata Krivo.
Ayah lima anak ini mengatakan, instruksi gubernur tentang kewajiban mengikat atau mengandangkan anjing dinilai tidak efektif dalam realisasi. Instruksi itu tidak dilanjutkan dengan sanksi tegas terhadap pemilik yang tidak mengikat atau kandangkan anjing.
Masih banyak pemilik anjing di TTS bersikap masa bodoh. Mereka tidak mau mengikat anjing. Rantai anjing dinilai mahal. Harga rantai anjing sebelumnya hanya Rp 30.000 per utas. Saat ada instruksi gubernur untuk mengikat anjing, harga rantai pun naik menjadi Rp 50.000-Rp 70.000 per utas.
”Kandang anjing pun butuh kayu. Akan terjadi penebangan kayu secara masif. Tetapi, harus dilakukan demi keamanan warga. Pemerintah tidak boleh melarang kalau ada pengambilan kayu tersebut,” kata Krivo.
Ia berharap, vaksin rabies pada anjing segera mungkin dilakukan. Pemilik anjing bersedia anjingnya diberi vaksin, tetapi perlu penjelasan dari petugas kesehatan hewan soal vaksinasi tersebut apakah ada dampak pada anjing setelah diberi vaksin atau tidak, seperti kemandulan.