Petani Milenial, dari Jabar untuk Indonesia
Ribuan petani milenial Jawa Barat diinagurasi di Kota Bandung, Selasa (30/5/2023). Di tangan mereka, masa depan kedaulatan pangan ikut diperjuangkan.
Sekitar enam tahun lalu, Qonny Ilma Nofianti (27) dan keluarganya pernah dililit utang hingga puluhan juta rupiah. Bisnis sapi potong yang dirintis tidak berjalan sesuai yang diinginkan.
Kondisi itu sedikit banyak ikut melatarbelakangi keinginan Qonny meninggalkan kampung halaman di Kampung Cibitung, Desa Sukasari, Kecamatan Tambaksari, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Minim pengalaman kerja, lulusan SMA ini nekat bekerja sebagai tenaga pemasaran konstruksi bangunan di Jakarta.
Namun, dia tidak lama di Ibu Kota. Qonny hanya bertahan setahun. Sistem kerja paruh daya dan penghasilan minim membuatnya pesimis bisa sejahtera.
Enggan mengadu nasib lagi di Jakarta, pilihannya saat itu tidak banyak. Pulang kampung atau merantau ke luar negeri.
”Saat itu, banyak kawan sebaya sudah kerja sebagai tenaga kerja di luar negeri. Pilihan saya hendak pergi ke Jepang,” kata Qonny di kampus Universitas Padjadjaran, Kota Bandung, Selasa (30/5/2023).
Di sana, ia berbagi kisah bersama 6.500 peserta program Petani Milenial Jabar angkatan 2022. Qonny adalah satu dari ribuan peserta program yang diinagurasi pagi itu.
Baca juga: Petani Milenial Penjaga Harapan Masa Depan Jabar
Petani milenial adalah program Pemerintah Provinsi Jabar yang mendorong generasi muda berperan dalam kemandirian pangan sejak 2021. Hadir dalam kesempatan itu Gubernur Jabar Ridwan Kamil.
Di hadapan Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil, Qonny melanjutkan, pilihan merantau ke Jepang batal terlaksana. Kedua orangtuanya justru mengajak Qonny memanfaatkan potensi di kampung. Di tengah kesempatan yang terbatas, pilihan jatuh pada ternak ayam sentul yang tengah dikembangkan orangtuanya.
Ayam sentul adalah turunan ayam hutan asal Ciamis yang telah didomestifikasi. Seekor ayam sentul bisa mencapai bobot 9,5 kilogram dalam tiga bulan dengan produktivitas telur 12-30 butir.
Qonny setuju belajar. Transfer ilmu ayah-anak lantas terjadi di kandang ayam, mulai dari cara menghasilkan induk ideal, pakan yang tepat, hingga aspek kesehatan diberikan. Qonny yang awalnya buta berternak mulai memahami karakter ayam sentul.
Tiga tahun belajar atau awal 2020, ia mulai percaya diri melebarkan sayapnya. Qonny mulai menjual karkas ayam. Belum terlalu ideal, ia hanya bisa menjual 10 ekor per minggu. Omzetnya sekitar Rp 2 juta per bulan.
Hingga akhirnya pandemi Covid-19 datang di pertengahan 2020. Uniknya, ketika banyak bisnis hancur, usaha ayam sentulnya justru meroket. Mulai fokus di penjualan daring, ia mulai bisa menjual 100 ekor per minggu.
Tidak hanya daging, dia juga menjual telur hingga abon. Daging kenyal dan rasa gurih meski dimasak tanpa banyak bumbu menjadi daya tarik utama.
”Faktor pembeda lainnya adalah pakan yang diberikan. Dia mengatakan, menggunakan banyak pakan hayati ketimbang pabrikan. Komposisinya 95 persen hayati berbanding 5 persen pabrikan,” katanya.
Digunakan untuk meminimalkan dampak fluktuasi harga pupuk, pakan hayati diambil Qonny dari limbah sayuran. Dia mencontohkan mencampurkan ubi dengan kelor. Selain mengenyangkan, hal itu juga meningkatkan daya tahan tubuh ayam.
”Saya rutin mencari ilmu budidaya, pemasaran, hingga cara berbicara dengan konsumen. Salah satunya pintunya saat ikut Program Petani Milenial tahun 2022,” katanya.
Kini, usahanya terus berkembang. Di bawah bendera Qomafi Farm, ia memiliki 800 anakan, 50 induk, dan 3.500 pedaging yang dipelihara di lahan seluas 1 hektar.
Permintaannya juga bertambah menjadi sekitar 300 ekor per minggu dengan omzet puluhan juta rupiah. Dia juga bekerja sama dengan 32 mitra yang menjual karkas hingga beragam jenis kuliner. Utang yang dulu membelit pun kini dilunasi.
”Ke depan, peluang mengembangkan usaha ini masih terbuka lebar. Dari permintaan 3.000 ekor per hari, baru bisa dipenuhi 300 ekor per hari. Banyak yang ingin pulang kampung untuk belajar ternak ayam. Ada yang mantan pekerja migran hingga pekerja kantoran. Saya terbuka belajar bersama mereka,” katanya.
Emil mengatakan, Program Petani Milenial perlahan hendak menjawab beragam tantangan masa depan, seperti kedaulatan pangan, regenerasi petani, kesempatan belajar banyak ilmu pertanian, hingga literasi keuangan.
Didampingi berbagai dinas hingga lembaga keuangan, seperti Bank bjb, petani berusia di bawah 40 tahun dipacu kreatif. Tidak sedikit kisah petani yang merugi tapi bangkit lebih kuat. ”Tidak hanya mendapatkan keuntungan pribadi, mereka mau dan aktif menjadi mentor bagi anak muda lainnya,” katanya.
Namun, Emil mengakui tidak semua usaha peserta program ini berjalan mulus. Ada sebagian kecil yang masih tertatih meski menyakinkan jumlah yang berhasil jauh lebih besar.
Di tahun 2022, misalnya, dari 20.894 pendaftar, terjaring 6.545 peserta. Sebanyak 6.500 diinagurasi dan 45 lainnya disebut tidak aktif.
Jumlah itu meningkat ketimbang tahun 2021. Saat itu, dari 8.996 pendaftar, tercatat 1.766 yang diterima. Sebanyak 1.206 diinagurasi dan 560 disebut tidak aktif. Tahun ini, jumlah pendaftar mencapai 30.000 orang.
”Banyak kisah inspiratif yang ditorehkan petani milenial. Ada yang pernah jatuh tetapi bangkit lebih kuat,” kata Emil.
Tidak menyerah
Usep Suryana (39) menjadi contoh nyata. Petani milenial bidang ikan hias ini pernah terpuruk. Namun, dia tidak menyerah. Kini, ikan hasil budidayanya melanglangbuana ke China dan sejumlah negara di Eropa.
Usep memulai semuanya dari hobi di sela pekerjaannya sebagai pelayan rumah makan. Baru di tahun 2010, ia memutuskan sepenuhnya bekerja sebagai pembudidaya ikan hias.
”Saya memulainya dari teras rumah berukuran 4 meter x 5 meter di Ciawi, Kabupaten Bogor. Modalnya Rp 1 juta,” katanya.
Di awal, usahanya jauh dari mulus. Ia rugi jutaan rupiah karena ikan yang ia produksi tidak ada peminatnya. Namun, ia enggan putus asa. Secara otodidak, ia belajar membuka pasar daring. Lewat promosi media sosial, ia mulai mendapat pelanggannya.
”Ilmu saya semakin terasah ketika ikut Program Petani Milenial tahun 2022. Pelatihan produksi, pemasaran dalam dan luar negeri, hingga mengasah kreativitas membuat usaha ikan hias ini semakin besar,” katanya.
Salah satu keahlian yang menjadi andalannya adalah teknik kawin suntik. Tidak semua orang bisa melakukannya. Padahal, saat ditekuni, teknik ini efektif memijahkan banyak ikan.
”Saya terbuka jika ada yang ingin belajar. Sudah ada yang ikut belajar di rumah. Sebagian lagi dengan sistem plasma. Kami bekerja sama memastikan induk, benih, dan pakan terbaik. Saya tidak takut punya pesaing. Rezeki tidak akan tertukar,” katanya.
Keyakinannya benar. Kini, ia punya 200 akuarium berisi berbagai ikan hias. Penghasilan bersihnya juga melambung tinggi mencapai Rp 15 juta-Rp 20 juta per bulan.
”Peluangnya masih terbuka lebar. Saya baru bisa memenuhi permintaan 2.000-3.000 ekor per bulan. Padahal, permintaannya mencapai 20.000-30.000 ekor per bulan. Perhatian dan bantuan dari berbagai pihak pasti bisa membantu banyak memunculkan banyak petani ikan hias,” katanya.
Baca juga: Panen Gagal Bayar, Petani Milenial Jabar Dikejar Utang
Gagasan kedaulatan pangan adalah gagasan masa depan. Sekali lagi, ini bukan milik Ridwan Kamil saja, melainkan milik Pemprov Jabar. Siapa pun yang memimpin kelak, harus melestarikan program ini. (Ridwan Kamil)
Berharap dilanjutkan
Direktur Komersial dan UMKM Bank bjb Nancy Adistyasari mengatakan, petani milenial sangat potensial dikembangkan. Dia memastikan, sejumlah kemudahan dan perhatian bakal terus diberikan.
”Bantuan pembiayaan dimulai dari Rp 5 juta hingga Rp 500 juta,” katanya.
Namun, Nancy memastikan tidak hanya menyediakan kredit. Progam Petani Milenial dimanfaatkan sebagai kesempatan meningkatkan literasi dan inklusi perbankan lewat program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Terpadu (Pesat). Program ini bertujuan peningkatan kapasitas usaha melalui pelatihan dalam pengelolaan usaha.
Menjelang siang, acara puncak pun digelar. Dipimpin Emil, ribuan petani milenial memakai jaket dan topi khusus sebagai tanda kelulusan. Prosesnya semakin meriah saat semua petani diminta melemparkan topi ke udara. Terdengar slogan program Petani Milenial diteriakkan, ”tinggal di desa, rezeki kota, bisnis mendunia”.
Semua itu seperti oase setelah sebelumnya Emil akan memastikan program ini akan terus dilanjutkan di tahun mendatang. Dia mengatakan, kreativitas petani milenial tidak layu meski mungkin ada sukses kepemimpinan di Jabar.
”Gagasan kedaulatan pangan adalah gagasan masa depan. Sekali lagi, ini bukan milik Ridwan Kamil saja, melainkan milik Pemprov Jabar. Siapa pun yang memimpin kelak, harus melestarikan program ini,” kata Emil yang akan merampungkan tugasnya sebagai Gubernur Jabar periode pertama pada September tahun ini.
Lepas dari perdebatan siapa yang berperan di baliknya, Program Petani Milenial sepadan tetap ada menjaring banyak anak muda menjaga kedaulatan pangan. Tidak hanya untuk Jabar, tetapi juga untuk warga Indonesia.
Baca juga: Petani Milenial, Tunas-tunas Muda dari Jawa Barat