Petani Milenial, Tunas-tunas Muda dari Jawa Barat
Petani milenial menjadi salah satu harapan Jawa Barat melenting di tahun 2021. Mereka diharapkan memberi kesegaran baru bagi wajah pertanian yang lebih sejahtera.
Pertanian diyakini bakal menjadi sektor berpeluang besar yang mengantarkan Jawa Barat melenting di tahun 2021. Tunas-tunas baru pertanian yang adaptif dengan penerapan teknologi dan infrastruktur sangat dibutuhkan untuk menjadi energi utamanya.
Data Badan Pusat Statistik Jawa Barat, geliat pertanian melejit saat komoditas unggulan lain cenderung negatif. Tahun 2020, pertanian tangguh bertahan.
Produk domestik regional bruto sektor pertanian pada triwulan II-2020 tumbuh 7,6 persen dibanding triwulan II-2019. Nilai produksinya mencapai Rp 60,83 triliun. Bahkan, jika dibandingkan triwulan I-2020, meningkat 45,8 persen.
Baca juga : Petani Muda Keren dan Modern
Hal ini berbanding terbalik dengan industri pengolahan serta perdagangan besar dan eceran yang membukukan kinerja negatif. Industri pengolahan minus 8,00 persen, sedangkan perdagangan besar dan eceran minus 11,15 persen.
Nilai ekspor sektor pertanian di Jabar juga menunjukkan tren positif. Peningkatannya pada Juni 2020 mencapai 9,7 juta dollar AS, jauh lebih tinggi dibanding Juni 2019 sebesar 3,6 juta dollar AS.
Catatan Bank Indonesia (BI) Provinsi Jabar juga menyebutkan, dalam tiga tahun terakhir pertanian menunjukkan tren pertumbuhan. Pada triwulan ketiga 2020, pertanian menyumbang ekonomi terbesar ke-3 setelah industri pengolahan dan perdagangan.
Menurut Kepala Perwakilan BI Provinsi Jabar Herawanto, kinerja pertanian harus dijaga di tahun 2021. Apalagi berdasarkan peringatan Badan Pangan dan Pertanian Dunia (Food and Agricultural Organization/FAO), tahun 2020 ancaman krisis pangan berpotensi terjadi. Hal itu dipicu perubahan kondisi lingkungan, energi, hingga kendala distribusi akibat pandemi Covid-19.
Akan tetapi, bukan perkara mudah mewujudkannya. Meski mencatatkan angka fantastis, sentra pertanian di Jabar masih saja akrab dengan kemiskinan.
Data BPS Jabar 2020, persentase penduduk miskin tinggi ada di Indramayu dengan 12,70 persen, Cirebon (11,24 persen), Cianjur (10,36 persen), Tasikmalaya (10,34 persen), hingga Garut (9,98 persen).
Tunjukkan kepada teman-temannya, rajin-rajin sharing di Tiktok, rajin sharing di Instagram lagi mungut telur puyuh atau bagaimana menyemangati bahwa bisa hidup di desa dengan rezeki kota, dengan digital commerce bisa mendunia.
Kondisi itu diperburuk dengan banyaknya pelaku pertanian yang tidak lagi muda. Hasil Survei Pertanian Antar Sensus (Sutas) 2018 yang dilakukan BPS, jumlah petani di Jabar mencapai 3.250.825 orang.
Namun, hanya 945.574 orang (29 persen) berusia 25-44 tahun. Kondisi ini mengisyaratkan tidak hanya produk akhirnya yang butuh perbaikan, regenerasi petani jelas membutuhkan perhatian.
Menurut Herawanto, mitigasi harus dilakukan dengan menjaga kelancaran distribusi pangan melalui pembangunan infrastruktur pendukung dan menjaga stok pangan. Selain itu, penting juga memopulerkan penggunaan teknologi dan pelibatan generasi milenial.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil, biasa disapa Emil, mengatakan, tantangan pertanian mesti terus dihadapi. Salah satunya, memenuhi kebutuhan petani muda usia yang terbiasa dengan perkembangan teknologi lewat program Petani Milenial.
Menurut Emil, kehadiran generasi milenial di sektor pertanian akan menjadikan wajah pertanian di Jabar menjadi lebih segar. Tercatat 8.996 orang dalam rentang usia 19-39 tahun mendaftarkan diri dalam gelombang 1. Lewat seleksi, hingga 7 Juni, sebanyak 120 orang terpilih ikut program ini.
Setidaknya, dua program sudah diluncurkan, yakni Petani Milenial Burung Puyuh (PMBP) dan Petani Milenial Tanaman Hias (PMTH), Juli 2021. Punya masa depan ideal, program ini diharapkan ikut memulihkan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Selain menimba ragam ilmu baru, Emil berharap petani milenial rajin ikut mempromosikan kegiatan dan produknya di media sosial dan e-commerce. Semuanya bisa menjadi penyemangat kepada anak muda lain melakukan hal serupa.
”Tunjukkan kepada teman-temannya, rajin-rajin sharing di Tiktok, rajin sharing di Instagram lagi mungut telur puyuh atau bagaimana menyemangati bahwa bisa hidup di desa dengan rezeki kota, dengan digital commerce bisa mendunia,” katanya.
Baca juga : Para Pencari Solusi pada Era Digital
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Jabar Jafar Ismail menjelaskan, ada dua kategori PMBP. Pertama, PBMP Intensif membudidayakan burung puyuh di Rumah Edukasi Bhiomethagreen dengan pengawasan PT Agro Jabar dan Bank BJB. Kedua, PMBP Mandiri. Untuk kategori tersebut, budidaya bertempat di lokasi masing-masing petani milenial yang mempunyai lahan sendiri.
Untuk tahap awal, ada lima PMBP yang akan membudidayakan masing-masing 2.000 burung puyuh. Mereka telah mendapat pembekalan terkait analisis kelayakan usaha, teknologi budidaya, dan pemberian modal kerja perbankan.
Jafar mengatakan, pihaknya menggandeng PT Agro Jabar sebagai penjamin penyerapan (offtaker) sekaligus investor. Penyediaan kebutuhan budidaya, mulai dari bibit, pakan, sampai obat-obatan, akan menggunakan KUR dari Bank BJB dengan penjamin PT Agro Jabar.
Program ini diharapkan turut berkontribusi dalam pemenuhan permintaan ekspor tanaman hias ke negara-negara Eropa.
Ia yakin, peluang puyuh bakal cerah. Permintaan tinggi belum seimbang dengan produksinya. Berdasarkan hasil Sutas 2018, jumlah pembudidaya burung puyuh di Jabar hanya 1.705 rumah tangga atau 0,09 persen dari total rumah tangga usaha peternakan Jabar.
Selain burung puyuh, Petani Milenial Tanaman Hias (PMTH) diluncurkan. Saat ini sudah dua offtaker yang siap membeli hasil panen PMTH, yaitu PT Agro Jabar dan CV Minaqu Indonesia.
Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (DTPH) Jabar Dadan Hidayat mengatakan, ada tiga jenis tanaman hias yang dibudidayakan, yakni amydrium silver, schindapus lucens, dan homalomena frog. Ketiganya dipilih karena memiliki nilai ekonomi tinggi, Rp 30.000-Rp 100.000 per pot. ”Petani milenial yang telah terpilih melalui proses seleksi yang ketat akan membudidayakan 300 tanaman dari ketiga jenis tanaman hias itu,” ujar Dadan.
Pembudidayaan tanaman hias bertempat di Satuan Pelayanan Balai Pengembangan Benih Hortikultura dan Aneka Tanaman DTPH Jabar di Lembang, Bandung Barat.
”Program PMTH ini diharapkan turut berkontribusi dalam pemenuhan permintaan ekspor tanaman hias ke negara-negara Eropa,” kata Dadan.
Rizky Anggara (20) asal Bandung Barat bersyukur lolos PMTH. Ia yakin bakal mendapat banyak ilmu dan rekan baru untuk mengembangkan diri. ”Pertanian ini mengasyikan. Saya ingin ikut mengubah wajah pertanian menjadi lebih muda,” ucap Rizky yang mulai menekuni hobi bertani sejak empat tahun lalu.
Jangan dilupakan
Upaya menumbuhkan tunas pertanian bangkit di Jabar patut diapresiasi. Namun, menggenjot petani muda yang sudah lebih dulu berusaha juga tidak boleh lupa. Selama pandemi, mereka terbukti tangguh meski berjuang mandiri.
Di Garut, misalnya, ada Dasep Badrusalam (34) yang memberdayakan petani sayur-mayur di sekitar rumahnya di Desa Sindang Mekar, Wanaraja, yang rawan menderita karena Covid-19. Tidak hanya menampung hasil panen dan dijual daring, ia juga ikut menyumbang teknik pertanian bagi petani.
Kini, ada 15 petani yang tergabung dalam bendera Garut Fresh itu. Komoditasnya beragam, mulai dari peria, kentang, wortel, bawang merah, bawang putih, cabai keriting, hingga tomat.
Masih di Garut, ada Reza Mulyana (26) yang membangkitkan kembali avokad Sindangreret setelah hampir satu dekade tidak terdengar. Pandemi tidak menyurutkannya berinovasi.
Mata rantai produksi avokad superior asal Garut itu tengah ia bangun dengan menghasilkan ribuan bibit berkualitas. Jika tercapai, ia yakin salah satu avokad itu bakal menambah keanekaragaman buah superior di Nusantara.
Baca juga : Petani Muda di Sektor Perbuahan
Sekelompok anak muda di Desa Mekarmanik dan Desa Cikadut, Kabupaten Bandung, tidak ingin berpangku tangan. Tergabung dalam grup pertanian Tanaman Obat Cimenyan (Taoci), mereka menjembatani pemasaran produk petani setempat. Setiap paket dijual Rp 100.000.
Sukarelawan Taoci, Abdul Hamid (26), memastikan, sayur yang diterima konsumen seluruhnya dalam keadaan segar. Daun kelor, misalnya, dipetik dari kebun beberapa jam sebelum pengantaran kepada konsumen. ”Kami membantu 20 petani. Stok 10-20 kilogram per komoditas per hari dengan kuota 20 paket per hari,” katanya.
Ananda Dwi Septian (26), bersama 20 petani muda lainnya di Purwakarta, juga berinovasi di tengah pandemi. Selain mengemas sayuran dengan bungkus rapi, ia juga menjual paket sayur siap masak, seperti sayur sup, sayur asem, dan sayur capcai. Sejak 25 Maret 2020, produk itu dijual Rp 5.000-Rp 10.000 per paket.
”Kami bergerak mencari pembeli lewat media sosial. Setidaknya dalam sehari ada 7-15 pembeli yang memesan lewat Whatsapp. Mayoritas warga di pusat kota Purwakarta,” ujarnya.
Petani muda bukan permata yang bisa didapatkan begitu saja. Di tengah potensi pertanian yang masih sangat besar, pendampingan teknologi hingga pasar yang ideal kepada semua yang ingin berusaha menjadi kunci utama menghadapi badai pandemi ini.