Panen Gagal Bayar, Petani Milenial Jabar Dikejar Utang
Rizky Anggara, peserta Program Petani Milenial Jawa Barat bidang tanaman hias, merasa telah dirugikan dalam menjalankan program tersebut. Perang Rusia-Ukraina dianggap menjadi biang keladinya.
Rizky Anggara (21) resah. Petani muda ini tidak merasakan manisnya panen tanaman hias yang ditanam selama setahun terakhir. Impian menjadi petani kekinian yang katanya tinggal di desa, rezeki di kota, belum juga kesampaian.
Rizky adalah salah satu peserta program Petani Milenial, program Pemerintah Provinsi Jabar yang mendorong generasi muda berperan dalam kemandirian pangan.
Dia mengikuti gelombang pertama yang bergulir sejak pertengahan 2021. Ia ikut sektor tanaman hias bersama 19 orang lainnya.
Transfer ilmu ini dilakukan di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. CV Minaqu Indonesia menjadi offtaker atau penyerap hasil panen mereka. Saat mengikuti program ini, Rizky ingin membuktikan pemuda juga bisa makmur tanpa harus meninggalkan desa.
Namun, beberapa bulan terakhir hidup Rizky tidak tenang. Impiannya menjadi petani milenial menemui mimpi buruk.
Dia tidak kunjung merasakan rezeki dari panen tanaman hias yang dibudidayakan dalam setahun terakhir. Padahal, dalam kurun waktu tersebut, dia bersama rekan-rekannya telah menghasilkan puluhan ribu tanaman.
Baca juga: Petani Milenial Penjaga Harapan Masa Depan Jabar
”Kami menghasilkan 26.925 tanaman dalam empat kali siklus panen atau satu tahun terakhir. Bisa dikatakan ini belum ideal. Kami terkendala masalah bibit tanaman hias,” ujar Rizky saat dihubungi di Bandung, Jumat (3/2/2023).
Satu tumbuhan pun dihargai sekitar Rp 50.000. Berarti, penghasilan kotor yang bisa diraih Rizky dan rekan-rekannya mencapai Rp 1,3 miliar di tahun tersebut. Namun, dia hanya mencicipi secuil manisnya penghasilan dari panen.
”Kalau ditotal, kami hanya dapat sekitar Rp 11 juta per orang dalam setahun ini,” ujarnya.
Jumlah itu sebenarnya jauh dari potensi panen yang menjadi target mereka, sebanyak 63.000 tanaman per tahun. Rizky berujar, mereka mengalami sejumlah rintangan, seperti siklus panen yang terhambat karena keterlambatan bibit hingga pertumbuhan tanaman yang terganggu penyakit dan cuaca buruk.
Ditagih utang
Tidak hanya penghasilan yang minim, Rizky dan rekan-rekan lainnya juga ditagih utang. Mereka menerima surat peringatan terkait kredit dari Bank bjb pada November 2022. Rizky pun merasa sangat dirugikan akan hal tersebut.
”Kami sudah menanam tanaman dan barang-barangnya sudah diambil. Namun, kami dikejutkan surat peringatan dari Bank bjb terkait utang kami. Padahal, kami saja tidak menikmati hasil dari panen dengan maksimal,” ujarnya.
Hingga awal 2023, masalah itu urung rampung. Rizky jengah dan memutuskan curhat di media sosialnya.
Di Twitter, cerita ini menjadi viral. Salah satunya dari akun media sosial Twitter @mazzini_gsp yang diunggah pada Selasa (31/1/2023).
Dalam kurun empat hari, cuitan ini telah 3,1 juta kali ditayangkan dan disukai lebih dari 18.000 pengguna. Bahkan, 7.000-an akun mengunggah kembali dan sebagian di antaranya memberikan kritik.
Keresahan yang Rizky ceritakan di akun miliknya, @eesss_, juga mendapat respons besar dari para warganet. Cuitan yang dia unggah Rabu (1/2/2023) ini ditayangkan lebih dari 1,8 juta kali dan disukai lebih dari 23.000 akun hingga Sabtu (4/2/2023).
Setelah curhat Rizky viral di media sosial, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pun bereaksi. Dia meminta maaf melalui media sosial miliknya dan berjanji akan menyelesaikan masalah tersebut. Cuitan yang diunggah Kamis (2/2/2023) ini disaksikan oleh sekitar 166.000 pengguna.
”Hatur nuhun Kang atas informasinya. Saya meminta maaf atas kekurangan program dan meminta maaf atas kepada pihak yang mengalami ketidaknyamanan sebagai akibat dari permasalahan program ini. Saya sudah instruksikan masalah ini untuk segera diselesaikan,” ujarnya dalam akun @ridwankamil saat membalas utas dari Rizky.
Dia mengakui tidak semua usaha petani milenial berjalan mulus. Berdasarkan data tahun 2021, sebanyak 560 orang tercatat belum berhasil. Namun, 1.206 orang lainnya berhasil menjalankan usahanya dengan baik. Tahun 2022, tercatat ada 5.658 orang yang lolos seleksi program ini.
Perang Rusia-Ukraina
Kepala Biro Perekonomian Sekretariat Daerah Jabar Yuke Mauliani Septina menyatakan, pihaknya berkomitmen akan menyelesaikan permasalahan tersebut. Dia berujar, kesulitan yang dialami perusahaan dalam membayar kredit terjadi karena ekspor tanaman hias yang tersendat.
Pemprov Jabar beralasan, potensi panen ini terhambat karena produk tidak terserap pasar ekspor ke Eropa. Hal ini terjadi karena ”Benua Biru” tengah dilanda perang Rusia-Ukraina yang terjadi sejak awal tahun 2022 dan masih berlangsung hingga awal 2023.
”Permasalahan ini terkendala dari sisi hilir karena produk diekspor dengan tujuan Eropa. Tidak terbayangkan terjadi perang Rusia-Ukraina yang menyebabkan gagal ekspor dan offtaker tidak bisa membayar utang Rp 1,3 miliar kepada pihak Bank bjb sebagai penyedia kredit,” ujaarnya.
Yuke berujar, pihaknya akan menyelesaikan masalah tersebut dengan memanggil pihak-pihak terkait dalam waktu dekat. Dia pun meminta maaf dan akan menjadikan kondisi ini sebagai evaluasi dan perbaikan untuk Program Petani Milenial yang saat ini masih berjalan.
Sementara itu, PT Agro Jabar sebagai avalist atau penjamin dari para petani milenial, bekomitmen untuk menyelesaikan masalah ini. Direktur Utama PT Agro Jabar Nurfais Almubarok menyatakan, pihaknya akan bertanggung jawab terhadap kredit yang dibebankan kepada petani.
Masalah ini, kata Nurfais, akan menjadi perbaikan saat menentukan offtaker untuk selanjutnya. Dia berujar, penggunaan perusahaan tunggal seperti yang terjadi dalam masalah ini lebih berisiko jika terjadi kondisi yang tidak diinginkan, seperti perang di Eropa saat ini.
”Kami melihat ada itikad dari CV Minaqu Indonesia. Mereka masih bisa dihubungi dan bersikap kooperatif. Mungkin untuk perbaikan skema bisnis (Petani Milenial) ke depan, offtaker jangan tunggal. Ternyata tidak semua mitigasi bisa dibayangkan, contohnya perang Rusia-Ukraina,” ujarnya.
Tidak kapok
Rizky pun mengapresiasi itikad baik dari Pemprov Jabar dan berbagai pihak yang terkait untuk menyelesaikan masalah tersebut. Saat ini, dia pun memilih untuk melanjutkan perkuliahan yang sempat tertunda setahun karena ikut program petani milenial.
”Saya mau melanjutkan kuliah di Malang. Makanya, saya berharap ini segera diselesaikan sehingga bisa fokus untuk kuliah. Saya juga merasa bersalah kepada orangtua karena merasa cuti kuliah ini malah membawa masalah,” ujarnya.
Namun, Rizky tidak menganggap buruk Program Petani Milenial karena telah memberikan mereka ilmu dan kemampuan baru dalam budidaya pertanian. Rizky bahkan berniat untuk kembali bertani setelah lulus kuliah.
”Kalau pelatihannya, kami menerima banyak ilmu terkait tanaman hias dan itu sangat membantu. Yang kami sesalkan hanya pengawasan yang kurang dari pemerintah. Kami terkejut dan kecewa, kerja keras selama ini malah berakhir dengan utang dari uang yang tidak kami pegang,” ujarnya.
Irdan Herdiat (26), peserta program petani milenial lainnya, masih khawatir meski bukan pihak yang bertanggungjawab berkomitmen untuk melunasi utang tersebut. Pemuda asal Subang, Jawa Barat, ini merasa bersalah kepada orangtuanya. Mereka telanjur khawatir anaknya terlilit utang karena program pemerintah.
”Saya sudah pasrah dan benar-benar trauma untuk mengajukan pinjaman apa pun itu ke bank. Orangtua saya sampai sedih, kenapa bisa begini. Mereka juga meminta saya untuk berhati-hati dengan tawaran program pemerintah agar tidak seperti ini lagi,” ujarnya.
Irdan berujar, ia bakal tetap menjadi petani meskipun terkena masalah ini. Namun, dia masih berpikir ulang untuk masuk kembali ke sektor tanaman hias karena masalah yang dialami saat ini.
”Saya tetap bertani, tetapi mungkin menanam padi. Untuk tanaman hias, sepertinya masih belum dulu karena ada masalah ini. Sepertinya untuk taman saja dulu. Semoga utang kami segera lunas. Itu adalah hak kami karena kewajiban panen sudah kami penuhi,” ujarnya.
Semangat untuk menjadi petani muda ini menjadi modal bangsa untuk berdikari, terutama pangan di masa depan. Namun, jika bimbingan yang dilakukan tidak maksimal, generasi muda pun menjadi gamang dan merasa dirugikan saat hasil tidak sesuai harapan.
Baca juga: Petani Milenial, Wajah Segar Pertanian Jabar