”Crane” otomatis baru di Pelabuhan Batu Ampar, Batam, akan mulai dioperasikan untuk mempercepat bongkar muat kontainer. Hal itu telah lama dinantikan pengusaha untuk menekan biaya logistik.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
HUMAS BP BATAM
Ship to shore crane didatangkan Badan Pengusahaan Batam dari Korea Selatan untuk mempercepat bongkar muat kontainer di Pelabuhan Batu Ampar, Batam, Kepulauan Riau, Sabtu (8/4/2023).
BATAM, KOMPAS — Badan Pengusahaan Batam mulai mengoperasikan ship to shore crane di Pelabuhan Batu Ampar pada 1 Juni 2023. Upaya pemerintah meningkatkan pelayanan bongkar muat kontainer itu telah dinantikan para pelaku usaha di Batam, Kepulauan Riau.
Direktur Badan Usaha Pelabuhan Badan Pengusahaan (BP) Batam Dendi Gustinandar mengatakan, ship to shore (STS) crane itu didatangkan dari Korea Selatan pada 8 April. Katrol berbobot 760 ton akan membantu bongkar muat di Pelabuhan Batu Ampar menjadi lebih cepat.
Menurut Dendi, STS crane itu memiliki kemampuan bongkar muat 35 kontainer per jam. Itu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan bongkar muat kontainer dengan crane konvensional yang kecepatannya hanya 4-8 kontainer per jam.
”STS crane akan mempersingkat waktu tunggu atau dwelling time di pelabuhan. Hal itu berpengaruh pada penurunan biaya logistik yang harus dikeluarkan oleh pengusaha,” kata Dendi lewat pernyataan tertulis, Jumat (26/5/2023).
KOMPAS/PANDU WIYOGA
Aktivitas bongkar muat kontainer di Pelabuhan Batu Ampar, Batam, Kepulauan RIau, Senin (29/7/2019).
Saat menyambut kedatangan STS crane pada awal April lalu, Kepala BP Batam dan Wali Kota Batam Muhammad Rudi mengatakan, pengadaan alat itu adalah langkah awal untuk memodernisasi Pelabuhan Batu Ampar. Kecepatan bongkar muat harus terus ditingkatkan karena arus peti kemas mencapai 600.000 TEUs.
”Kalau alat ini berjalan baik, tahun depan kami akan tambah lagi,” kata Rudi pada 8 April.
Saat ini BP Batam juga telah membangun container yard seluas 20 hektar di Batu Ampar. Rudi berharap Batam nantinya dapat berkembang menjadi kota pelabuhan yang menghubungkan Indonesia dengan negara lain.
Selain menambah infrastruktur pelabuhan, pemerintah sebelumnya juga berupaya memangkas birokrasi di Batu Ampar untuk menekan biaya pengiriman kontainer. Sejak awal 2021, Batam dipilih pemerintah menjadi proyek percontohan National Logistic Ecosystem (NLE).
Proyek itu merupakan kolaborasi digital yang mengintegrasikan sistem perizinan ekspor dan impor yang dikelola 15 kementerian dan lembaga sekaligus mengintegrasikan layanan logistik dari hulu ke hilir dalam satu wadah.
Selain di Pelabuhan Batam, NLE akan diterapkan juga di Pelabuhan Belawan, Medan; Tanjung Priok, Jakarta; Patimban, Subang; Tanjung Emas, Semarang; Tanjung Perak, Surabaya; dan Makassar. Dengan sistem NLE, pemerintah optimistis biaya logistik di Indonesia bisa turun dari sebelumnya 23,5 persen dari total PDB menjadi kurang dari 15 persen dari total PDB pada 2024.
Alat berat menunggu untuk memindahkan muatan dari kapal angkut ke dalam gudang di Pelabuhan Kargo Batu Ampar, Kota Batam, Kepulauan Riau, Rabu (11/3/2020).
Agar ditingkatkan
Keunggulan kondisi geografis Batam yang terletak di jalur laut tersibuk dunia selama ini terbuang percuma karena fasilitas pelabuhan tidak memadai. Kapasitas Pelabuhan Batu Ampar kurang dari 600.000 TEUs per tahun. Bandingkan dengan Pelabuhan Singapura yang bisa menampung lebih dari 30 juta TEUs per tahun.
Pengusaha di Batam juga telah sekian lama mengeluh tentang biaya pengiriman kontainer yang amat mahal. Abidin Fan, Presiden Direktur PT Sat Nusapersada Tbk, perakit sejumlah merek ponsel pintar, mengatakan, biaya pengiriman kontainer dari Batam bisa dua kali lipat lebih mahal dibandingkan dengan mengirim kontainer dari Jakarta.
Keunggulan kondisi geografis Batam yang terletak di jalur laut tersibuk di dunia selama ini terbuang percuma karena fasilitas pelabuhan tidak memadai.
Menurut Abidin, pelabuhan adalah nadi yang menopang industri ekspor. Oleh karena itu, ia mengatakan, pengusaha di Batam amat terbantu dengan langkah pemerintah mendatangkan alat baru untuk mempercepat bongkar muat di Batu Ampar.
”Ini sebuah kemajuan dan kami harap upaya-upaya semacam itu terus dilakukan agar biaya pengiriman kontainer di Batam dapat ditekan,” ujar Abidin.
Ia menilai, kapasitas Pelabuhan Batu Ampar seharusnya dapat ditingkatkan dari 600.000 TEUs per tahun menjadi paling tidak setara dengan Tanjung Priok, yakni sekitar 7 juta TEUs per tahun. Dengan adanya pelabuhan ekspor impor yang memadai, investasi di Batam diharapkan semakin menggeliat.