Hasil Pembalakan Liar di Jambi Pasok Industri Kayu di Jateng
Aparat Polres Sarolangun, Jambi, menggagalkan pengiriman kayu-kayu hasil pembalakan liar dari kawasan hutan di daerah itu. Kayu-kayu itu memasok kebutuhan industri di Jawa Tengah.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Barang bukti kayu dan truk pengangkut kayu-kayu hasil pembalakan liar dari kawasan hutan di Kabupaten Sarolangun, Jambi, diamankan di Markas Polres Sarolangun, Kamis (25/5/2023).
SAROLANGUN, KOMPAS — Aparat kepolisian mengungkap hasil pembalakan liar dari hutan-hutan di Kabupaten Sarolangun, Jambi, dan sekitarnya untuk memasok kebutuhan industri di Jawa Tengah. Fakta itu diketahui dari pelaku yang dibekuk saat berupaya mengirim kayu ilegal tersebut.
Pemilik kayu, Afrizal (45), ditangkap dan ditahan di Markas Kepolisian Resor Sarolangun. ”Keterangan pelaku masih kami dalami,” ujar Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Sarolangun Inspektur Satu Cindo Kottama, Jumat (26/5/2023).
Afrizal ditangkap aparat sewaktu beristirahat di sebuah rumah makan di Jalan Lintas Sumatera, Sarolangun, Rabu (24/5/2023) pukul 22.00 WIB. Saat itu, petugas yang tengah beroperasi melihat sebuah truk besar bertutup terpal warna hitam.
Sewaktu petugas menanyakan isi dalam truk, Afrizal menjawab sayur-mayur untuk diangkut ke Jawa. Ia pun menunjukkan surat pengangkutan sayuran. Petugas lalu membuka terpal yang menyelubungi truk dan mendapati isinya bukan sayur, melainkan kayu-kayu olahan.
”Semua berupa kayu olahan dengan volume sekitar 9 meter kubik,” kata Kepala Unit Tindak Pidana Terbatas Polres Sarolangun Ajun Inspektur Satu Edi Junaidi.
Dari mana asal kayu-kayunya, saya tidak tahu. Saya cuma beli.
Petugas mengecek jenis kayu-kayu tersebut, yakni keruing (Dipterocarpus kruing), medang (Phoebe), dan kempas (Koompassia malaccensis). Ketiganya merupakan jenis kayu kehutanan yang wajib memiliki izin pengangkutan yang terlacak dari sumber lokasi yang jelas.
Namun, Afrizal mengaku tak memiliki dokumen izin sesuai sistem informasi penatausahaan hasil hutan (SIPUHH) itu. Dia menyebutkan kayu-kayu itu dibelinya dari warga sekitar. Ia tak mempertimbangkan soal legalitas kayu. ”Dari mana asal kayu-kayunya, saya tidak tahu. Saya cuma beli,” ujarnya.
IRMA TAMBUNAN
Barang bukti kayu hasil pembalakan liar diamankan di Markas Polres Sarolangun, Jambi, Kamis (25/5/2023).
Dia mengatakan, kayu-kayu itu dibelinya dengan harga Rp 1,8 juta per meter kubik. Setelah terkumpul, kayu dikirim ke Pati, Jawa Tengah, dengan nilai jual Rp 3,3 juta per meter kubik. Selain kayu, truk itu juga memuat sejumlah barang ekspedisi berupa perabotan kayu. Barang-barang itu untuk menutupi modusnya mengangkut kayu ilegal.
Afrizal mengaku bukan sekali ini saja ia menjual kayu ilegal dalam jumlah besar. Sebelumnya, kayu-kayu serupa dijual ke Pekalongan, Jateng, dan Palembang, Sumatera Selatan.
Dokumen pengangkutan kayu dan asal kayu diwajibkan sebagai bentuk verifikasi bahwa kayu didapat dari sumber yang sah. Para pelaku usaha diwajibkan memasukkan data tegakan pohon secara rinci, seperti ukuran diameter pohon, jenis pohon, dan koordinat tanam pohon yang ditentukan.
Data yang telah dicatat ke dalam sistem SIPUHH menjadi acuan penghitungan tarif penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang harus dibayarkan oleh para pelaku usaha. Kayu tanpa dokumen berarti berasal dari aktivitas ilegal yang merusak lingkungan sekaligus tak memberi manfaat bagi pendapatan negara.
KOMPAS/JUMARTO YULIANUS
Data pemantauan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang dilakukan oleh Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Mangkubumi dan Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) sebagaimana ditampilkan dalam konferensi pers, Selasa (14/9/2021).
Menurut Edi, pelanggaran terkait ketentuan itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Pasal 83 Huruf a dan b tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Pelaku terancam hukuman kurungan 1 hingga 5 tahun dan denda Rp 25 miliar.