Pencabulan, Polisi Diminta Proses Hukum Seorang Pengasuh Pesantren di Malang
Seorang pengasuh pesantren di Malang dilaporkan dengan dugaan berbuat cabul terhadap santrinya. Polisi pun sudah menetapkan status tersangka kepada pelaku.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Pihak Kepolisian Resor Malang, Jawa Timur, diminta segera memproses hukum tersangka yang diduga telah mencabuli beberapa orang santri di salah satu pesantren di Kecamatan Tajinan, Kabupaten Malang.
Polres Malang telah menetapkan status tersangka kepada M Tamyis AF (47), pengasuh pesantren NI yang berada di Desa Tangkilsari. Tamyis dilaporkan oleh beberapa korban ke polisi pada Juni 2022.
Lantaran selalu mangkir dan tidak pernah datang memenuhi panggilan penyidik, pada 14 April 2023 polisi memasukkan tersangka dalam daftar pencarian orang. Dia diduga melanggar Pasal 82 juncto Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Pendamping korban dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia-Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI-LBH) Surabaya Pos Malang, Tri Eva Oktaviani, Selasa (23/5/2023), mengungkapkan, dirinya baru memperoleh informasi jika terduga pelaku sudah ditangkap.
”Namun, untuk proses penangkapannya bagaimana? Ketemunya di mana? Kami belum mendapat informasi secara detail dari pihak kepolisian,” ujarnya.
Eva berharap pelaku segera diproses hukum seadil-adilnya karena dampaknya luar biasa terhadap korban, khususnya dari sisi psikologis. Dari empat korban yang didampingi LBH, ada yang sampai mengalami gangguan post traumatic stress disorder. Mereka mengalami gangguan tidur lantaran teringat peristiwa tersebut.
Kini para korban berada di bawah naungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Selain empat orang yang sudah berada di bawah perlindungan LPSK, ada satu korban lagi yang menyusul mendapat perlindungan. ”Kemungkinan ada tambahan satu orang lagi yang mau dilindungi LPSK. Saat ini, kami sedang mengajukan perlindungan terhadap satu korban lagi,” ucapnya.
Disinggung mengenai bagaimana peristiwa itu terjadi, Eva menjelaskan ada salah satu saksi yang mendengarkan cerita dari salah satu korban yang merupakan santri. Korban bercerita tentang perilaku tidak terpuji yang dilakukan pelaku.
Karena menduga ada korban lain, saksi kemudian berinisiatif mencari tahu lebih dalam. Adapun korban tidak berani melapor ke kepolisian. ”Kami kemudian berinisiatif menggali lebih jauh. Hasilnya, ada 4-5 korban, tetapi kemungkinan bisa lebih karena tidak semua bersedia bicara,” ucap Eva.
Para korban saat ini rata-rata sudah tidak menuntut ilmu di pesantren tersebut lagi. ”Umur mereka sekarang sudah 18-19 tahun. Namun, saat peristiwa terjadi, mereka lebih muda. Saat itu, mereka rata-rata masih duduk di bangku madrasah tsanawiyah (setingkat SMP),” kata Eva.
Sementara itu, dikonfirmasi secara terpisah, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Malang Inspektur Satu Wahyu Rizky Saputra membenarkan jika tersangka telah tertangkap. Namun, Wahyu belum bersedia mengungkapkan lebih jauh terkait hal ini.
”Alhamdulillah sudah dapat (tertangkap), tetapi ini nanti akan kita rilis. Sudah tertangkap,” ujarnya kepada awak media seusai konferensi pers Ungkap Kasus Operasi Sikat Semeru 2023 di halaman Markas Polres Malang.