Melihat Aceh dari Singkil
Warga berharap kunjungan Pj Gubernur Marzuki akan membebaskan desa dari keterisolasian. Mereka menginginkan jembatan permanen agar akses antardesa lebih mudah.
Kabupaten Aceh Singkil, Aceh, sejatinya menyimpan potensi alam yang kaya. Keindahan pantai, kekayaan budaya, sejarah peradaban, dan perkebunan seharusnya menjadi modal kuat untuk membangun daerah. Ironisnya, Aceh Singkil masih terperangkap dalam kemiskinan akut.
Setelah menuruni Jembatan Kilangan sepanjang 400 meter, untuk tiba di Kayu Menang, desa paling ujung, rombongan Penjabat (Pj) Gubernur Aceh masih harus menempuh jalan tanah sejauh 8,5 kilometer. Perjalanan tidak mudah, sebab sebagian besar jalan itu tergenang banjir luapan.
Langit sudah senja saat rombongan Pj Gubernur Aceh Achmad Marzuki tiba di Desa Kayu Menang, Kecamatan Kuala Baru, Kabupaten Aceh Singkil, Senin (8/5/2023).
Baca juga : Jumlah Penduduk Miskin di Aceh Singkil Tinggi, Kantong Utama di Perkebunan Sawit
Desa Kayu Menang menjadi desa terakhir yang bisa diakses lewat jalan darat. Kayu Menang didiami 96 kepala keluarga atau 200 jiwa. Sebelumnya desa ini terkurung di antara sungai, tetapi pada akhir 2022 sudah ada jembatan sepanjang 400 meter yang membuat desa itu terhubung dengan kota Singkil.
Namun, tiga desa lain masih kecamatan yang sama, yakni Desa Kuala Baru Laut, Kuala Baru Sungai, dan Suka Jaya, berada di seberang sungai. Di ketiga desa itu, daratannya malah terhubung dengan Kabupaten Aceh Selatan.
Pakai rakit
Dua mobil Alphard kendaraan dinas Achmad Marzuki dan istrinya, Ayu Candra Febiola Nazuar, pelan-pelan dinaikkan ke rakit. Agar posisi rakit tetap stabil, warga menarik tali di kedua sisi rakit itu. Marzuki dan para pejabat daerah ikut naik ke rakit itu dengan mudah.
Ditarik perahu kayu bermesin tempel, rakit bergerak pelan. Mobil mewah dengan harga lebih Rp 1 miliar itu terombang-ambing menyeberangi Sungai Kuala Baru yang membentang 300 meter.
”Saya dulu sering lewat kawasan ini, tetapi pakai helikopter mencari GAM,” ujar Achmad Marzuki, yang merupakan purnawirawan TNI.
Tahun 2003, saat Aceh masih didera konflik bersenjata, dia salah satu prajurit TNI yang dikirimkan ke Aceh untuk menumpas kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Setelah perdamaian, Marzuki ditunjuk menjadi Panglima Kodam Iskandar Muda 2020-2021.
Baca juga : Transportasi Penyeberangan Sungai di Aceh Singkil
Pada Juli 2022, Presiden menunjuk Marzuki sebagai Pj Gubernur Aceh. Dia memilih pensiun dini demi menjadi gubernur di provinsi ”Serambi Mekkah”.
Aceh Singkil terpaut 640 kilometer dari Banda Aceh, ibu kota Provinsi Aceh. Dari Banda Aceh butuh waktu 12 jam untuk tiba ke sana. Tidak ada penerbangan terjadwal ke Aceh Singkil.
Ini adalah kunjungan pertama Marzuki ke Aceh Singkil sebagai Pj Gubernur Aceh. Dia memboyong para pejabat daerah, seperti dari dinas pekerjaan umum, badan perencanaan pembangunan daerah, dinas lingkungan hidup dan kehutanan, dan dinas pengairan.
Satu-satunya akses transportasi ke Kayu Menang dengan tiga desa lain menggunakan rakit atau robin (perahu kayu). Sekali menyeberang, tarif orang dan sepeda motor Rp 15.000. Kondisi ini sudah berlangsung bertahun-tahun.
Warga berharap kunjungan Pj Gubernur Marzuki akan membebaskan desa dari keterisolasian. Mereka menginginkan jembatan permanen agar akses antardesa lebih mudah.
”Pembangunan (jalan dan jembatan) harus cepat. Sekitar Rp 250 miliar,” ujar Marzuki.
Menurut dia, pembangunan jalan sepanjang 8,5 kilometer dari Jembatan Kilangan ke tepi Sungai Kuala Baru di Desa Kayu Menang sangat mendesak. Jalan itu diapit rawa dan tak jauh dari muara sehingga saat air laut sedang pasang naik, jalan pun ikut tergenang.
Selain jalan, pembangunan jembatan dari Kayu Menang ke Desa Kuala Baru Laut sepanjang 200 meter juga dianggap sangat mendesak. Warga sudah lelah bertahun-tahun mengandalkan perahu dan rakit sebagai moda penyeberangan.
Baca juga : Beban Otonomi Daerah
Sabirin (46), warga Kuala Baru Laut, mengatakan, jika jembatan permanen dibangun, akses transportasi antardesa akan lebih mudah dan murah. Tangkapan ikan dan hasil perkebunan akan lebih mudah dibawa ke pasar ibu kota.
”Kami sangat berharap jembatan dari Kuala Baru Laut ke Kayu Menang segera dibangun,” kata Sabirin.
Tertinggal
Sejak 2017 hingga kini, Aceh Singkil masih menjadi daerah dengan persentase jumlah penduduk miskin terbesar di Aceh. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh pada Maret 2022, ada 19,18 persen penduduk Aceh Singkil yang miskin. Adapun jumlah penduduk di kabupaten itu 130.787 jiwa. Sementara pada 2021, kemiskinan Aceh Singkil sebesar 20,36 persen. Angka itu masih di atas rata-rata angka kemiskinan provinsi, yakni 14,64 persen.
Sementara tingkat pengangguran terbuka di Aceh Singkil sebesar 8,36 persen, juga di bawah angka provinsi yang sebesar 6,30 persen. Begitu juga dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), pada 2021 angkanya sebesar 69,22, di bawah IPM provinsi sebesar 72,18.
Pj Bupati Aceh Singkil Marthunis menuturkan, sebenarnya Aceh Singkil punya banyak potensi untuk menjadi modal pembangunan ekonomi. Dia mencontohkan, Aceh Singkil memiliki keindahan pantai kelas dunia, yakni di Pulau Banyak. ”Namun, akses ke Aceh Singkil sangat sulit. Sebenarnya banyak orang mau wisata ke sini, tetapi waktu dan biaya besar,” kata Marthunis.
Ia mengatakan, untuk mengeluarkan Aceh Singkil dari ketertinggalan perlu mempermudah akses. Selain membangun jalan, jembatan, juga perlu membuka layanan penerbangan reguler.
Selama ini Aceh Singkil hanya dapat diakses melalui jalur darat. Dari Banda Aceh, ibu kota provinsi, daerah itu harus ditempuh 12 jam, sedangkan dari Medan, ibu kota Sumatera Utara, memakan waktu tujuh jam.
Baca juga : Tanpa Mitigasi, Bencana Alam Bisa Jadi Hambatan Pembangunan di Aceh
Sebenarnya Aceh Singkil memiliki Bandar Udara Syekh Hamzah Fansuri, tetapi hingga kini belum ada penerbangan reguler masuk ke sana. Saat ini pihaknya sedang merampungkan detail engineering design (DED) atau dokumen desain teknis untuk penerbangan pesawat ATR penerbangan regional jarak pendek.
”Mudah-mudahan tahun depan sudah bisa turun pesawat ATR. Kami akan usulkan penerbangan subsidi,” katanya.
Jika penerbangan telah berjalan, Marthunis optimistis akses ke Aceh Singkil kian mudah sehingga dapat mendorong pertumbuhan wisata.
Ia mengatakan, kantong kemiskinan mayoritas terdapat di kalangan buruh perkebunan. Aceh Singkil berada dalam perangkap perkebunan sawit milik perusahaan. Adapun luas perkebunan kelapa sawit 32.452 hektar atau nomor dua terluas di Aceh.
”Perkebunan kelapa sawit luas, tetapi itu milik HGU (perusahaan). Memang kebiasaan di Indonesia daerah yang HGU banyak kemiskinan tinggi, sebab pendapatan bagi perusahaan bukan buat warga yang bekerja sebagai buruh,” katanya.
Marthunis menambahkan, diperlukan langkah konkret untuk meningkatkan kesejahteraan warga yang bekerja di perkebunan kelapa sawit. ”Saya akan memaksa perusahaan untuk melakukan program kemitraan dan plasma,“ ujarnya.
Wakil Ketua DPR Kabupaten Aceh Singkil Amaliun menuturkan, nyaris tidak ada terobosan dari Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil untuk meningkatkan kesejahteraan warga. Selama ini, Pemkab hanya mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang jumlahnya sekitar Rp 850 miliar per tahun. Nyaris tidak ada investasi di kabupaten itu.
”Mustahil bisa mengeluarkan Aceh Singkil dari keterpurukan jika mengandalkan APBD. Kami perlu dukungan dari provinsi dan pemerintah pusat,” kata Amaliun.
Pada April 2023, Kabupaten Aceh Singkil berusia 24 tahun. Namun, kabupaten itu masih jauh tertinggal dibandingkan daerah lain di Aceh.
Baca juga : Pemprov Aceh Lanjutkan Pembangunan Jalan Antardaerah Senilai Rp 2,4 Triliun