Harga Gabah Petani di Cirebon Meningkat, Jumlah Produksi Menurun
Harga gabah kering panen di sejumlah sentra pertanian di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, meningkat hingga mencapai Rp 5.400 per kilogram. Meski demikian, jumlah produksi gabah petani cenderung menurun.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·4 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Harga gabah kering panen di sejumlah sentra pertanian di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, meningkat hingga mencapai Rp 5.400 per kilogram. Meski demikian, jumlah produksi gabah petani cenderung menurun akibat banjir, masalah pengairan, hingga serangan hama.
Saat panen raya di Desa Jagapura Kulon, Kecamatan Gegesik, Kabupaten Cirebon, Senin (15/5/2023), misalnya, harga gabah kering panen (GKP) pada tingkat petani berkisar Rp 5.000-Rp 5.400 per kilogram. Jumlah ini di atas harga pembelian pemerintah (HPP), yakni Rp 5.000 per kg.
”Sekarang, harga (gabah) bagus, di atas Rp 5.000 per kg, tergantung dari kualitasnya,” ucap Tarba, Ketua Gabungan Kelompok Tani Cita Mandiri di Desa Jagapura Kulon. Harga itu berbeda saat panen raya beberapa musim sebelumnya. Biasanya, harga gabah anjlok hingga sekitar Rp 4.000 per kg.
Menurut Tarba, meningkatnya harga gabah petani, antara lain, dipengaruhi kenaikan HPP beras yang sebelumnya Rp 8.300 per kg menjadi Rp 9.950 per kg di gudang Bulog. Ia menilai, regulasi pemerintah terkait HPP dapat menjaga harga gabah petani tidak jatuh saat musim panen raya.
Meski demikian, hasil panen petani di Kecamatan Gegesik cenderung menurun. Selain banjir, masalah pengairan hingga serangan hama tikus turut menurunkan produksi padi. ”Paling, hasilnya cuma 60 persen. Bahkan, banyak petani harus tanam ulang karena banjir dan kena tikus,” ucapnya.
Tarba mencontohkan, petani yang biasanya mendapat sekitar 4 ton GKP dari lahan sebahu (0,7 hektar) kini hanya memanen 2 ton-2,5 ton per bahu. Petani pun harus mengeluarkan biaya lebih untuk modal tanam ulang. Selain membeli benih, petani juga memakai lebih banyak pupuk.
”Karena kena tikus, padi harus ditambah pupuk. Tapi, pupuk subsidi, kan, terbatas. Akhirnya, petani pakai pupuk nonsubsidi yang lebih mahal,” ujar Tarba. Ia mencontohkan, modal tanam untuk lahannya seluas 2,1 hektar kini menghabiskan Rp 20 juta. Padahal, biasanya sekitar Rp 15 juta.
”Petani terselamatkan karena harga gabah yang bagus. Tetapi, kalau masalah pengairan dan hama tidak selesai, hasil panen akan menurun,” ujar Tarba. Saat ini, katanya, sebagian besar petani di Jagapura Kulon belum menanam untuk musim kedua karena belum mendapatkan pasokan air.
Menurut Tarba, sawah petani setempat menjadi daerah terakhir yang mendapatkan air dari Bendungan Rentang, Kabupaten Majalengka, Jabar. ”Musim taman kemarin, dari delapan kelompok tani, yang terairi hanya tiga kelompok. Selebihnya, harus pakai mesin pompa,” ucapnya.
Itu pun petani harus mengikuti jadwal gilir air, yakni tiga hari dalam sepekan. Oleh karena itu, Tarba mendesak pemerintah segera membenahi pengairan di wilayah Gegesik. Tanpa perbaikan, sawah petani setempat rawan kekeringan saat kemarau dan kebanjiran ketika musim hujan.
Kalau masalah pengairan dan hama tidak selesai, hasil panen akan menurun.
Bupati Cirebon Imron Rosyadi mengakui, banjir masih menjadi masalah di Gegesik. Tahun ini, katanya, sekitar 4.150 hektar sawah dari 4.998 hektar sawah di Gegesik terendam banjir. ”Seluas 900-an hektar sawah harus tanam ulang. Padahal, Gegesik ini salah satu sentra padi di Cirebon,” ujarnya.
Di hadapan Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian Jan S Maringka yang hadir saat panen raya, Imron meminta agar saluran pengairan di Gegesik dibenahi. ”Kami juga berharap pupuk subsidi mengalir dengan baik dan kalau panen, harga (gabah) tidak turun. Ini harus dijaga,” ucapnya.
Sementara itu, Jan S Maringka berjanji mencatat keluhan petani di wilayah Gegesik. ”Perbaikan saluran irigasi menjadi PR (pekerjaan rumah) besar kita. Kami juga sudah serahkan bantuan yang hampir mencapai Rp 9 miliar. Kami harapkan ini bisa jadi booster (penguat) produksi padi,” ujarnya.
Kementerian Pertanian memprediksi, produksi padi Januari-Mei tahun ini sebanyak 23,9 juta ton gabah kering giling. Adapun target produksi padi nasional tahun 2023 mencapai 55 juta ton dari 10 juta hektar lahan. Sementara itu, produksi gabah kering giling di Cirebon dari awal tahun hingga saat ini 279.893 ton.
Meski demikian, penurunan produksi padi masih menjadi ancaman. Apalagi, realisasi produksi beras nasional sepanjang Januari-April 2023 berpotensi merosot 4,3 persen dibandingkan dengan periode sama pada 2022. Penurunan itu terjadi di tengah potensi El Nino atau kekeringan (Kompas, 4/5/2023).
Terkait dengan potensi penurunan produksi, Kementerian Pertanian telah membagikan bibit unggul Badan Standardisasi Instrumen Pertanian yang diklaim meningkatkan produksi hingga 10 ton padi per hektar. ”Kami juga berharap Bulog menyerap hasil panen agar harganya tidak jatuh,” ucap Maringka.