Petani Cirebon Usulkan HPP Gabah Rp 5.500 Per Kilogram
Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Kabupaten Cirebon mengusulkan HPP untuk gabah kering panen di tingkat petani sebesar Rp 5.500 per kilogram. Petani juga meminta pemerintah menjaga harga gabah tidak anjlok saat panen.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Kabupaten Cirebon mengusulkan harga pembelian pemerintah untuk gabah kering panen di tingkat petani sebesar Rp 5.500 per kilogram. Petani juga meminta pemerintah menjaga harga gabah tidak anjlok saat panen raya.
Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Cirebon Tasrip Abubakar mengapresiasi kebijakan pemerintah yang telah menaikkan HPP gabah kering panen (GKP), dari sebelumnya Rp 3.700 per kg pada 2015, lalu Rp 4.200 per kg, dan Rp 4.550 per kg. Bahkan, pemerintah menerapkan fleksibilitas harga.
Perum Bulog kini menyerap gabah petani seharga Rp 5.000 per kg. ”Harga ini (Rp 5.000) termasuk sedang. Kami bersyukur ada peningkatan HPP. Artinya, petani diperhatikan. Tapi, kami mengusulkan HPP untuk gabah Rp 5.500 per kg,” ujar Tasrip, Selasa (14/3/2023).
Tasrip mengatakan, HPP yang ideal berkisar Rp 5.500 per kg sesuai dengan peningkatan ongkos produksi padi. Ia mencontohkan, biaya tenaga kerja bertambah dari Rp 80.000 menjadi Rp 100.000 per orang per hari. Alokasi pupuk bersubsidi juga terbatas sesuai rencana definitif kebutuhan kelompok.
”Karena pupuk subsidinya kurang, solusinya petani beli pupuk nonsubsidi. Padahal, harganya bisa lebih mahal dua kali lipat,” kata Tasrip. Dengan pupuk NPK nonsubsidi, misalnya, petani menghabiskan hingga Rp 2,5 juta sehektar, sedangkan pupuk subsidi Rp 575.000 per hektar.
”Belum lagi kalau petani mengalami bencana alam. Awal tahun ini saja, ada 4.000 hektar lahan petani yang harus tanam ulang karena banjir. Kerugian petani bisa mencapai Rp 7 juta,” ungkapnya. Tasrip pun mengusulkan agar pemerintah menetapkan HPP gabah Rp 5.500 per kg.
Tasrip juga mendesak pemerintah menjamin harga gabah hasil panen petani tidak anjlok saat panen raya. ”Selama ini, harga gabah petani kerap jatuh karena ulah calo liar. Ini yang harus diperhatikan dinas terkait. Bulog pun harus memprioritaskan menyerap gabah petani,” katanya.
Apalagi, sejumlah wilayah di Cirebon, seperti Gempol dan Palimanan, memasuki masa panen. Adapun panen besar-besaran berlangsung awal April. Setiap tahun, Cirebon bisa memproduksi 350.000 ton beras, sedangkan kebutuhan di daerah berpenduduk 2,2 juta jiwa itu, 200.000 ton.
Jumair (48), Ketua Paguyuban Mitra Bulog Cirebon, menilai, harga gabah di tingkat petani saat ini sudah berkisar Rp 5.200 per kg hingga Rp 5.800 per kg. Angka ini di atas harga fleksibilitas yang ditetapkan Badan Pangan Nasional untuk penugasan Bulog, yakni Rp 5.000 per kg.
”Dengan harga itu, kami belum bisa menyerap gabah untuk Bulog. Kami berharap, harga melandai,” ujarnya. Pihaknya siap mengikuti HPP yang akan ditetapkan. Namun, ia berharap, HPP itu sesuai dengan kondisi di lapangan dan menguntungkan petani serta pedagang kecil.
Wakil Pimpinan Perum Bulog Kantor Cabang Cirebon Rizki Abdullah juga akan membeli gabah dan beras petani sesuai HPP. Pihaknya pun akan berupaya mencegah harga gabah anjlok.
”Kami mau menyerap hasil panen petani berapa pun banyaknya, sesuai dengan HPP,” ungkapnya.
Apalagi, kebutuhan masyarakat akan beras murah semakin meningkat menjelang bulan puasa. Saat operasi pasar murah di lima kecamatan di Kota Cirebon hari ini, misalnya, 50 ton beras medium diserbu warga.
”Bahkan, ada 10 ton beras habis dalam waktu 1,5 jam,” ujarnya.
Harga beras itu Rp 9.400 per kg, lebih rendah dibandingkan dengan harga di pasaran yang menyentuh lebih dari Rp 11.500 per kg. Pihaknya berkomitmen akan terus bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk menggelar operasi beras murah untuk menekan gejolak harga beras.