UKM Sektor Kelautan dan Perikanan Didorong Bergabung ke Koperasi
Pelaku usaha kecil dan menengah di sektor kelautan dan perikanan masih menghadapi sejumlah masalah. Mereka didorong untuk bergabung dengan koperasi agar bisa memajukan usaha.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
KOMPAS/ZULKARNAINI
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki meresmikan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum Nelayan (SPBUN) di Desa Mon Ikeun, Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Minggu (14/5/2023). SPBUN itu hanya menjual solar bersubsidi untuk nelayan.
JANTHO, KOMPAS — Pelaku usaha kecil dan menengah di sektor kelautan dan perikanan didorong untuk saling berkolaborasi dengan bergabung ke koperasi. Melalui koperasi, para pelaku usaha tersebut dapat maju dan berkembang bersama.
Hal itu disampaikan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki saat berdialog dengan para nelayan dalam Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Kontak Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) di Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, Minggu (14/5/2023).
”Sektor kelautan perikanan belum tergali maksimum. Padahal, Indonesia punya sumber daya (kelautan) yang kaya, seharusnya ini jadi sektor unggulan,” ujar Teten.
Menurut Teten, banyak usaha kecil dan menengah (UKM) yang masih menjalankan usaha secara individu sehingga akses ke perbankan dan teknologi sulit didapat. Selain itu, banyak UKM yang sebenarnya dalam kondisi sehat, tetapi tidak bisa mengakses modal ke perbankan karena tidak memiliki catatan keuangan.
Dengan bergabung ke koperasi, berbagai persoalan yang dialami UKM itu diharapkan bisa diatasi. Sebab, dengan bergabung ke koperasi, para pelaku UKM itu dapat saling berbagi ilmu, misalnya terkait laporan keuangan, pemasaran, dan peningkatan produksi.
Para pelaku UKM di bidang kelautan dan perikanan pun bisa memanfaatkan koperasi untuk mengembangkan usaha mereka. ”Melalui koperasi, usaha di sektor kelautan akan semakin kuat,” kata Teten.
Selama beberapa tahun terakhir, produk UKM sektor kelautan dan perikanan di Aceh mulai bermunculan, misalnya dalam bentuk pengolahan ikan, kerupuk tiram, dan produksi garam.
Namun, menurut Teten, ada tiga masalah yang dihadapi pelaku UKM yang membuat mereka sukar berkembang, yakni kesulitan memperoleh pembiayaan, minim sentuhan teknologi, dan kelemahan akses pasar.
KOMPAS/ZULKARNAINI
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki (kiri) dan Ketua Kontak Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Dani Setiawan berdialog dengan nelayan dalam acara pembukaan Musyawarah Kerja Nasional KNTI di Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, Minggu (14/5/2023).
Setelah para pelaku UKM bergabung ke koperasi, Teten menyebut, pengurus koperasi harus mencari solusi atas sejumlah persoalan itu. Upaya itu bisa dilakukan dengan menggelar pelatihan pembukuan, pengenalan teknologi, hingga pelatihan penjualan secara daring.
Di sisi lain, dengan bergabung ke koperasi, pelaku usaha dapat memperjuangkan kepentingan bersama. ”UKM merupakan tulang punggung ekonomi bangsa. Namun, penyaluran kredit untuk UKM sangat kecil,” kata Teten.
Pada kesempatan itu Teten juga meresmikan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum Nelayan (SPBUN) di Desa Mon Ikeun, Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar. SPBUN itu hanya menjual solar bersubsidi untuk nelayan.
Pembangunan SPBUN itu bagian dari program Solar untuk Koperasi (Solusi) Nelayan yang dijalankan tiga kementerian, yakni Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Kementerian Badan Usaha Milik Negara.
KOMPAS/ZULKARNAINI
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki saat meresmikan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum Nelayan (SPBUN) di desa nelayan, Mon Ikeun, Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Minggu (14/5/2023). SPBUN itu hanya menjual solar bersubsidi untuk nelayan.
Tahun ini program tersebut diluncurkan di tujuh kabupaten di Indonesia. Menurut rencana, program serupa akan diterapkan di 270 daerah. Meski belum mampu menjangkau semua nelayan, program itu diharapkan menjadi langkah awal untuk penyediaan bahan bakar murah bagi nelayan.
”Saat nelayan mau melaut tidak dapat membeli solar subsidi, akhirnya mereka menghabiskan banyak modal untuk biaya melaut,” ungkap Teten.
Sektor kelautan perikanan belum tergali maksimum. Padahal, Indonesia punya sumber daya (kelautan) yang kaya, seharusnya ini jadi sektor unggulan.
Ketua Umum KNTI Dani Setiawan menyatakan, wilayah pesisir yang dihuni para nelayan menjadi kantong kemiskinan di Indonesia. Hal ini karena para nelayan kesulitan mengakses modal, pendapatannya tak menentu karena harga jual ikan yang murah, dan nyaris tidak menikmati program subsidi dari pemerintah.
Dani menyebut, selama ini banyak nelayan yang kesulitan memperoleh solar subsidi. Selain itu, nelayan juga tidak mendapatkan asuransi kejiwaan meski pekerjaannya memiliki risiko besar. ”Harus ada kebijakan khusus bagi nelayan agar mereka keluar dari kemiskinan,” kata Dani.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Nelayan bersiap mencari ikan di sekitar hutan mangrove di Kampung Paljaya, Desa Segara Jaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Rabu (10/5/2023).
Menurut Dani, koperasi menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan. Penyaluran solar subsidi oleh koperasi nelayan juga dinilai penting untuk menjamin ketersediaan bahan bakar murah bagi nelayan.
Dani menambahkan, koperasi usaha nelayan di bawah KNTI masih sedikit. Oleh karena itu, dalam mukernas KNTI, pembahasan tentang strategi pengembangan usaha nelayan menjadi isu prioritas.
Sementara itu, Ketua KNTI Aceh Azwar Anas mengatakan, nelayan Aceh sangat membutuhkan jaminan akses terhadap solar subsidi. Selain itu, para nelayan juga membutuhkan akses pembiayaan untuk mengembangkan usaha. Jika dua hal itu terpenuhi, kondisi perekonomian para nelayan di Aceh akan membaik.