Para Penghuni Peradaban Bencana di Kota Jambi
Perumahan Kembar Lestari di Kota Jambi kerap viral karena langganan banjir. Bencana berulang yang mengusik ketenteraman hidup para penghuninya memerlukan kebijakan mitigasi terpadu.
Perumahan Kembar Lestari di Kota Jambi kerap viral di media sosial. Pasalnya adalah banjir langganan yang kerap melanda perumahan itu setiap kali hujan deras turun. Bencana yang terus berulang membuat warga nyaris putus asa untuk bertahan.
Sewaktu dibuka pada 2005 lalu, perumahan itu sangat diminati karena murah. Siapa pun yang memiliki cukup modal pasti tertarik untuk membeli. Apalagi lokasinya strategis menghubungkan Kota Jambi dan Kabupaten Muaro Jambi. Ekonomi bertumbuh cepat di wilayah itu.
Usman (45) yang belum cukup modal kala itu hanya mampu mengontrak. Dua tahun kemudian, modal terkumpul, Usman dan keluarganya membeli salah satu unit di Kembar Lestari. ”Pada waktu itu, kondisi perumahan masih nyaman sebagai hunian,” katanya.
Ketenteraman rupanya tak berlangsung lama. Tahun 2010, banjir mulai melanda kompleks yang memiliki 500-an rumah. Warga baru menyadari belakangan bahwa perumahan dibangun di atas rawa. Kawasannya masuk ke dalam peruntukan resapan air.
Perumahan itu juga dibangun persis di tepi Sungai Kenali Kecik. ”Rumah kami malahan hanya berselisih dua rumah saja ke sungai,” katanya.
Baca juga: Hujan Dua Jam, Banjir Melanda Tiga Kecamatan di Kota Jambi
Lebih parahnya lagi, pihak pengembang membangun lagi Perumahan Kembar Lestari II yang berisi 300-an rumah. Lokasinya persis di cekungan rawa.
Sejak makin bertambahnya hunian di kawasan itu, banjir yang semula tak parah menjadi tambah parah. Ketinggian genangan tadinya mencapai 30 hingga 50 sentimeter dan melanda satu atau dua kali dalam setahun. Kini, intensitas dan ketinggian banjir makin tinggi. Tahun lalu, delapan kali banjir melanda wilayah ini. ”Ketinggian airnya mulai dari 50 cm sampai dengan 1,5 meter. Ada rumah yang nyaris hanya terlihat atapnya,” ujarnya.
Tiap kali hujan deras turun, Usman pun selalu waswas. Tak boleh lengah walau sedikit. ”Pernah kami tertidur ketika hujan turun tengah malam. Sewaktu terbangun ternyata kasur dalam kamar sudah kena genangan,” ujarnya.
Berbagai bantuk adaptasi diupayakan warga. Bagian dapur dan teras rumahnya dinaikkan hingga setinggi 1 meter. Gunanya untuk menghadang genangan air masuk ke dalam rumah.
Sementara tetangganya, Sapawi, memasang rak-rak besi di bagian atas dinding. Ketika mulai banjir, ia akan langsung menyelamatkan elektronik dan barang berharga lainnya di rak-rak itu. Ada pula warga yang meninggikan bagian kamar.
Baca juga: Mulai Surut di Hulu, Banjir Bergeser ke Kota Jambi
Berbagai upaya ini awalnya efektif menangkal banjir. Tetapi, kondisi itu tak berlangsung lama. Tahun lalu, banjir menembus benteng pertahanan di dapurnya. Menandakan ketinggian banjir makin mengkhawatirkan. ”Sekarang ini kami enggak tahu lagi bagaimana cara mengantisipasinya,” tuturnya.
Koyak ketenteraman
Bencana yang rutin menyambangi perumahan itu mengoyak ketenteraman hidup warga. Nilai ekonomis rumah pun anjlok. Usman pernah menawarkan rumahnya dijual. Namun, tak kunjung ada pembeli. Beberapa orang sempat menyatakan berminat, tetapi sewaktu mengetahui perumahan itu langganan baniir, mereka urungkan niat. Ada warga lain berhasil menjual rumahnya agar bisa pindah. Rumahnya terjual setelah ia banting harga 50 persen.
Adapun Sapawi memiilh langsung hengkang. Rumahnya di Kembar Lestari masih dibiarkan kosong. Di perumahan itu hanya setengah saja yang masih terisi. Sebagian penghuni telah pindah ke tempat aman.
Makin seringnya kejadian banjir melanda Kota Jambi menjadi keprihatinan tim Badan Pencarian dan Penyelamatan (SAR) Jambi. Ketika banjir melanda di permukiman padat penduduk, ancaman lebih tinggipada keselamatan warga. ”Tantangannya pun jadi lebih besar buat kami. Apalagi tiap kali banjir melanda permukiman yang padat penduduk,” ujar M Lutfi dari Humas Basarnas Jambi.
Baca juga: Banjir Kiriman dari Hulu Terus Menyebar di Kota Jambi
Timnya perlu menyisir wilayah untuk mengecek warga membutuhkan butuh pertolongan. Pada lokasi padat penduduk, akses menjangkau warga menjadi lebih sulit.
Pihaknya memetakan lokasi banjir yang rawan mengancam keselamatan, di wilayah Simpang Rimbo dan Jelutung. Di kedua wilayah itu terdapat beberapa anak sungai. Jika sungai-sungainya meluap, arus banjir di permukiman menjadi lebih membahayakan keselamatan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi, ada 17 kelurahan di Kota Jambi terdata mengalami banjir pada 2018.
Hasil riset diterbitkan pada Jurnal Ilmu dan Inovasi Fisika Universitas Jambi menunjukkan wilayah yang berkategori banjir sangat rawan hingga rawan di Kota Jambi, tersebar di Kecamatan Pelayangan, Danau Teluk, Jambi Timur, dan Telanaipura. Wilayah-wilayah ini berjarak dekat Sungai Batanghari dan memiliki kelerengan lebih tinggi. Pemetaan tingkat kerawanan banjir yang dilakukan tim penulis Lusi Pryastuti dkk itu berdasarkan metode overlay berbasis sistem informasi geografis.
Tim peneliti Dian Adhietya dkk dari Universitas Gadjah Mada juga mendapati kerentanan fisik dan sosial ekonomi masyarakat perkotaan terhadap bencana banjir di Kelurahan Legok, Kecamatan Telanipura, Kota Jambi. Penelitian dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif itu mendapati hasil interpolasi kedalaman banjir tahun 2004. Sebagian besar wilayah Legok terdampak banjir dengan kedalaman hingga 3 meter.
Fenomena ini disebabkan kondisi topografi yang lebih rendah dibandingkan dengan wilayah lainnya, penyempitan sungai, dan kotornya saluran sungai sehingga menghambat air yang mengalir ke outlet utama.
Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Jambi Bambang Irawan mendorong agar perlunya diperbanyak ruang hijau atau hutan kota. Tujuannya, agar mengoptimalkan peresapan air. Selain itu, ia pun mendorong agar penataan dilakukan terpadu, mulai dari hulu. Pembangunan di sepanjang daerah aliran sungai agar diprioritaskan pada perlindungan. Dengan demikian, saat hujan deras di hulu, aliran air tidak akan meluber ke hilir.
Bencana yang paling krusial di Kota Jambi adalah banjir dan kebakaran.
Wali Kota Jambi Syarif Fasha mengatakan, bencana yang paling krusial di Kota Jambi adalah banjir dan kebakaran. Adapun longsor juga terjadi pada sejumlah titik di bantaran sungai dan anak sungai. ”(Banjir) biasanya terjadi karena luapan air Batanghari yang masuk ke wilayah kota serta banjir dadakan akibat curah hujan tinggi di dalam kota,” katanya.
Pihaknya mengupayakan sejumlah bentuk mitigasi, bersama pihak Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) IV Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dibangun sepanjang wilayah bantaran sungai ataupun danau. Di antaranya, telah dibangun dua pintu air di pinggir Sungai Batanghari. Pintu air itu di Tembuku dan Sungai Asam diharapkan dapat menahan dan mengatur debit air yang keluar masuk.
Selain itu, normalisasi sungai dan anak sungai serta mengembangkan program Kampung Bantar (Kampung Bersih, Aman, dan Pintar) serta Kampung Bangkit Berdaya. Pihaknya membangun sistem pelaporan kegawatdaruratan (Call Center 112) ataupun nondarurat lewat Sistem Aplikasi Pelaporan Keluhan Masyarakat Secara Online (Sikesal). Tujuannya, untuk memudahkan lalu intas informasi pengaduan maupun laporan masyarakat.
Angkutan batubara
Secara khusus ia menyoroti persoalan angkutan batubara yang melintasi jalan nasional dalam wilayah kota itu. Berdampak signifikan pada ekonomi daerah dan kehidupan sosial masyarakat. Banyak korban jiwa telah jatuh akibat kecelakaan angkutan batubara. Secara ekonomi, inflasi meningkat, rantai pasokan distribusi terhambat, harga melonjak, pasokan berkurang karena distributor mengalami kerugian akibat macetnya lalu lintas. Kesehatan masyarakat juga terganggu akibat polusi udara serta kerugian lainnya.
Pihaknya telah membentuk Satuan Tugas Pengawasan Batubara yang dibentuk aktif hingga saat ini. Patroli masih dilakukan. Tantangannya adalah selama tidak ada ruas jalan khusus bagi angkutan batubara, kondisi seperti ini akan terus terjadi. ”Butuh komitmen kuat dan ketegasan pemangku kepentingan ditingkat provinsi dan pusat untuk mengatasi hal ini. Jika berlarut, kerugian besar akan terjadi di Kota Jambi ataupun Provinsi Jambi.” lanjutnya
Hingga saat ini sudah empat pengemudi angkutan batubara ditangkap tim satgas. Satu pengemudia telah melalui proses pengadilan dan dikenai denda Rp 30 juta rupiah. Masih tiga pengemudi lagi dalam proses peradilan.
Baca juga: Babak Baru Gugatan Masyarakat Jambi Soal Angkutan Batubara