Kebijakan Ekonomi Biru Indonesia Sejalan dengan Perjanjian Pencegahan Penangkapan Ikan Ilegal
Kebijakan ekonomi biru dalam upaya Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menjaga keberlanjutan perikanan dinilai sejalan dengan mekanisme PSMA dari FAO. Sektor perikanan menjadi strategis dalam kebertahanan pangan.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·3 menit baca
BADUNG, KOMPAS — Kebijakan ekonomi biru Kementerian Kelautan dan Perikanan dinilai sejalan dengan perjanjian pelabuhan negara mencegah dan memberantas penangkapan ikan ilegal (port state measures agreement/PSMA), yang diinisiasi Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO). Salah satu upayanya dengan menerapkan penangkapan terukur.
Pada Senin (8/5/2023), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjadi tuan rumah forum 4th Meeting of the Parties to the FAO Agreement on Port State Measures (Pertemuan Ke-4 Para Pihak Terkait PSMA) di Bali. Diikuti 243 orang dari sejumlah negara, acara ini dijadwalkan sampai Jumat (12/5), didukung FAO dan Pemerintah Norwegia.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyatakan, Indonesia sudah menetapkan regulasi terkait PSMA. Hal itu terwujud dalaam Konferensi FAO sesi ke-36 di Roma, Italia, 2009, dan diratifikasi melalui Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2016 tentang Pengesahan PSMA.
Trenggono mengatakan, Indonesia sudah melaksanakan kebijakan ekonomi biru dengan banyak program. Beberapa di antaranya adalah perluasan kawasan konservasi laut, penangkapan ikan terukur berbasis kuota, pengawasan dan pengendalian kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, hingga pembangunan budidaya laut, pesisir, dan darat, yang berkelanjutan.
Penangkapan ikan terukur berbasis kuota, yang diterapkan di Indonesia, menurut Trenggono, sejalan dengan upaya FAO dalam mencegah dan memberantas penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur. Hal itu juga bertujuan menjaga keberlanjutan sumber daya kelautan yang juga menjadi sumber pangan.
Dalam penerapan praktik penangkapan ikan terukur berbasis kuota dan zonasi itu, menurut Trenggono, Indonesia menggunakan teknologi satelit, selain melalui patroli kapal pengawas dan pesawat.
Sejalan dengan mekanisme PSMA, Indonesia sudah menetapkan empat pelabuhan perikanan sebagai tempat berlabuh kapal-kapal perikanan ataupun kapal pengangkut ikan berbendera asing. Lokasinya di Pelabuhan Perikanan Samudra Nizam Zachman di Jakarta, Pelabuhan Perikanan Samudra Bitung (Sulawesi Utara), Pelabuhan Perikanan Samudra Bungus (Sumatera Barat), dan Pelabuhan Umum Benoa (Bali).
Direktur Jenderal FAO Qu Dongyu dalam video yang ditayangkan saat pembukaan acara mengatakan, mekanisme PSMA dapat mendukung transformasi dalam upaya menjaga keberlanjutan perikanan di seluruh dunia. Penangkapan ikan dan budidaya perikanan secara berkelanjutan berpotensi besar untuk mendukung pangan bagi penduduk dunia.
Sebelumnya, Qu juga menyampaikan terima kasihnya kepada Pemerintah Indonesia atas penyelenggaraan 4th Meeting of the Parties to the FAO PSMA tersebut. Menurut Qu, mekanisme PSMA akan membuat perbedaan dan untuk itu, Qu berharap kerja sama tersebut ditingkatkan sebagai upaya bersama untuk menjaga perikanan berkelanjutan.
Qu juga menyatakan, penangkapan ikan secara ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur mengancam konservasi serta keberlanjutan pemanfaatan sumber daya kelautan dan ekosistemnya. Semuanya juga mengancam kehidupan sekitar 600 juta orang di seluruh dunia, yang menggantungkan hidupnya pada sektor perikanan.
Perwakilan FAO untuk Indonesia dan Timor Leste Rajendra Aryal menyatakan, Indonesia termasuk negara yang paling awal berkomitmen dan menandatangani PSMA sejak November 2009. Komitmen Indonesia juga ditunjukkan dengan meratifikasi PSMA menjadi regulasi pada 2016.
”Penangkapan ikan secara ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur menjadi ancaman terhadap keberlanjutan sektor perikanan,” kata Rajendra.
Rajendra menambahkan, FAO menjalin kemitraan dengan negara-negara di dunia, termasuk Indonesia dan negara di kawasan Asia Pasifik, dalam upaya mengembangkan dan mengelola sektor perikanan dan akuakultur. Pertemuan para pihak di Kuta, Badung, diharapkan dapat mendorong kemitraan antarnegara.