Membunuh Anak Cermin Keruntuhan Perlindungan Sosial
Pembunuhan berencana secara keji oleh seorang ayah terhadap putri kandung di Gresik, Jawa Timur, memperlihatkan keruntuhan perlindungan sosial terhadap anak.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pembunuhan berencana secara keji terhadap anak perempuan berinisial AZ (9) alias Zee oleh ayah kandung Muhammad Qodad Afalul Kirom (29) alias Afan di Gresik, Jawa Timur, mengindikasikan keruntuhan perlindungan sosial dan penodaan hak-hak anak.
Kejahatan keji itu terjadi di rumah kontrak di Dusun Plampang, Desa Putat Lor, Kecamatan Menganti, Kabupaten Gresik, Sabtu (29/4/2023) pagi. Afan tertangkap dan masih ditahan di Kepolisian Resor Gresik. Pelaku akan menjalani pemeriksaan kejiwaan. Tim penyidik mencari keberadaan istri pelaku atau ibunda korban untuk pemeriksaan.
”Kami memerlukan keterangan dari ibunda korban atau istri pelaku untuk penyelidikan kasus,” kata Wakil Kepala Polres Gresik Erika Purwana Putra saat dihubungi dari Surabaya, Selasa (2/5/2023).
Tim penyidik menjerat Afan dengan pelanggaran Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana dengan ancaman pidana mati, penjara seumur hidup, atau selama waktu tertentu paling lama 20 tahun.
Afan juga dijerat pelanggaran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga dan pelanggaran UU Nomor 35 Tahun 2014 sebagai perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Menurut Direktur Eksekutif Yayasan Arek Lintang (Alit) Indonesia Yuliati Umrah, pembunuhan keji itu memperlihatkan masyarakat atau sistem sosial telah gagal mewujudkan UU Perlindungan Anak yang meratifikasi Konvensi Hak-hak Anak.
Pasal 20 UU Perlindungan Anak menyatakan, negara, pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, keluarga, dan orangtua atau wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Pasal 6 Konvensi Hak-hak Anak menyatakan, negara-negara peserta mengakui bahwa setiap anak memiliki hak yang melekat atas kehidupan. Negara-negara peserta akan menjamin sampai batas maksimal kelangsungan hidup dan pengembangan anak.
”Jika perlindungan sosial berjalan baik dari keluarga, masyarakat, pemerintah, maupun negara, seharusnya pembunuhan keji seperti itu tidak terjadi, korban bisa diselamatkan,” kata Yuliati.
Kejahatan itu bisa dicegah apabila keluarga dan masyarakat segera mengintervensi untuk tujuan melindungi AZ dari kehidupan sosial orangtua yang tidak harmonis.
”Dalam pandangan kami, orangtua korban bermasalah dalam perjalanan hidup, tidak siap untuk berkeluarga sehingga terbukti tidak layak dan gagal bahkan tega membunuh secara keji buah hati mereka,” ujar Yuliati.
Pembunuhan oleh Afan itu kembali meruntuhkan pepatah kebajikan ”sejahat-jahatnya harimau tak akan memakan anaknya” atau ”sejahat-jahatnya orangtua tak akan mencelakai anaknya”.
Secara terpisah, dalam pemeriksaan, Afan mengaku telah merencanakan pembunuhan keji itu karena tidak tahan dengan kehidupan sosial yang dijalani. Kehidupan rumah tangganya tak harmonis karena kerap bertengkar dengan istri.
Afan malu dengan pekerjaan istri sebagai pramuria karaoke sehingga membuat dirinya dan anak kerap mendapat perundungan. Di sisi lain, pekerjaan Afan sebagai sopir ekspedisi konfeksi tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
Jika perlindungan sosial berjalan baik dari keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara, seharusnya pembunuhan keji seperti itu tidak terjadi, korban bisa diselamatkan.
Dalam penyelidikan terungkap bahwa pertengkaran Afan dan istri lebih didominasi aspek ekonomi. Mereka beberapa kali pisah ranjang, tetapi kembali akur. Seiring perjalanan waktu, pertengkaran kerap menghiasi kehidupan rumah tangga mereka.
Oleh keluarga, AZ dikirim ke pondok pesantren guna menghindari potensi depresi akibat hubungan tak harmonis orangtua. Menjelang Lebaran 2023, AZ pulang, tetapi mampir terlebih dahulu di rumah kakek dan nenek dari pihak ibu. Selanjutnya, AZ dijemput pulang oleh orangtuanya, tetapi kehidupannya berakhir tragis di tangan sang ayahanda.
M Dodik (62), kakek korban, kepada penyidik mengatakan, kehidupan putrinya dan pelaku memang tidak harmonis. Pasangan ini juga bergaya hidup tak terpuji karena mengonsumsi narkotika. Bahkan, Afan pernah terlibat kasus peredaran narkotika pada 2016 sehingga menjalani hukuman penjara 3 tahun 6 bulan.
”Kok isa, Nduk, malah dipateni bapakmu dewe (kok bisa Nak sampai dibunuh ayahmu sendiri),” kata Dodik meratapi nasib cucu kesayangannya di hadapan penyidik. Dodik mengatakan, seharusnya AZ tetap bersama mereka. Dodik amat menyesal membolehkan cucunya pulang bersama orangtua yang mengakibatkan kematian secara keji itu.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Gresik Inspektur Satu Aldhino Prima Wildan menambahkan, pembunuhan telah direncanakan dan dilaksanakan secara keji. Empat hari sebelum pembunuhan, Afan ditinggal pergi oleh istri seusai bertengkar hebat. ”Tersangka menjadi kalut dan merencanakan pembunuhan dengan mencari informasi di internet tentang cara membunuh,” ujarnya.
Pembunuhan secara keji dilakukan oleh Afan dan Afan bahkan mengaku tidak menyesal telah menghabisi putri kandung dengan harapan arwah korban akan beristirahat dalam kedamaian. Penyidik menyita pisau, sprei penuh noda darah, telepon seluler, dan kertas berisi tulisan korban sebagai barang bukti.