Misteri hilangnya Induk Nyado menguak praktik perdukunan liar menjajah komunitas Orang Rimba. Praktik itu memanfaatkan minimnya bekal literasi bagi komunitas pedalaman untuk mengeruk untung besar.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·4 menit baca
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Induk Nidar menjelang ritual memandikan anak di komunitas Orang Rimba di Taman Nasional Bukit Duabelas, Sarolangun, Jambi, Sabtu (2/7/2022).
Paceklik bunga dalam hutan meredupkan pamor dukun Orang Rimba. Sebaliknya, dukun-dukun liar dari luar merambah komunitas pedalaman itu. Tergiur iming-iming pengobatan instan hingga penggandaan uang cepat, Orang Rimba menjadi korban.
Hampir dua pekan kemelut melanda komunitas Orang Rimba di wilayah Terab, Jambi. Induk Nyado yang hilang masih belum ditemukan. Warga yakin perempuan itu dibawa lari seorang dukun berinisial DS. Dukun itu dikenal memberi jasa pengobatan kepada warga rimba.
Hilangnya Nyado juga bersamaan dengan raibnya uang keluarga itu sebesar Rp 40 juta. ”Uang itu dibawa Nyado. Kiniko (kini) hilang besamo Induk (Nyado),”ujar Temenggung Ngelembo, pemimpin rombong di wilayah itu, Sabtu (22/4/2023).
Hilangnya Nyado dua pekan lalu sempat dicurigai warga. Ketika ia tengah menuju pasar, si dukun tadi berpapasan dengannya, lalu membalikkan kendaraan motor untuk mengikuti.
Satu jam kemudian, adik Nyado bermaksud menemui kakaknya di pasar tetapi tidak ketemu. Dicari ke mana-mana tidak ketemu. Sejak itu, Nyado raib.
Warga lalu mendatangi ke rumah si dukun. Istri sang dukun menjawab bingung juga karena suaminya belum pulang sejak pagi.
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Seorang warga di komunitas Orang Rimba menunjukkan kartu tanda penduduk yang telah dimilikinya, Kabupaten Sarolangun, Jambi, Sabtu (2/7/2022).
Kalau ada orang sakit, katanya, bisa disembuhkan datuk. (DS)
Warga pun melaporkannya ke Kepolisian Sektor Air Hitam di Sarolangun. Namun, hampir dua pekan berselang, keberadaan Nyado belum jelas. ”Malahan pak polisinya bilang, kalau belum disogok, Pak, tidak biso dibantu cari,” kata Ngelembo.
Kepala Kepolisian Resor Sarolangun Ajun Komisaris Besar Imam Rachman mengatakan, aparat berupaya mengendus keberadaan Nyado. Aparat yang nakal ditegurnya.
Timnya menduga induk dibawa lari dukun berinisial DS. ”Dari informasi yang kami kumpulkan, dukun ini lari ke wilayah Batangasai. Anggota Polsek Batangasai sedang mencarinya,” katanya.
Perlengkapan dukun dalam ritual memandikan bayi Orang Rimba dalam Taman Nasional Bukit Duabelas, Sarolangun, Jambi, Sabtu (2/7/2022).
DS semula dikenal pedagang ikan segar. Ia berjualan keliling hingga ke kelompok-kelompok Orang Rimba di wilayah penyangga Taman Nasional Bukit Duabelas.
Belum lama ini ia dikenal juga sebagai dukun. ”Kalau ada orang sakit, katanya, bisa disembuhkan datuk (DS),” kisahnya.
Seperti apa pengobatan yang diberikan DS, tak seorang pun bisa menjawab dengan jelas. Mereka hanya bilang jika ada seorang perempuan mengeluh sakit, dukun akan membawanya ke sungai. Berdua saja. Tak boleh ada yang melihat. ”Jadi, kami tidak pernah tahu apa yang dilakukan di sana,” katanya.
Satu kali, terjadi serangan penyakit campak pada anak-anak setempat. Karena panik, orangtua datang ke dukun itu. Anehnya, meski anak kecil yang sakit, sang dukun membawa ibu si anak ke sungai untuk mendapatkan ”pengobatan”.
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Besale, ritual pegobatan di suku Batin Sembilan, Kabupaten Batanghari Jambi. Gambar diambil tahun 2011.
Para suami sempat menanyakan apa yang dilakukan oleh sang dukun. Induk-induk takut menjelaskannya. Kata mereka, dukun mengancam pengobatannya bisa gagal.
Kedok dukun baru terungkap setelah peristiwa hilangnya Induk Nyado. Temenggung mengumpulkan seluruh anggota rombong. Dari situlah para induk menceritakan apa yang dilakukan dalam praktik dukun jadi-jadian. Mereka pun menangis sejadi-jadinya karena baru sadar telah dibodoh-bodohi.
Tak hanya DS, sejumlah dukun lain beraksi memanfaatkan kelemahan Orang Rimba. Kelemahan literasi Orang Rimba dalam mengelola keuangan dimanfaatkan demi mengeruk untung besar.
Tujuh bulan lalu, rombong Orang Rimba wilayah Terab didatangi seseorang staf perusahaan hutan tanaman industri (HTI) yang mengaku bisa melipatgandakan uang. Daripada uang disimpan dalam lipatan kain, bisa hilang atau dicuri. Kalau disimpan kepadanya, uangnya bakal berbunga.
Orang Rimba semula tak percaya. Oleh karena mendapatkan cerita sukses dari orang desa perihal hasil penggandaan uang, mereka pun menurut. Uang dikumpulkan hingga Rp 30 juta, lalu dititipkan kepada sang dukun. Tak lama, mereka mendapatkan uang bagi hasil sebesar Rp 3 juta.
Orang Rimba semakin tergiur. Hingga saat ini, sudah lebih dari Rp 300 juta dititipkan kepada sang dukun.
Tak lama kemudian dukun menghilang. Orang Rimba marah dan mendatangi perusahaan HTI tempat si dukun bekerja. Namun, petugas setempat mengatakan orang yang dimaksud telah menghilang.
IRMA TAMBUNAN
Seorang bayi digendong sang dukun dalam ritual memandikan bayi di Taman Nasional Bukit Duabelas, Sarolangun, Jambi, Jumat (1/7/2022). Penyelamatan hutan mendesak untuk menjaga biodiversitas yang tersisa.
Datang ke dukun dianggap sebagai cara mendapatkan penyelesaian.
Antropolog dari Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Robert Aritonang, melihat fenomena perdukunan menjadi bagian dari sistem pengetahuan masyarakat pedalaman yang masih percaya pada hal-hal gaib. ”Datang ke dukun dianggap sebagai cara mendapatkan penyelesaian,” ujarnya.
Dukun-dukun dari dalam rimba membuat jalan penyelesaian melalui berbagai ritual yang lekat dengan alam. Mereka menyembuhkan, membantu kelahiran bayi, dan mengusir roh-roh jahat yang mengganggu manusia.
Namun, untuk menjalankan tradisi asli, dibutuhkan banyak syarat. Hal itu di antaranya terjadi pada ritual penyembuhan ”besale”, seorang warga harus menyiapkan beragam jenis bunga dari hutan serta sajian khusus untuk sarana penyembuhan. Seiring menyusutnya hutan, tak semua bunga dapat mudah dicari.
Tengganai Besemen menunjukkan salah satu cendawan obat kepada anak-anaknya di Taman Nasional Bukit Duabelas, Sarolangun, Jambi, Sabtu (2/7/2022). Pelestarian hutan mendesak diperkuat sebagai habitat bahan obat-obatan itu.
Adapun, kehadiran dukun-dukun dari luar dianggap sebagai alternatif. Mereka menawarkan syarat yang mudah dan iming-iming hasil. Hal itu menggiurkan Orang Rimba yang cara berpikirnya belum cukup rasional. Akibatnya, kehidupan Orang Rimba bukannya semakin membaik, melainkan terancam menjadi korban penipuan.
Menurut Robert, sangat mendesak membekali literasi bagi Orang Rimba, baik itu literasi baca tulis hitung, pengetahuan umum, kesehatan, maupun literasi keuangan. Jangan sampai kehidupan mereka kian hancur pada saat pembangunan semakin maju.